TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bertahan saat Pandemik, Sineas Pantura Jateng Hidup Nomaden dan Nombok

Mereka minta pemerintah hidupkan lagi layar tancap

Anggota Komunitas Rumah Kreatif Kendal saat syuting film dokumenter. Dok Ketua Rumah Kreatif Film Kendal

Semarang, IDN Times - Masa pandemik COVID-19 membuat kepayahan banyak orang. Tak terkecuali dialami Tatang Agus Riyandi, seorang sutradara film, yang harus merasakan hari-hari sulit ketika memproduksi film ditengah suasana pandemik. 

Selama setahun terakhir, ia disibukan menggarap dua film. Film pertama berjudul Setara Documentary yang dirilis tahun 2020. Sedangkan sebuah film besutannya yang berjudul Plumeria Alba dirilis pada 7 April 2021 atau sepekan pasca perayaan Hari Film Nasional

Tentu tidak mudah bagi Tatang menggarap dua buah film tersebut. Dengan berbagai aturan pembatasan aktivitas masyarakat menyebabkan dirinya pontang-panting mencari trik agar filmnya bisa dinikmati masyarakat luas. 

"Selama pandemik yang paling susah itu pas mau menggelar gala premiere. Karena ada banyak aturan pembatasan, saya akhirnya terpaksa mengadakan acara premiere lewat online. Itu pun hasilnya gak maksimal. Karena jumlah audiennya sangat terbatas dan apa yang kita sampaikan ke masyarakat tentang film kita jadi kurang maksimal," kata pria lulusan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Semarang tersebut ketika berbincang dengan IDN Times, Minggu (28/3/2021). 

Baca Juga: Festival Musik Indie Virtual Siap Digelar, Berikut Line Up-nya!

1. Sineas Semarang harus biayai film secara mandiri

festivalfilmpurbalingga.blogspot.co.id

Ketika mengerjakan film Plumeria Alba, Tatang mengaku mesti merogoh kocek sendiri untuk membiayai segala biaya produksi yang dikeluarkan. Termasuk untuk casting talent, pengambilan gambar, survei lokasi, menentukan alur cerita sampai proses akhir pada editing adegan film. 

Dengan dibantu sekitar lima kru, total biaya produksi yang ia keluarkan kisaran Rp1 juta sampai Rp2 juta.

"Memang untuk ongkos pembuatan filmnya saya biayai sendiri karena saya gak pakai sponsor. Makanya sebagian penghasilan saya akhirnya dipakai buat membiayai produksi film," ujar Tatang yang juga bekerja di perusahaan alat kesehatan itu. 

2. Tatang syuting film memakai handycam dan DSLR

Ilustrasi syuting memakai DSLR. makeuseof.com

Lantaran memakai budget yang minim, ia pun memilih memproduksi film memakai peralatan sederhana macam handycam dan kamera DSLR. Tak jarang ia hanya butuh waktu yang singkat untuk mengerjakan setiap adegan pada filmnya. 

"Durasi film yang saya bikin rata-rata 30 menit. Dan karena saya tidak pernah memikirkan untuk membawa ke festival, jadi kebanyakan saya syutingnya cukup pakai handycam atau pakai DSLR aja," aku Tatang. 

3. Tatang sudah menelurkan enam film

Salah satu syuting adegan film yang sedang digarap komunitas Rumah Kreatif Film Kendal. Dok Ketua Rumah Kreatif Film Kendal

Tercatat sejak 2016 hingga Maret 2021, Tatang sudah menelurkan enam judul film. Dua diantaranya berbentuk video klip untuk grup band indie. Masing-masing Docar Balap-Hempas yang dirilis tahun 2013, Docar Balap -Semarang My Country yang dirilis 2015.

Kemudian masih ada film berjudul SENSOR yang dirilis 2016 silam, film berjudul FOLKUMENTARY MANJAKANI KAMISENANG yang dirilis 2019, SETARA DOCUMENTARY yang dirilis tahun 2020, dan yang anyar adalah film berjudul PLUMERIA ALBA yang dirilis tahun 2021.

4. Tatang berharap Kemenparekraf bangkitkan film indie lewat layar tancap

ultimagz.com

Pada Hari Film Nasional 2021, ia menaruh harapan buat pemerintah untuk memperhatikan eksistensi sineas-sineas indie seperti dirinya. Salah satunya membuat kebijakan untuk menghidupkan layar tancap sebagai sarana menonton film di kampung-kampung.

Sebab, dengan modal cekak, dirinya kerap keliling ke desa-desa, blusukan ke kampung demi meningkatkan minat warga agar menyukai film buatan dalam negeri. 

"Sering banget saya keliling kampung di Mranggen, Demak. Saya putar film sejam lebih memakai layar tancap. Dan sebenarnya, masyarakat itu haus akan tontonan yang mendidik. Mestinya pemerintah menggerakan lagi program yang pro layar tancap. Soalnya program layar tancap dari Kemenparekraf vakum sejak 2015," akunya. 

5. Rumah Kreatif Kendal vakum karena anggotanya sibuk kuliah

Proses diskusi yang sedang dilakukan oleh anggota Rumah Kreatif Film Kendal. Dok Ketua Rumah Kreatif Film Kendal

Sementara itu, Khairul Mustofa, Ketua Komunitas Rumah Kreatif Film Kendal berkata jauh sebelum pandemik COVID-19, produksi film indie di komunitasnya sudah mandek duluan. 

"Komunitas kita kan berdiri tahun 2015. Sampai 2018 kita masih distribusi dan produksi film. Tapi akhir 2018 kita vakum karena anggota kita mayoritas anak SMA sedang sibuk kuliah. Anggota kita yang aktif ada 20 orang," ungkapnya. 

Baca Juga: Festival Film Sundance 2021 Bareng IDN Media, Momentum Film Asia

https://www.youtube.com/embed/SagTXk1NDSE
Berita Terkini Lainnya