TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ricuh di Pasar Kliwon Solo, Tiga Orang Dipukuli, Gusdurian Desak Pelaku Diusut

Kapolresta Solo juga sempat dipukul

Ilustrasi (IDN Times/Sukma Shakti)

Solo, IDN Times - Para pecinta ajaran Gusdur yang tergabung dalam jaringan Gusdurian mengutuk peristiwa kerusuhan yang muncul saat acara midodareni di rumah Assegaf Al Jufri, Pasar Kliwon Solo. Mereka menilai midodareni jadi tradisi yang banyak dilakukan masyarakat Jawa untuk menyiapkan hari pernikahan.

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alisya Wahid mengatakan dari informasi media lokal, kerusuhan terjadi Sabtu malam (8/8/2020). Lokasinya berada di kediaman mendiang Assegaf Al-Jufri, Jalan Cempaka 81, Kampung Mertodranan RT 01/RW 1, Kecamatan Pasar Kliwon.

"Mereka juga merusak mobil dan memukul beberapa anggota keluarga. Sembari meneriakkan takbir, penyerang meneriakkan bahwa Syiah bukan Islam dan darahnya halal," katanya dalam keterangan yang didapat IDN Times, Senin (10/8/2020).

Baca Juga: Ironi 17 Agustus di "Kampung Syiah", Bak Imigran di Negeri Sendiri

1. Gusdurian tegaskan Syiah merupakan bagian dari Islam. Tapi masuk kelompok minoritas

Gambar dari Google.com

Menurutnya Syiah menjadi salah satu mazhab teologi dalam Islam yang telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Di Indonesia, katanya Syiah termasuk kategori kelompok minoritas dan kerap menerima perlakuan diskriminatif. 

Dalam kerusuhan di rumah Assegaf tersebut, lanjutnya terdapat tiga orang dilaporkan menjadi korban tindakan brutal satu diantaranya Habib Umar Assegaf. Ketiganya harus menjalani perawatan medis akibat luka-luka yang diderita. 

"Peristiwa ini menambah catatan buruk intoleransi di Indonesia yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman. Apalagi beberapa waktu yang lalu, peristiwa intoleransi juga terjadi pada masyarakat adat di Kuningan, Jawa Barat," jelasnya.

"Hal ini sungguh ironis mengingat presiden Joko Widodo pernah menyerukan tidak ada tempat bagi 
intoleransi di Indonesia.
Perlu langkah kongkrit dari berbagai pihak agar tidak ada lagi kasus intoleransi atas nama agama," tambahnya.

2. Para pelaku kerusuhan harus dihukum setimpal

Ilustrasi kerusuhan. Polisi membubarkan rencana tawuran antar geng, Jumat dini hari (7/8/2020). Instagram.com/polrestanjungperak

Pihaknya menyatakan mengutuk peristiwa kerusuhan tersebut lantaran telah mencederai nilai-nilai kemanusiaan. Ia berpendapat bila kekerasan tidak dapat dibenarkan atas alasan apapun. 

Ia juga meminta aparat kepolisian menuntaskan kasus ini melalui mekanisme konstitusi yang berlaku.

"Kepolisian harus menegakkan hukum tanpa mempertimbangkan opsi harmoni sosial yang hanya akan melanggengkan praktik kekerasan di masa mendatang. Pelaku harus dihukum setimpal dengan undang-undang yang berlaku," tegasnya.

Baca Juga: Dibanderol Rp25 Juta, Begini Prosesi Wedding Drive Thru di Kota Solo

Berita Terkini Lainnya