5 Perbedaan Alergi dan Intoleran, Harus Gimana?

- Perbedaan alergi dan intoleransi makanan
- Alergi disebabkan oleh reaksi imun, sedangkan intoleransi terjadi karena masalah pencernaan
- Tes dan cara diagnosis untuk alergi lebih akurat daripada intoleransi
Membedakan antara alergi dan intoleransi itu penting banget, karena keduanya bisa berdampak beda ke tubuh dan cara menanganinya juga gak sama. Artikel ini akan membantumu mengenali perbedaannya, tahu dampaknya, dan kasih panduan supaya kamu bisa hidup lebih nyaman tanpa drama. Yuk simak selengkapnya!
1. Penyebab: Reaksi imun vs masalah pencernaan

Alergi itu terjadi karena sistem imun menganggap protein tertentu dalam makanan sebagai ancaman. Reaksi ini melibatkan antibodi IgE dan bisa menyebabkan gejala serius seperti bengkak, sesak napas, bahkan anafilaksis yang bisa berakibat fatal kalau gak ditangani cepat.
Sementara itu, intoleransi muncul karena tubuh kesulitan mencerna sesuatu, biasanya karena kekurangan enzim tertentu. Contohnya, orang yang punya intoleransi laktosa gak bisa mencerna gula susu dengan baik, tapi ini gak ada kaitannya dengan sistem imun.
Gejala alergi biasanya muncul cepat, sekitar beberapa menit sampai 2 jam setelah makan. Sedangkan intoleransi bisa muncul beberapa jam kemudian dan lebih ke arah gangguan pencernaan kayak perut kembung, mual, atau diare.
2. Gejala dan tingkat keparahan

Alergi makanan bisa menyerang berbagai sistem tubuh, mulai dari kulit, pernapasan, hingga jantung dan sistem pencernaan. Gejalanya bisa berupa gatal-gatal, ruam, bibir bengkak, mual, sampai tekanan darah turun drastis. Kalau sampai anafilaksis, situasinya bisa jadi darurat medis.
Intoleransi makanan biasanya lebih ringan dan fokusnya cuma di pencernaan. Perut kembung, diare, mules, atau mual adalah gejala paling umum. Gak nyaman, sih, tapi umumnya gak berbahaya. Beberapa intoleransi seperti intoleransi histamin bisa memicu gejala lain, tapi tetap gak melibatkan sistem imun seperti alergi.
3. Tes dan cara diagnosis

Alergi bisa dideteksi lewat tes medis seperti skin prick test, tes darah untuk cek antibodi IgE, atau food challenge yang diawasi dokter. Tes-tes ini sudah terbukti efektif untuk mendeteksi alergi beneran.
Sedangkan intoleransi makanan gak punya tes yang seakurat itu. Kecuali intoleransi laktosa, yang bisa diuji lewat tes napas. Selebihnya, diagnosis biasanya dilakukan lewat diet eliminasi dan mencatat gejala, lalu dibantu ahli gizi atau dokter. Jangan mudah percaya sama tes sensitivitas makanan yang dijual bebas, banyak yang gak akurat dan bisa bikin kamu menghindari makanan tanpa alasan jelas.
4. Cara menangani dan pengobatan

Kalau kamu punya alergi, satu-satunya cara aman adalah hindari makanan pemicunya sepenuhnya. Wajib baca label, hati-hati dengan kontaminasi silang, dan selalu bawa auto-injector seperti EpiPen, apalagi kalau kamu pernah mengalami reaksi parah. Ada juga terapi khusus yang bisa bantu mengurangi sensitivitas, kayak imunoterapi lewat suntikan atau paparan makanan secara bertahap.
Kalau kamu mengalami intoleransi, biasanya masih bisa makan makanan tertentu dalam jumlah kecil. Misalnya, penderita intoleransi laktosa bisa pakai suplemen enzim laktase atau pilih susu bebas laktosa. Diet eliminasi juga bisa bantu kamu tahu batas toleransimu sendiri, dan konsultasi dengan ahli gizi penting biar kamu gak kekurangan nutrisi.
5. Dampak jangka panjang dan risiko

Alergi bisa jadi kondisi yang serius, karena reaksinya bisa muncul tiba-tiba dan mengancam nyawa. Walaupun ada jenis alergi yang bisa hilang seiring waktu, banyak juga yang bertahan seumur hidup, kayak alergi kacang atau seafood. Maka dari itu, pengawasan dan kewaspadaan jangka panjang itu wajib hukumnya.
Kalau intoleransi, efek jangka panjangnya lebih ringan. Selama kamu menghindari atau mengatur jumlah makanan yang memicu gejala, kamu bisa hidup normal. Gejalanya mungkin tetap muncul kalau kamu terlalu banyak makan makanan pemicu, tapi gak sampai membahayakan nyawa.
Mengetahui apakah kamu punya alergi atau intoleransi bisa mengubah cara kamu makan dan menjaga diri. Alergi butuh perhatian medis dan pencegahan ketat, sedangkan intoleransi bisa diatur dengan mengenali batas tubuh sendiri. Jangan remehkan tanda-tanda yang muncul setelah makan, mulai catat, konsultasikan ke profesional, dan atur pola makan yang bikin kamu nyaman dan aman.