Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

6 Cara Bijak Hadapi Anak yang Berbohong, Orangtua Wajib Tahu!

Ilustrasi orangtua dan anak (pexels.com/ Kindle Media)
Ilustrasi orangtua dan anak (pexels.com/ Kindle Media)
Intinya sih...
  • Cek kebenarannya untuk mengetahui seberapa jauh mereka berbohongJangan buru-buru marah saat tahu anak berbohong. Cobalah cek dulu kebenaran ceritanya, apakah hanya bumbu kecil atau kebohongan yang serius?
  • Bicara dengan tenang, minta mereka mengatakan yang sebenarnyaNada bicara yang lembut lebih mudah membuat anak terbuka. Tunjukkan bahwa orangtua ingin mendengar kebenarannya, bukan hanya memberi hukuman.
  • Kalau anak terus disalahkan, mereka bisa makin tertutup dan sulit terbuka. Menyudutkan hanya membuat mereka merasa terpojok dan takut.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Setiap anak pasti pernah berbohong, entah karena takut dimarahi atau ingin mencari perhatian. Reaksi orangtua dalam menghadapi hal ini sangat penting, karena bisa membentuk cara anak memandang kejujuran di masa depan.

Anak biasanya berbohong untuk menguji dan mengukur kemampuan orangtua dalam menangani mereka. Alih-alih marah tanpa solusi, pelajari 6 langkah bijak berikut, agar anak belajar dari kesalahannya tanpa merasa dijauhi.

1. Cek kebenarannya untuk mengetahui seberapa jauh mereka berbohong

ilustrasi ibu menghadapi sikap anak (pexels.com/ Mikhail Nilov)
ilustrasi ibu menghadapi sikap anak (pexels.com/ Mikhail Nilov)

Jangan buru-buru marah saat tahu anak berbohong. Cobalah cek dulu kebenaran ceritanya, apakah hanya bumbu kecil atau kebohongan yang serius? Dengan begitu, orangtua bisa memahami situasi lebih jelas sebelum mengambil keputusan atau tindak pendisiplinan.

Langkah ini juga membantu agar reaksi orangtua tidak berlebihan. Kadang anak hanya mengarang cerita kecil untuk menghindari masalah sepele. Dari sini, orangtua bisa menilai seberapa serius kebohongan yang dibuat.

2. Bicara dengan tenang, minta mereka mengatakan yang sebenarnya

ilustrasi mendengarkan anak (pexels.com/ Kindel Media)
ilustrasi mendengarkan anak (pexels.com/ Kindel Media)

Nada bicara yang lembut lebih mudah membuat anak terbuka. Tunjukkan bahwa orangtua ingin mendengar kebenarannya, bukan hanya memberi hukuman. Bicara dengan emosi yang meledak-ledak hanya akan membuat anak merasa semakin tidak nyaman bahkan menjadi defensif.

Mengajak anak bicara dengan tenang juga mengajarkan bahwa kejujuran selalu lebih baik. Anak jadi paham kalau mengakui kesalahan lebih dihargai daripada menutupinya. Perlahan, mereka belajar bahwa jujur adalah pilihan yang tepat.

3. Jangan menyudutkan anak

Ilustrasi ayah dan anak (pexels.com/ August de Richeliu)
Ilustrasi ayah dan anak (pexels.com/ August de Richeliu)

Kalau anak terus disalahkan, mereka bisa makin tertutup dan sulit terbuka. Menyudutkan hanya membuat mereka merasa terpojok dan takut. Padahal, tujuan utama orangtua adalah membantu mereka memahami kesalahan yang dilakukan.

Cobalah mendengarkan alasan anak dulu sebelum memberi respon. Dengan begitu, mereka merasa dihargai walau sudah berbuat salah. Sikap empati ini penting untuk menjaga hubungan tetap hangat dan anak menyadari bahwa ia bisa memperbaiki kesalahan yang diperbuat.

4. Beri konsekuensi sesuai kesalahannya

Ilustrasi orangtua dan anak (pexels.com/ Cottonbro Studio)
Ilustrasi orangtua dan anak (pexels.com/ Cottonbro Studio)

Kebohongan tetap perlu ada konsekuensinya agar anak belajar. Tapi pastikan konsekuensinya adil dan sebanding dengan kesalahan. Jangan sampai hukuman membuat mereka trauma atau makin menjauh.

Konsekuensi bisa berupa membatasi waktu bermain atau memberi tanggung jawab tambahan. Tujuannya bukan menghukum semata, melainkan mendidik anak agar memahami dampak dari perbuatannya. Dengan cara ini, mereka belajar bertanggung jawab dan menyadari bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensinya.

5. Bangun komunikasi terbuka agar anak terkoneksi dengan orangtua

Ilustrasi orangtua dan remaja (pexels.com/ Julia M Cameron)
Ilustrasi orangtua dan remaja (pexels.com/ Julia M Cameron)

Agar anak mau terbuka dan jujur, cobalah untuk membuatnya merasa aman dan nyaman ketika berbicara dengan orangtua. Oleh karena itu, penting untuk membangun komunikasi yang terbuka sejak dini. Dengan begitu, anak tahu mereka bisa bercerita tanpa takut dihakimi.

Komunikasi yang baik juga membantu anak merasa terkoneksi dengan orangtua. Mereka tidak lagi merasa sendirian saat menghadapi masalah. Perlahan, kepercayaan yang terbangun dapat menjadi pondasi hubungan yang lebih sehat.

6. Jadilah role model kejujuran untuk anak

Ilustrasi orangtua dan anak (pexels.com/ Gustavo Fring)
Ilustrasi orangtua dan anak (pexels.com/ Gustavo Fring)

Anak belajar paling banyak dari apa yang mereka lihat. Kalau orangtua terbiasa jujur, anak pun akan menirunya. Sikap ini jauh lebih efektif daripada sekadar memberi nasihat. Jadilah contoh nyata dengan berkata jujur dalam hal-hal kecil sehari-hari. Anak akan melihat bahwa kejujuran selalu dihargai dan membawa kebaikan. Dari sinilah mereka belajar bahwa berbohong tidak pernah menjadi solusi.

Menghadapi anak yang berbohong memang menantang, tapi bukan berarti harus selalu dengan amarah. Dengan langkah yang tenang, bijak, dan penuh empati, anak bisa belajar bahwa jujur adalah pilihan terbaik. Pada akhirnya, orangtua berperan penting membentuk karakter anak menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Tapi ingat, itu semua adalah proses yang perlu dibangun sejak dini.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us