Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Modus 3 Tersangka Penggelapan Pajak Rp11,1 M Akali Faktur di Jateng

Polda Bali
Ilustrasi tersangka (IDN Times/Ayu Afria)
Intinya sih...
  • Modus faktur pajak palsu: Tiga tersangka diduga menerbitkan faktur pajak palsu dan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
  • Bagian dari pemberian efek jera: RH dan KH dapat dijatuhi hukuman pidana minimal 2 tahun hingga maksimal 6 tahun, sedangkan MM dapat dijatuhi hukuman pidana minimal 6 bulan hingga maksimal 6 tahun.
  • Peringatan bagi wajib pajak: Tersangka tidak memanfaatkan hak pengungkapan ketidakbenaran perbuatan, DJP membuka komunikasi bagi wajib pajak yang membutuhkan informasi atau klarifikasi terkait kewajiban perpajakan mereka.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Semarang, IDN Times - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyerahkan tiga tersangka kasus tindak pidana perpajakan ke Kejaksaan Negeri Semarang pada Selasa (9/12/2025). Ketiga tersangka berinisial RH, KH, dan MM diduga merugikan negara sekurang-kurangnya sebesar Rp11,1 miliar.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) DJP Direktorat Penegakan Hukum dan Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jawa Tengah I menyerahkan tersangka (P-22) setelah berkas perkara penyidikan dinyatakan lengkap (P-21).

1. Modus faktur pajak palsu

Ilustrasi pajak
Ilustrasi pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Dalam berkas perkara dijelaskan, RH selaku Direktur Utama PT DPE bersama-sama dengan KH dengan sengaja menerbitkan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya (TBTS) pada masa pajak Juli sampai Desember 2022.

Sementara itu, MM melalui PT GBP dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) masa pajak Agustus 2020. Tersangka MM juga menyampaikan SPT dan keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atas SPT Masa PPN masa pajak Februari sampai Maret 2020.

Atas perbuatan tersangka RH dan KH diduga sudah menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sekurang-kurangnya sebesar Rp8,5 miliar. Sedangkan tersangka MM diduga merugikan negara sebesar Rp2,6 miliar. Total kerugian negara dari kedua kasus ini mencapai Rp11,1 miliar.

Pada kasus itu, tersangka RH dan KH melanggar ketentuan Pasal 39A huruf a, sedangkan tersangka MM melanggar ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf c dan d juncto Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Undang-undang tersebut beberapa kali diubah. Terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

2. Bagian dari pemberian efek jera

Kepala Kanwil DJP Jateng I, Nurbaeti Munawaroh. (Dok. Kanwil DJP Jateng I)
Kepala Kanwil DJP Jateng I, Nurbaeti Munawaroh. (Dok. Kanwil DJP Jateng I)

Sebagai konsekuensi dari perbuatannya, tersangka RH dan KH dapat dijatuhi hukuman pidana penjara minimal 2 tahun hingga maksimal 6 tahun. Keduanya juga diwajibkan membayar pidana denda sebanyak 2--6 kali jumlah pajak dalam faktur pajak.

Sedangkan tersangka MM dapat dijatuhi hukuman pidana penjara minimal 6 bulan hingga maksimal 6 tahun. Tersangka MM juga diwajibkan membayar pidana denda sebanyak 2 hingga 4 kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Kepala Kanwil DJP Jawa Tengah I, Nurbaeti Munawaroh mengatakan, keberhasilan pengungkapan kasus tersebut merupakan hasil sinergi berbagai pihak aparat penegak hukum.

"Keberhasilan ini sekaligus menunjukkan keseriusan DJP dalam melakukan penegakan hukum di bidang perpajakan demi terciptanya efek jera bagi pelaku dan efek gentar bagi masyarakat dan juga untuk mengamankan penerimaan negara serta memulihkan kerugian pada pendapatan negara," katanya dilansir dalam keterangan resmi yang diterima IDN Times, Selasa (9/12/2025).

3. Peringatan bagi wajib pajak

Petugas pajak melayani wajib pajak yang memanfaatkan program pengungkapan sukarela (PPS) di Kantor DJP Jateng I. (Dok. DJP Jateng I)
Petugas pajak melayani wajib pajak yang memanfaatkan program pengungkapan sukarela (PPS) di Kantor DJP Jateng I. (Dok. DJP Jateng I)

Nurbaeti menyatakan, sebelum berkas perkara diserahkan, tersangka sudah diberikan kesempatan untuk memanfaatkan hak pengungkapan ketidakbenaran perbuatan. Namun, kesempatan tersebut tidak dimanfaatkan oleh ketiga tersangka.

"Sebelum naik ke penyerahan, kami telah melakukan upaya persuasif dan memberikan kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran, namun tidak dilakukan oleh tersangka," lanjutnya.

Hak pengungkapan ketidakbenaran merupakan mekanisme yang diberikan kepada wajib pajak untuk mengungkapkan kesalahan yang sudah dilakukan sebelum proses penyidikan berlanjut ke tahap selanjutnya. Dengan memanfaatkan kesempatan itu, tersangka berpotensi mendapatkan keringanan sanksi.

Nurbaeti menyayangkan terjadinya kembali tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak. Ia berharap kasus ini dapat menjadi pelajaran dan peringatan bagi wajib pajak lainnya.

"Kami sangat menyayangkan terjadinya lagi tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak, kami berharap hal ini dapat menjadi pelajaran bersama dan peringatan agar wajib pajak tidak coba-coba melakukan pelanggaran serupa," ujar Nurbaeti.

Ia juga menegaskan, DJP membuka komunikasi seluas-luasnya bagi wajib pajak yang membutuhkan informasi atau klarifikasi terkait kewajiban perpajakan mereka.

"Apabila ada hal yang perlu dikonfirmasi atau wajib pajak membutuhkan informasi lebih lanjut, kami membuka pintu komunikasi dan informasi seluas-luasnya melalui Kantor Pelayanan Pajak," pungkasnya.

Untuk diketahui, sebagai pengumpul 70 persen dari total penerimaan negara, DJP tidak hanya memberikan pelayanan terbaik kepada wajib pajak, tetapi juga melakukan pengawasan atas kepatuhan wajib pajak serta penegakan hukum di bidang perpajakan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us

Latest News Jawa Tengah

See More

Konsumsi BBM Naik saat Nataru di Jateng, Begini Antisipasi Pertamina

09 Des 2025, 19:11 WIBNews