Waduh! Dana Desa Rp598 M Batal Cair, 2.176 Desa di Jateng Kelimpungan

- Kades terkejut dana desa non earmark tidak bisa dicairkan
- Dispermades pastikan dana desa non earmark Rp598 M batal cair
- Dana desa non earmark biasanya untuk biayai posyandu
Semarang, IDN Times- Sebanyak 2.176 desa dari total 7.870 desa yang ada di Jawa Tengah dipastikan gagal mencairkan alokasi anggaran dana desa non earmark lantaran terkena imbas perubahan peraturan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Berdasarkan pengakuan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Pencatatan Sipil (Dispermadescapil) Jawa Tengah, perubahan peraturan tersebut diterbitkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yang diteken antara Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Menteri Keuangan (Menkeu) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 9 Tahun 2025.
SKB tiga menteri mengatur atas perubahan Permenkeu Nomor 108 Tahun 2024 tentang pengalokasian dana desa setiap desa, penggunaan dan penyaluran dana desa tahun anggaran 2025.
1. Kades syok dana desa non earmark tidak bisa dicairkan

Kepala Dispermadescapil Jawa Tengah, Nadi Santoso mengatakan pihaknya hanya sebatas melaksanakan aturan SKB tiga menteri tersebut karena secara teknis alokasi dana desa dipegang oleh Kemenkeu.
"Pembiayaan operasional masing-masing desa selama ini rutin memakai anggaran dana desa non earmark. Biasanya dipakai untuk kegiatan awal tahun. Nah, pengajuan dana non earmark ini langsung dari KPPN. Cuman akhir-akhir ini banyak kades kaget karena tanpa pemberitahuan surat sama sekali, tiba-tiba (dana desa non earmark) tidak bisa dicairkan,"ujar Nadi kepada IDN Times, Selasa (9/12/2025).
2. Dispermades pastikan dana desa non earmark Rp598 M batal cair

Lebih jelas lagi, ia berkata total dana desa non earmark yang gagal dicairkan di Jawa Tengah mencapai Rp598.425.756.906. Sehingga jumlah desa yang tidak kebagian dana desa non earmark mencapai 2.176 desa.
"Yang kepending (pencairan dana desa non earmark) ada 2.176 desa. Jadinya kalau ditotal seluruh Jateng desanya ada 7.870 wilayah, berarti ada 30 persen yang belum bisa cair," ungkapnya.
Menurutnya dengan gagalnya pencairan dana desa non earmark inilah yang membuat para kepala desa (kades) yang kerap memprotes keputusan pemerintah pusat.
Sebab rancangan penggunaan anggaran dana desa non earmark, katanya sudah jauh-jauh hari dirancang melalui tahapan musyawarah desa (musdes) dan musyawarah desa khusus (musdesus) di tiap desa.
3. Dana desa non earmark biasanya untuk biayai posyandu

Kabid Administrasi Pemerintahan Desa, Dispermadescapil Jawa Tengah, Didi Hariyadi menuturkan dana desa non earmark fungsinya untuk membiayai operasional Posyandu tiap desa, operasional PAUD, pemberian honor guru ngaji serta pembiayaan sarana infrastruktur jalan pedesaan.
"Makanya karena kadung dibahas di lokasi mudes, sudah dirancang sedemikian rupa, kemudian anggarannya tidak bisa cair, itu yang bikin kades-kades keberatan. Dana desa kan ada dua sistem alokasi. Earmark dan non earmark. Yang earmark rutin buat pencairan BLT, ketahanan pangan, belanja operasional desa. Sisanya baru masuk non earmark. Itu buat operasional posyandu, PAUD, guru ngaji. Itu pembiayaan yang sekarang tertahan karena ada aturan terbaru," papar Didi.
4. Tahun depan pemdes dibiayai APBD

Namun ia mengklaim terhentinya pengalokasian dana desa non earmark tidak serta-merta mengganggu kegiatan di desa. Karena penggunaan dana desa non earmark tidak begitu krusial.
"Pembayaran honor perangkat desa dan honor APBDes tidak ada masalah karena beda anggaran," akunya.
Diperkirakan apabila pemdes tidak ada pembiayaan dari dana desa non earmark, maka di tahun depan alokasi anggarannya diamb dari sumber dana lainnya. "Termasuk bisa dari APBD," tandasnya.


















