[OPINI] TOD, Solusi Tepat Atasi Urban Sprawl di Ungaran?

- Kota Ungaran menghadapi urban sprawl karena pertumbuhan penduduk dan mobilitas yang signifikan.
- TOD muncul sebagai alternatif strategi penataan ruang dengan prinsip kepadatan tinggi, pencampuran fungsi lahan, dan desain ramah pejalan kaki.
- TOD berpotensi memberikan manfaat signifikan bagi Ungaran dalam hal kepadatan, mobilitas, penggunaan lahan, dan aspek ekonomi.
Semarang, IDN Times - Kota Ungaran sedang menghadapi dilema klasik yang menghampiri banyak kota berkembang di Indonesia, yakni urban sprawl. Sebagai ibu kota Kabupaten Semarang yang terletak di jalur strategis antara Kota Semarang dan Kota Solo (Surakarta), Ungaran mengalami pertumbuhan jumlah penduduk dan mobilitas yang signifikan selama beberapa dekade terakhir.
Pola penyebaran permukiman yang meluas ke wilayah pinggiran pun tidak terelakkan.
Di tengah tantangan tersebut, konsep Transit-Oriented Development (TOD) muncul sebagai alternatif strategi penataan ruang yang patut dipertimbangkan. Tapi apakah TOD benar-benar menjadi solusi tepat untuk Ungaran?
TOD bukanlah sekadar jargon perencanaan kota. Konsep tersebut merupakan pendekatan pembangunan yang mengintegrasikan kawasan perumahan, tempat kerja, dan berbagai layanan publik dengan stasiun atau halte transportasi publik.
Setidaknya ada tiga prinsip utama yang menjadi fondasi TOD. Pertama, pembangunan dengan kepadatan tinggi di sekitar titik transit seperti stasiun kereta atau halte bus rapid transit. Kedua adalah pencampuran fungsi lahan yang mencakup rumah, kantor, toko, sekolah, hingga fasilitas umum.
Ketiga, desain kawasan yang ramah bagi pejalan kaki dan pesepeda untuk mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi.
Pendekatan itu memungkinkan masyarakat memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa harus menempuh jarak jauh. Secara tidak langsung, TOD mendorong terciptanya komunitas yang lebih mandiri dan berkelanjutan.
Potensi Dampak Positif bagi Ungaran
Jika diterapkan dengan tepat, TOD berpotensi memberikan sejumlah manfaat signifikan bagi Ungaran. Dari aspek kepadatan, konsep itu dapat mengonsentrasikan pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi di zona sekitar stasiun. Langkah tersebut secara logis akan mengurangi tekanan untuk membangun di wilayah pinggiran kota.
Dari sisi mobilitas, TOD menawarkan alternatif transportasi massal yang cepat dan terjangkau. Ketersediaan transportasi publik yang memadai dapat menurunkan kebutuhan masyarakat untuk memiliki mobil pribadi, sekaligus mengurangi kemacetan dan polusi udara.
Dalam hal penggunaan lahan, TOD mengoptimalkan area yang sudah terhubung dengan infrastruktur. Pendekatan tersebut berpotensi mengurangi fragmentasi lahan pertanian atau kawasan hijau di wilayah pinggiran yang selama ini kerap menjadi korban ekspansi permukiman.
Aspek ekonomi juga tidak bisa diabaikan. TOD dapat menarik investasi, meningkatkan nilai properti, dan menciptakan lapangan kerja baru di sekitar stasiun transit. Multiplier effect atau dampak berganda ekonomi yang dihasilkan tentu akan menguntungkan perekonomian lokal secara keseluruhan.

Meski demikian, akan naif jika hanya melihat sisi terang dari TOD. Ada sejumlah tantangan serius yang perlu diantisipasi bersama.
Kenaikan harga lahan di sekitar zona TOD dapat mendorong penduduk berpendapatan menengah ke bawah keluar dari area tersebut. Ironisnya, kondisi itu justru berpotensi menciptakan urban sprawl baru di daerah dengan harga lahan lebih murah.
Fenomena tersebut lazim disebut sebagai gentrifikasi, di mana penduduk asli terdorong keluar akibat kenaikan biaya hidup.
Keterbatasan jaringan transportasi publik yang ada saat ini juga menjadi hambatan signifikan. TOD akan kurang efektif jika tidak diiringi peningkatan layanan kereta atau bus yang memadai. Tanpa konektivitas yang baik, TOD hanya akan menjadi kawasan padat tanpa manfaat mobilitas yang dijanjikan.
Pengembangan TOD yang tidak terkoordinasi juga berisiko menghasilkan pembangunan vertikal yang tidak sesuai dengan karakter lokal atau menimbulkan masalah drainase. Ungaran dengan karakteristik geografisnya yang berbukit tentu memerlukan perencanaan yang lebih cermat.

Beberapa kota di Indonesia sudah lebih dulu menerapkan konsep TOD dengan hasil yang patut dijadikan referensi. Di Bandung, pengembangan stasiun kereta commuter dengan apartemen, kantor, dan pusat perbelanjaan dilaporkan sudah menurunkan tingkat kepemilikan mobil di sekitarnya.
Sementara di kawasan Surabaya-Sidoarjo, integrasi antara stasiun dan kawasan komersial berhasil mengurangi kebutuhan perjalanan ke pusat kota. Kedua contoh tersebut menunjukkan bahwa TOD bukanlah konsep utopis, melainkan pendekatan yang dapat diterapkan dalam konteks Indonesia.
Meskipun belum ada proyek TOD berskala besar di Ungaran, rencana pembangunan jalur kereta commuter Semarang-Ungaran dan rencana pembangunan stasiun baru memberikan momentum yang tepat untuk menerapkan konsep serupa.
Lima Kunci Keberhasilan TOD
Keberhasilan penerapan TOD di Ungaran bergantung pada setidaknya lima faktor utama yang harus dipenuhi secara simultan.
Pertama, konektivitas transportasi melalui peningkatan frekuensi dan keandalan layanan kereta commuter serta jaringan bus feeder. Tanpa konektivitas yang baik, TOD akan kehilangan esensinya. Yang kedua, regulasi zoning yang menetapkan zona kepadatan tinggi dan campuran fungsi di sekitar stasiun. Pemerintah daerah perlu menyiapkan kerangka regulasi yang mendukung implementasi TOD.
Ketiga adalah partisipasi masyarakat dalam perencanaan untuk menghindari gentrifikasi dan memastikan ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan. Pendekatan top-down tanpa melibatkan warga hanya akan menciptakan resistensi.
Keempat, infrastruktur pendukung seperti trotoar yang layak, jalur sepeda, dan sistem drainase yang memadai. Detail-detail tersebut sering diabaikan tetapi sangat menentukan keberhasilan TOD.
Terakhir atau kelima, insentif finansial melalui skema pembiayaan yang memudahkan pengembang menyediakan unit rumah bersubsidi. Tanpa mekanisme ini, TOD hanya akan melayani kalangan menengah ke atas.

TOD berpotensi nyata untuk mengurangi urban sprawl di Kota Ungaran. Konsep itu menawarkan pendekatan yang memusatkan pertumbuhan di sekitar titik transit, meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, dan menyediakan alternatif transportasi yang ramah lingkungan.
Namun, keberhasilan tersebut tidak akan datang dengan sendirinya. Diperlukan koordinasi yang solid antara pemerintah, pengembang, dan masyarakat, serta komitmen serius dalam meningkatkan kualitas layanan transportasi publik.
Jika diterapkan dengan perencanaan yang inklusif dan komprehensif, TOD dapat menjadi salah satu pilar pembangunan kota yang lebih kompak, berkelanjutan, dan berkeadilan di Ungaran. Pertanyaannya: apakah seluruh pemangku kepentingan siap berkomitmen untuk mewujudkannya?
Momentum rencana pembangunan jalur kereta commuter Semarang-Ungaran seharusnya menjadi titik awal yang tepat. Kesempatan tersebut tidak boleh disia-siakan.
Santi Inderawati, ST., MM., Mahasiswa Program Studi (S2) Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Islam Sultan Agung Semarang, yang juga praktisi pengembang perumahan di Jawa Tengah dan aktif di organisasi DPD Himperra Jateng sebagai Wakil Sekretaris Bidang Perbankan dan CSR.

















