Sejarah Sritex, Berawal Dari Toko Kain di Pasar Klewer Solo

Pengadilan Niaga Kota Semarang resmi menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, dalam keadaan pailit. Keputusan itu merupakan dampak dari gugatan kreditur PT Indo Bharat Rayon yang mengajukan pembatalan perdamaian dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang sebelumnya telah disepakati pada Januari 2022.
Ribuan karyawan yang tergabung di bawah perusahaan induk dan anak perusahaannya berpotensi terdampak secara langsung akibat keputusan tersebut.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang dalam keterangan tertulisnya pada Jumat (25/10/2024) pemerintah akan mengambil langkah penyelamatan karyawan PT Sritex.
Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, menyadari dampak besar dari keputusan itu. Dalam pernyataannya, ia mengakui bahwa perusahaan memang sempat berada di ambang kebangkrutan, tetapi menegaskan bahwa kondisi Sritex sudah mulai mengalami perbaikan.
"Kami terus berupaya bangkit meskipun menghadapi tekanan dari berbagai pihak, termasuk dari pandemi COVID-19 yang secara signifikan menurunkan permintaan global di industri tekstil," jelasnya.
Menurut Iwan, salah satu penyebab utama penurunan kinerja Sritex adalah pandemik COVID-19 yang menghantam rantai pasokan Global dan meningkatkan persaingan di pasar tekstil internasional. Ia juga menegaskan, perusahaan masih memiliki potensi untuk bangkit kembali melalui langkah-langkah strategis yang telah disusun.
PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), yang lebih dikenal sebagai Sritex, adalah perusahaan tekstil besar di Indonesia yang berpusat di Sukoharjo, Jawa Tengah. Berdiri sejak tahun 1966, perusahaan ini menjadi salah satu pemasok tekstil terbesar di Asia Tenggara. Sebelm dinyatakan pailit Sritex sempat menghadapi masa-masa sulit yang hampir membuatnya bangkrut pada tahun 1998 akibat krisis ekonomi Asia. Seperti apa sejarah berdirinya Sritex dan bagaimana perusahaan ini bertahan dari ancaman kebangkrutan.
1. Sejarah berdirinya PT Sritex

Sritex didirikan oleh Haji Muhammad Lukminto pada tahun 1966 di di Pasar Klewer Solo. Awalnya, usaha ini dimulai sebagai sebuah toko kain sederhana bernama Sri Redjeki.
Lukminto berfokus pada kebutuhan lokal akan tekstil berkualitas, terutama kain batik dan bahan seragam.
Berkat kerja kerasnya, toko kain ini berkembang pesat dan menjadi salah satu penyedia kain terbesar di Jawa Tengah.
Melihat peluang besar di industri tekstil, Lukminto memutuskan untuk memperluas usahanya menjadi pabrik tekstil dan resmi mendirikan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).
Pada era 1980-an hingga awal 1990-an, Sritex berhasil menjadi perusahaan tekstil yang terpadu, memproduksi segala jenis kain dari tahap awal (pemintalan benang) hingga menjadi produk akhir (pakaian jadi).
Sritex juga mulai merambah pasar internasional dengan mengekspor produknya ke Eropa dan Amerika Serikat. Perusahaan ini dikenal atas kualitas dan keandalannya dalam memenuhi pesanan besar, terutama untuk seragam militer. Bahkan, Sritex menjadi pemasok seragam untuk militer berbagai negara, seperti Jerman termasuk negara-negara anggota NATO.
2. Dihantam krisis ekonomi 1998

Pada tahun 1998, Indonesia dan sejumlah negara Asia Tenggara mengalami krisis ekonomi yang parah. Nilai tukar rupiah terjun bebas, yang membuat banyak perusahaan mengalami kesulitan likuiditas dan terlilit utang dalam bentuk dolar AS.
Krisis ini juga mengakibatkan permintaan pasar global terhadap produk tekstil menurun drastis. Sritex termasuk salah satu perusahaan yang terdampak hebat. Beban utang perusahaan dalam mata uang asing menjadi semakin berat akibat melemahnya nilai tukar rupiah, sehingga perusahaan kesulitan untuk membayar utang-utang tersebut.
Pada saat itu, Sritex menghadapi ancaman kebangkrutan yang sangat serius. Dampak dari krisis ini membuat perusahaan terancam gulung tikar karena ketidakmampuan dalam memenuhi kewajiban finansial dan turunnya permintaan pasar.
Meski demikian, kepemimpinan Lukminto dan keluarganya yang gigih membantu perusahaan untuk bertahan dan menghadapi tantangan ini. Mereka memutuskan untuk melakukan langkah-langkah restrukturisasi utang, penghematan biaya, dan perampingan operasi demi mempertahankan keberlangsungan perusahaan.
3. Restrukturisasi dan Kebangkitan Kembali

Dengan kondisi ekonomi yang sulit, Sritex melakukan berbagai langkah strategis untuk mengatasi krisis. Beberapa langkah penting yang dilakukan oleh Sritex untuk bangkit dari krisis 1998 meliputi:
Restrukturisasi Utang: Sritex bernegosiasi dengan para krediturnya untuk melakukan restrukturisasi utang. Dengan kesepakatan ini, mereka memperoleh keringanan dalam hal pembayaran dan memperpanjang jatuh tempo utang.
Diversifikasi Pasar dan Produk: Sritex memperluas pasar ekspor ke negara-negara baru untuk mengurangi ketergantungan pada pasar lokal yang sedang melemah. Perusahaan juga mulai memperluas lini produk dengan menambah variasi kain dan pakaian jadi.
Efisiensi Operasional: Sritex meningkatkan efisiensi di seluruh lini produksi untuk menekan biaya operasional. Mereka juga berinvestasi dalam teknologi produksi yang lebih modern guna meningkatkan produktivitas.
Berkat langkah-langkah ini, Sritex berhasil mempertahankan operasionalnya dan bangkit dari keterpurukan. Pada awal 2000-an, ketika perekonomian mulai pulih, Sritex kembali menguat dan memperluas pasarnya secara agresif. Mereka mendapatkan kepercayaan baru dari para pelanggan, baik di dalam maupun di luar negeri. Pada tahun 2013, Sritex melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), yang menandai fase baru pertumbuhan perusahaan dengan tambahan modal dari publik.
4. Pasca-Krisis Sritex perluas ekspor ke lebih dari 100 negara

Pasca krisis, Sritex tumbuh menjadi salah satu perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara. Mereka memperluas pasar ekspor hingga ke lebih dari 100 negara dan menjadi pemasok utama seragam militer bagi lebih dari 30 negara, termasuk angkatan bersenjata di Jerman, Inggris, dan Indonesia sendiri. Sritex juga memperluas bisnisnya ke sektor fashion retail dan menjadi salah satu pelaku industri tekstil yang terintegrasi secara vertikal, mulai dari proses pemintalan benang, penenunan kain, pewarnaan, hingga produk pakaian jadi.
Setelah pendirinya, Haji Muhammad Lukminto, meninggal pada tahun 2014, kepemimpinan Sritex dilanjutkan oleh anaknya, Iwan Setiawan Lukminto. Setahun sebelum wafatnya Muhammad Lukminto pada tahun 2013 PT Sri Rejeki Isman Tbk secara resmi terdaftar sahamnya dengan kode ticker dan SRIL pada Bures Efek Indonesia.
Pada tahun 2021 Sritex juga telah berhasil menggandakan pertumbuhan dan kinerjanya dibanding tahun 2008. Sritex juga terus berupaya untuk meningkatkan kapasitas dan teknologi produksi serta memperkuat posisinya di pasar global dengan fokus pada produk tekstil berkualitas tinggi dan memenuhi standar internasional.