TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kasus Dokter PPDS Undip: Keluarga Mengadu, Kampus Dituding Lalai

PIhak kampus terlibat?

Suasana depan SPKT Polda Jateng. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Intinya Sih...

  • Keluarga mahasiswi ARL melaporkan dugaan perundungan dan kerja berlebihan kepada Polda Jawa Tengah.
  • ARL dikabarkan harus bekerja hampir 24 jam setiap hari, kondisi itu menyebabkan kesehatannya menurun drastis.
  • Pihak keluarga membawa bukti percakapan WhatsApp, data transfer bank, serta dokumen lain yang menunjukkan adanya perundungan dan intimidasi dari senior-seniornya.

Semarang, IDN Times – Kematian tragis mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) berinisial ARL, masih menyisakan duka mendalam bagi keluarga. Pihak keluarga resmi melaporkan dugaan perundungan dan kerja berlebihan yang dialami almarhumah selama menjalani pendidikannya ke Polda Jawa Tengah, Rabu (4/9/2024).

1. Kampus Undip tidak merespons

Kuasa hukum keluarga ARL, Misyal Achmad mengungkapkan, keluarga telah melaporkan situasi jam kerja yang tidak manusiawi kepada pihak kampus Undip, namun tidak mendapatkan respons memadai.

ARL dikabarkan harus bekerja hampir 24 jam setiap hari, mulai pukul 3 pagi hingga pukul 1:30 dini hari. Kondisi itu berlangsung terus-menerus hingga menyebabkan kesehatannya menurun drastis.

“Almarhumah sudah berulang kali mengeluh sejak tahun 2022. Keluarga juga telah melaporkan hal ini kepada Kaprodi, namun tidak ada tindak lanjut yang signifikan. Akibatnya, kondisi terus memburuk hingga terjadi hal yang tidak kita inginkan,” ujar Misyal di Polda Jateng pada Rabu (4/9/2024).

2. Bukti percakapan sampai transfer bank

Dalam laporannya, pihak keluarga membawa bukti-bukti berupa percakapan WhatsApp, data transfer bank, serta beberapa dokumen lainnya yang menunjukkan adanya perundungan, intimidasi, dan ancaman yang dialami ARL dari senior-seniornya.

“Ada lebih dari satu orang yang terlibat dalam kasus ini, seluruhnya adalah senior almarhumah,” jelas Misyal.

Misyal juga menambahkan, selain dari kalangan mahasiswa senior, pihak keluarga menduga ada keterlibatan pihak kampus, termasuk dosen, dalam pembiaran atas kondisi yang dialami ARL.

“Ibunya sudah berulang kali melapor, tetapi tidak ada perubahan terkait jam kerja dan beban yang tidak wajar,” ujarnya.

Baca Juga: Senior PPDS Anestesi RS Kariadi Ungkap Tradisi Patungan Rp10 Juta untuk Beli Makanan

3. Potensi ada korban lain yang speak up

Lebih lanjut, Misyal menggambarkan, kasus seperti itu sering terjadi dalam dunia pendidikan kedokteran, di mana para senior yang dahulu juga menjadi korban, kini melanjutkan pola perundungan tersebut kepada junior mereka.

“Ini seperti bola salju. Mereka yang dulunya korban, sekarang menjadi pelaku. Hal ini tidak seharusnya terjadi di dunia kesehatan, di mana para dokter seharusnya dibentuk dengan mental yang baik, bukan dengan gaya-gaya preman seperti ini,” tambahnya.

Pihak keluarga berharap agar kasus meninggalnya ARL bisa diusut hingga tuntas dan menjadi pembelajaran untuk menghindari terjadinya korban-korban lain.

“Ini harus tuntas. Jangan sampai ada lagi korban yang takut mengadu. Kami berharap ini bisa menjadi pintu masuk bagi korban-korban lain agar berani melaporkan,” aku Misyal.

Berita Terkini Lainnya