Fraksi Golkar DPRD Jateng Serap Aspirasi Para Ojol, Segera Temui DPR

- Pembahasan keselamatan ojol sudah masuk prolegnas
- Pembentukan perda transportasi online tunggu payung hukum
- Fraksi Golkar kumpulkan belanja masalah untuk diteruskan ke DPR RI
Semarang, IDN Times - Sejumlah pimpinan DPRD Jateng dari Fraksi Golkar menyampaikan akan menindaklanjuti keluhan para driver ojek online (ojol) dengan melangkah menemui perwakilan DPR RI secepatnya. Wakil Ketua DPRD Jateng, Mohammad Saleh, menegaskan Fraksi Partai Golkar telah menyerap berbagai persoalan terkait transportasi daring.
Ia menyebut, hasil belanja masalah dari forum ini akan ditindaklanjuti pekan depan melalui pertemuan dengan Fraksi Golkar DPR RI.
“Kita banyak mendengar masukan dari saudara-saudara kita para pelaku transportasi online. Minggu depan kita akan bertemu dengan Fraksi Partai Golkar DPR RI untuk menindaklanjuti masukan teman-teman ojol,” tuturnya dalam acara menggelar FPG Corner II bertema “Menyalurkan Aspirasi, Mengawal Regulasi, dari Jawa Tengah untuk Undang-Undang Transportasi Online Indonesia, Selasa (23/9/2025).
1. Pembahasan keselamatan ojol sudah masuk prolegnas

Saleh menyoroti masih adanya kekosongan regulasi terkait transportasi online. Meski isu keselamatan ojol sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, percepatan pembahasan sangat bergantung pada dorongan masyarakat dan komitmen DPR RI.
Melalui forum ini, pihaknya berkomitmen menampung serta menyalurkan aspirasi para pelaku transportasi online. Ini sekaligus mendorong agar regulasi yang sudah lama dinantikan segera disahkan.
“Prolegnas itu bisa cepat atau lambat tergantung dorongan masyarakat maupun teman-teman di DPR RI. Sesuai tema hari ini, kami ingin mendengarkan dan menyalurkan aspirasi agar permasalahan yang sudah bertahun-tahun ini bisa segera diselesaikan,” paparnya.
2. Pembentukan perda transportasi online tunggu payung hukum

Lebih jauh, Saleh menyebut persoalan transportasi online tidak hanya menyangkut BPJS atau keselamatan, tetapi juga tarif per menit dan per kilometer yang hingga kini masih dikeluhkan para driver.
Masukan tersebut dinilai penting untuk dirangkum sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan undang-undang transportasi online.
Ia menambahkan, sejumlah detail baru terungkap dalam forum ini. Karena itu, hasil kajian akademisi maupun praktisi, termasuk penelitian yang sudah lama dilakukan, diharapkan dapat memperkuat daftar isu yang harus ditindaklanjuti DPR RI dengan melibatkan seluruh komisi terkait.
Terkait kemungkinan pembentukan Perda transportasi online di Jateng, Saleh menegaskan hal itu tidak memungkinkan karena harus didahului dengan undang-undang sebagai payung hukum.
“Enggak bisa, karena harus ada undang-undangnya dulu. Kalau DPRD dan pemerintah daerah membuat Perda tanpa cantolan undang-undang, pasti ditolak Kemendagri saat fasilitasi. Jadi sebelum ada dasar hukumnya, Perda tidak akan disetujui,” kata Saleh.
3. Fraksi Golkar kumpulkan belanja masalah untuk diteruskan ke DPR RI

Sementara itu, Ketua Fraksi Golkar DPRD Jateng, Ferry Wawan Cahyono, menilai FPG Corner II merupakan respons terhadap isu yang tengah mengemuka, khususnya soal keadilan antara driver online dan aplikator.
Momentum ini menjadi langkah penting untuk mendorong percepatan lahirnya undang-undang yang mampu memberikan payung hukum bagi ojol, aplikator, hingga regulator, dengan aspek keadilan.
“Insyaallah kita sudah mengumpulkan daftar masalah. Minggu depan kita akan bawa ke Jakarta untuk disampaikan ke Fraksi Partai Golkar DPR RI. Harapannya bisa mempercepat lahirnya undang-undang dengan tetap mengedepankan aspek keadilan dan perlindungan bagi para driver online,” kata Ferry.
4. Para ojol terbebani banyak aturan dari aplikator

Koordinator Ojol Jawa Tengah, Thomas Aquino, mengungkapkan keluhan para driver terhadap berbagai kebijakan aplikator, salah satunya program Grab Akses Hemat yang dinilai memberatkan.
“Kami harus membayar biaya langganan Rp13.000 per hari. Kalau dikalikan sebulan Rp390 ribu. Itu bisa untuk kebutuhan rumah tangga. Karena terbebani, banyak driver akhirnya mengabaikan faktor keselamatan,” ungkapnya.
Selain soal tarif dan potongan biaya, para driver juga menyoroti skema insentif yang dinilai merugikan.
“Dulu insentif masih jelas, sekarang seperti prank. Target sudah dikejar, tapi kalau lewat satu menit saja, bonus hangus,” ujarnya.