Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Alasan Undip dan Unissula Semarang Mundur dari BEM SI Kerakyatan

Gedung rektorat kampus Undip Tembalang Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)
Gedung rektorat kampus Undip Tembalang Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)
Intinya sih...
  • Pelanggaran SOP dilanggar dan kepentingan politik
  • Forum sudah terkontaminasi
  • Isi enam sikap BEM Undip

Semarang, IDN Times — Gelombang kritik terhadap BEM SI Kerakyatan makin ramai. Setelah BEM Universitas Diponegoro (Undip) menarik diri dari aliansi, giliran BEM Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) yang secara resmi menyatakan keluar dari BEM SI Kerakyatan dan menolak bergabung dengan aliansi mahasiswa nasional mana pun.

Ketua BEM Unissula, Wiyu Ghany Allatif Yudistira, menilai forum Musyawarah Nasional (Munas) XVIII BEM SI yang digelar pada 13–19 Juli 2025 di Padang, Sumatra Barat, telah melenceng dari semangat perjuangan mahasiswa. Salah satu sorotan tajamnya adalah kehadiran sejumlah tokoh pemerintahan dan politik. Mulai dari Menteri Pemuda dan Olahraga, Wakil Gubernur Sumbar, Kepala BIN Daerah, hingga Ketua Umum Partai Perindo, dalam forum tersebut.

“Dalam teori check and balance, gerakan mahasiswa justru harus menjaga jarak dengan pemerintah agar kritik bisa berjalan secara terbuka,” katanya dilansir keterangan resminya, Rabu (24/7/2025).

1. Pelanggaran SOP dilanggar dan kepentingan politik

BEM Unissula Semarang membentangkan spanduk mengecam pengesahan UU TNI. (IDN Times/Fariz Fardianto)
Ilustrasi BEM Unissula Semarang saat aksi membentangkan spanduk mengecam pengesahan UU TNI. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Wiyu menyesalkan, Standar Operasional Prosedur (SOP) BEM SI yang seharusnya menjadi landasan forum Munas tidak dijalankan sebagaimana mestinya.

“SOP itu hanya jadi pajangan. Ia dicederai jika bertentangan dengan kepentingan segelintir pihak. Munas tak lagi jadi ruang kolektif, tapi arena politik praktis,” imbuhnya.

Wiyu bahkan mengutip pidato Presiden RI pertama, Sukarno, untuk mempertegas posisi BEM Unissula.

“Mengutip Bung Karno: ‘Lenyapkan steriliteit dalam gerakan mahasiswa! Nyalakan terus obor kesetiaan terhadap kaum Marhaen!’ Maka dari itu, kami BEM Unissula dengan tegas dan jelas keluar dari BEM SI Kerakyatan,” tegas Wiyu.

Ia juga mengajak kampus-kampus lain untuk kembali ke akar perjuangan rakyat, dan tidak terjebak dalam struktur aliansi yang justru menjauh dari semangat perlawanan. Kehadiran tokoh-tokoh politik di forum mahasiswa, pelanggaran SOP, hingga konflik internal menunjukkan banyaknya pekerjaan rumah yang harus dibenahi jika aliansi mahasiswa ingin kembali relevan sebagai penyambung aspirasi rakyat.

“Kami akan terus bergerak bersama rakyat, bukan berdampingan dengan penguasa,” tegas Wiyu.

2. Forum sudah terkontaminasi

ilustrasi Undip (commons.wikimedia.org/Nitecloud14)
ilustrasi Undip (commons.wikimedia.org/Nitecloud14)

Langkah Unissula itu mengikuti jejak BEM Undip, yang sehari sebelum penutupan Munas juga memutuskan menarik diri dari BEM SI. Ketua BEM Undip, Aufa Atha Ariq, mengungkapkan adanya pertikaian internal yang berujung pada konflik fisik, hingga menyebabkan dua peserta luka.

“Forum yang seharusnya menjadi ruang strategis untuk perjuangan rakyat malah berubah jadi ajang rebutan jabatan dan panggung kekuasaan,” katanya.

BEM Undip menilai forum Munas telah kehilangan substansi, dan lebih mementingkan kontestasi jabatan struktural daripada adu gagasan.

“Ada dinamika politik praktis di dalam forum. Munas ini lebih menyerupai ruang kontestasi kekuasaan daripada forum refleksi gerakan,” jelas Aufa.

3. Isi enam sikap BEM Undip

potret Universitas Diponegoro (undip.ac.id)
potret Universitas Diponegoro (undip.ac.id)

Dalam pernyataan resmi, BEM Undip merumuskan enam poin sikap terkait keikutsertaannya dalam Munas BEM SI Kerakyatan:

  1. Tidak hadir untuk rebutan jabatan, melainkan demi semangat persatuan gerakan.

  2. Forum Munas tidak memuat adu gagasan, melainkan kontestasi posisi kekuasaan.

  3. Politik praktis mendominasi, bukan musyawarah berbasis demokrasi.

  4. Terjadi konflik fisik antar mahasiswa, yang memperlihatkan kemunduran nilai perjuangan.

  5. Menarik diri sebelum Munas ditutup, sebagai bentuk penolakan terhadap forum yang rusak.

  6. Menolak bergabung dengan aliansi nasional manapun, dan mengajak gerakan mahasiswa untuk refleksi.

“Kami ingin mengajak elemen mahasiswa di seluruh Indonesia bertanya: Apakah kita masih bergerak untuk rakyat, atau hanya demi ambisi kekuasaan?” tutur Aufa.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us