TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ceramah di Unnes, Gus Miftah Soroti Perilaku Tokoh Agama di Medsos

Gus Miftah minta mahasiswa contoh sikap toleransi

Gus Miftah saat memberikan ceramah di Auditorium Unnes. (Dok Humas Unnes)

Semarang, IDN Times - Pimpinan Ponpes Ora Aji Sleman, Yogyakarta Miftah Maulana Habiburahman atau akrab disapa Gus Miftah menyatakan situasi yang terjadi di Indonesia saat ini telah mengusik kenyamanan beragama dan berbangsa. Ia melihat media sosial (medsos) mulai ramai kalau ada tokoh agama yang masuk ke ranah agamanya orang lain. 

Ia menganalogikan Indonesia sebagai bangsa yang besar sebenarnya merupakan rumah yang di dalamnya terdapat enam kamar. Masing-masing ada kamarnya mulai Kristen, Katolik, Islam, Hindu, Buddha dan Khonghucu. 

"Kita juga bisa lihat bahwa Pancasila sebagai ideologis yang menyatukan kita. Saya meyakini kalau orang Indonesia kembali ke kamarnya masing-masing pasti semuanya damai. Yang jadi masalah kalau kita kembali ke kamarnya orang lain. Bahkan kalau tidur dan ngompol di kamarnya orang lain," kata Gus Miftah, ketika berceramah dalam acara Konser Kebangsaan yang dihadiri para mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) dan para tokoh agama, pada Sabtu (11/6/2022).

 

Baca Juga: Nasihat Gus Miftah pada Deddy Corbuzier usai Kontroversi Podcast Ragil

1. Gus Miftah tunjukan sikap toleransi di kampungnya

Gus Miftah menjadi salah satu pembicara kunci dalam konser kebangsaan di Auditorium Unnes. (Dok Humas Unnes)

Menurutnya masyarakat terutama mahasiswa bisa mencontoh sikap toleransi yang ditunjukan warga di kampung halamannya.

Ia menyebut kampungnya yang didominasi sekitar 60 persen warga Katolik mampu menjaga kerukunan antar umat beragama. 

Di kampungnya sejak lama terjalin keakraban tanpa memandang latar belakang agamanya. Jika ada orang Katolik meninggal, maka umat Muslim setempat hadir sebagai bentuk dukungan.

Pun demikian ketika ada warga Muslim yang menggelar tahlilan untuk mendoakan keluarganya yang meninggal, umat Katolik turut gotong-royong dan dilanjutkan dengan jamuan makan bersama. 

"Anak-anak Unnes bisa studi ke kampung saya karena di sana 60 persen Katolik. Kalau ada orang Katolik meninggal mereka sembahyangan. Yang muslim hadir di belakang, habis itu makan bareng dengan orang Islam. Sama ketika orang Islam mengadakan tahlilan selalu ada yang Katolik berdiri di belakangnya. Begitu selesai juga makan bareng. Pas Natal tiba, orang Islam yang masak lalu hasilnya dibagikan ke masyarakat desa. Baik yang Kristen Katolik Hindu juga melakukan tindakan yang sama. Pas Idulfitri yang masak orang Katolik. Apa gak indah seperti itu," terangnya. 

2. Medsos ramai kalau ada tokoh agama yang masuk ranah agama lain

Ilustrasi berbagai konten yang diunggah di media sosial. (samsung.com)

Dirinya lantas mengajak kepada umat beragama di Indonesia supaya jangan lagi mencampuri kepentingan agama lain.

Masyarakat sebaiknya kembali mempelajari agamanya masing-masing. Sebab, selama ini  banyak tokoh agama yang menjadi sorotan di medsos karena cenderung mengomentari ajaran pemeluk agama lainnya. 

"Maka dari itu, ya sudah kita kembali ke kamarnya masing-masing. Hari ini kalau kita lihat ramainya di medsos itu kalau ada tokoh agama masuk ke ranah agama yang lain. Makanya dulu ada kasus Pendeta Saifudin, lalu ada Yahya Waloni juga ramai. Ada orang Islam ngomongin tentang salib haknya apa. Kalau saya gak punya kapasitas dong ngomong tentang internal kawan-kawan saya di Hindu dan Buddha. Dan (situasi) hari ini mengusik kenyamanan dalam beragama dan berbangsa," ujar Gus Miftah.

3. Rektor Unnes minta perbedaan agama jangan dibesar-besarkan

Para tokoh agama dari Katolik, Kristen, Hindu, Buddha dan Khonghucu berfoto bersama Gus Miftah dan Rektor Unnes Prof Fathur Rokhman. (Dok Humas Unnes)

Sementara itu, Rektor Unnes Prof Fathur Rokhman mengatakan, apa yang dilontarkan oleh Gus Miftah setidaknya bisa memberikan gambaran retorika mengenai situasi umat beragama yang sedang berlangsung di Indonesia.

"Yang dia sampaikan menunjukkan kalau kita harus menghargai perbedaan agama. Jadi, perbedaan agama jangan dibesar-besarkan. Tapi kita perlu memupuk sikap harmoni dalam satu keindonesiaan," urainya. 

Baca Juga: Rayakan Dies Natalis Ke-57, Unnes Beri Penghargaan Konservasi kepada Ebiet G Ade

Berita Terkini Lainnya