TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Benang Kehidupan: Perempuan Iban Merajut Masa Depan Hutan Kalimantan

Deforestasi mencapai 10 kali lapangan sepak bola

Kegiatan Endo Segadok, komunitas tenun perempuan Iban di Dusun Sadap, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. (Dok. Endo Segadok)

Intinya Sih...

  • Perempuan Iban di Kalimantan menghidupkan tradisi tenun leluhur untuk menjaga kelestarian hutan
  • Mereka menghadapi ancaman deforestasi dengan pendekatan unik, memadukan tenun dengan upaya konservasi dan edukasi lingkungan
  • Inisiatif mereka membawa dampak positif bagi perekonomian lokal dan mendapat dukungan dari berbagai pihak

Di tengah ancaman deforestasi yang semakin mengkhawatirkan, sekelompok perempuan Iban di Dusun Sadap, Kapuas Hulu, mengambil langkah berani. Mereka menghidupkan kembali tradisi tenun leluhur sambil menjaga kelestarian hutan Kalimantan. Inisiatif unik tersebut tidak hanya melestarikan warisan budaya, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat setempat.

1. Ancaman deforestasi tinggi

Margaretha Mala, sosok di balik gerakan tersebut, mendirikan dua komunitas: Endo Segadok dan Generasi Lestari.

"Kami berharap upaya dan hasil tenun kami dapat bermanfaat untuk komunitas, baik kami sendiri maupun komunitas lainnya di Indonesia atau di negara lain," ujar Mala dengan penuh semangat.

Ancaman nyata terhadap hutan Kalimantan terungkap dalam data The Center for International Forestry Research dan World Agroforestry. Antara tahun 2000 dan 2017, sekitar 59.962 kilometer persegi (km2) hutan Kalimantan lenyap. Proyeksi hingga tahun 2032 bahkan lebih mengkhawatirkan, dengan potensi kehilangan hutan seluas 74.419 km2 - setara dengan 10 juta lapangan sepak bola.

Baca Juga: Mengapa Orangutan Hanya Ada di Indonesia? Ini Jawabannya

2. Tanaman kapas lokal hilang

Menghadapi situasi itu, Mala dan komunitasnya mengambil pendekatan unik. Mereka memadukan tradisi tenun dengan upaya konservasi. Pewarna alami masih diambil dari hutan setempat, meskipun benang kini harus didatangkan dari luar karena hilangnya tanaman kapas lokal.

Inovasi mereka tidak berhenti di situ. Konsep 'adopsi' kain tenun, bukan sekadar membeli, menciptakan ikatan khusus antara penenun dan konsumen. "Pendekatan ini menumbuhkan rasa keterhubungan dan tanggung jawab," jelas Mala. "Pengadopsi menjadi penjaga budaya Iban di masa depan."

Komunitas itu juga membuka diri kepada publik melalui tur edukasi. Pengunjung dapat mempelajari secara langsung proses tenun, budaya Iban, dan pentingnya menjaga lingkungan. Hal tersebut bukan sekadar wisata, tetapi juga sarana meningkatkan kesadaran konservasi.

Berita Terkini Lainnya