TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Viral Tidak Islami, Klepon Juwariah Semarang Malah Disukai Millennial

Ada sensasi ketika makan gula merah muncrat di dalam mulut

Ilustrasi jajanan tradisional klepon dan putu bumbung Nyuuss di Kota Semarang. IDN Times/Anggun Puspitoningrum

Semarang, IDN Times - Isu jajanan tradisional kue klepon tidak islami ramai diperbincangkan warganet dan memenuhi linimasa beberapa hari terakhir. Namun, kabar miring soal penganan dari beras ketan berbentuk bulat hijau bertabur parutan kelapa putih itu tidak menyurutkan semangat para penjajanya untuk tetap berjualan. 

Baca Juga: Heboh Klepon Tidak Islami, 10 Meme Lucu Kue Klepon yang Bikin Ngakak

1. Sumirah penjual klepon legendaris di Kota Semarang

Ilustrasi penjual jajanan tradisional klepon dan putu bumbung Nyuuss di Jl KH Agus Salim Kota Semarang. IDN Times/Anggun Puspitoningrum

Seperti Juwariah (45), penjual Kue Klepon dan Putu Bumbung Nyuuss di Jalan KH Agus Salim, samping eks Plasa Matahari Johar Semarang. Ia masih setia membuka lapak mulai pukul 16.00 WIB dan tutup pukul 22.00 WIB.

Berjualan kue tradisional seperti klepon dan putu bumbung sudah menjadi rutinitas juga mata pencaharian sehari-harinya agar dapur di rumah tetap ngebul.

‘’Saya sudah jualan sejak tahun 2001. Generasi kedua meneruskan usaha ibu yang sudah berjualan putu bumbung dan klepon sejak tahun 1970 an. Ibu sudah berjualan saat saya masih kecil, bahkan sebelum saya belum lahir,’’ ungkapnya saat dihubungi IDN Times, Kamis (23/7/2020).

2. Usaha Sumirah diteruskan anak ketujuhnya Juwariah dari tahun 2001 sampai sekarang

Juwariah, penjual putu bumbung dan klepon Nyuss di Jl KH Agus Salim Semarang. IDN Times/Anggun Puspitoningrum

Juwariah pun bercerita dua jajanan tersebut sudah digemari masyarakat sejak dulu. Sumirah, ibu dari Juwariah sudah berjualan secara berpindah-pindah, mulai di Pasar Johar, di dekat pabrik di jalan inspeksi tak jauh dari Pasar Johar, hingga di kampung Pedamaran.

Lapak mereka berpindah-pindah, lantaran Sumirah pada waktu itu berhadapan dengan petugas Ketentraman dan Ketertiban (Trantib) yang menertibkan pedagang kaki lima. 

‘’Ya, dulu ibu saya jualan juga dikejar-kejar petugas. Sampai akhirnya kini saya bisa jualan di lokasi sekarang di jembatan dekat (eks) Plasa Matahari Johar,’’ tuturnya.

Setiap hari Juwariah berangkat dari rumahnya di Karang Genuk MT Haryono membawa bahan adonan putu bumbung dan klepon ke lapak jualannya yang digelar di atas gerobak. Ia begitu cekatan melayani pembeli.

3. Klepon dibuat secara fresh from the open

Ilustrasi jajanan tradisional klepon dan putu bumbung Nyuuss di Kota Semarang. IDN Times/Anggun Puspitoningrum

Jika ada yang beli klepon, dia ambil adonan dari campuran tepung ketan, tepung beras dan santan kemudian dipipihkan, diisi gula merah, dibulatkan langsung direbus. Ketika sudah matang dan empuk, bulatan klepon diangkat dan ditiriskan, lalu ditaburi parutan kelapa muda dan gula halus. 

‘’Saya buat klepon ini mendadak, biar lebih fresh jika dinikmati. Begitupun, parutan kelapa yang digunakan, harus fresh biar nggak kecut atau basi saat disajikan,’’ ujar anak ketujuh dari delapan bersaudara itu.

Sehari untuk membuat klepon dia butuh 2 kilogram tepung ketan, sedangkan putu bumbung bisa habis 5 kilogram tepung beras. Seporsi klepon berisi 12 biji dihargai Rp12 ribu. Demikian juga putu bumbung Rp12 ribu sudah dapat 10 biji. 

4. Bisnis jajanan tradisional turut terkena dampak pandemik virus corona

Pelanggan membeli klepon di lapak Juwarih di Jl KH Agus Salim Semarang. IDN Times/Anggun Puspitoningrum

Namun, karena terdampak pandemik COVID-19, bisnis putu bumbung dan klepon menjadi agak sepi. Untungnya, dia tidak hanya berjualan secara konvensional, tapi juga sudah memanfaatkan pemesanan melalui ojek online.

‘’Jadi pas awal-awal (virus) corona kemarin sempat sepi. Biasanya buat klepon habis 2 kilogram tepung ketan pas corona cuma buat 1,5 kilogram saja. Belum lagi jualan tidak boleh sampai malam, jadi sepi nggak ada yang beli. Untung saja jajanan ini sudah saya daftarkan di ojek online,’’ kata Juwariah.

Dari usahanya itu meski khawatir dengan gempuran kuliner masa kini, tapi dia tetap optimistis jajanan tradisional yang dijualnya itu juga punya pasar dan penggemar sendiri.

5. Digemari orang luar negeri dan generasi milenial

Ilustrasi jajanan tradisional klepon dan putu bumbung Nyuuss di Kota Semarang. IDN Times/Anggun Puspitoningrum

Tidak hanya orang tua dan warga Semarang yang suka, generasi millennial juga menggemari jajan klepon di lapaknya. Bahkan ada juga konsumen dari luar kota dan luar negeri.

‘’Anak-anak muda itu banyak juga yang beli. Mereka kalau habis jalan-jalan di Kota Lama pasti mampir beli. Terus ada langganan dari Solo, Yogyakarta, Jakarta, bahkan ada orang India, Singapura, Malaysia juga jajan klepon atau putu bumbung ke tempat saya. Orang luar negeri ini biasanya menginep di Hotel Metro terus jalan dan beli klepon di tempat saya,’’ jelasnya. 

Klepon Nyuuss buatan Juwariah digemari karena memiliki rasa, ukuran dan tekstur yang berbeda. Dari segi rasa dan tekstur, adonan dari klepon ini lebih kenyal dan gurih, karena perpaduan tepung ketan, tepung beras dan santan yang pas. Apalagi, saat menikmatinya ada sensasi unik dari gula merah yang mencair dan muncrat di dalam mulut. 

Baca Juga: Trending Klepon Tidak Islami, Resep Klepon Legit Cuma Butuh 5 Bahan

Berita Terkini Lainnya