Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kenapa Anak Perempuan Suka Pink? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Ilustrasi anak anak dengan baju pink ( pexels com/Diego Saverino Castro )

Pernah nggak sih kamu mikir, kenapa sih warna pink identik banget sama cewek? Dari kecil, kamar perempuan sering dipenuhi nuansa pink, mulai dari baju tidur, boneka, sampai tas sekolah.

Sementara warna biru sering banget jadi “jatah” anak laki-laki. Padahal waktu bayi, warna-warna itu rasanya nggak terlalu penting. Ternyata, ada alasan ilmiah kenapa semua ini bisa terjadi, dan bukan cuma soal selera semata.

Warna bisa jadi hal sepele bagi orang dewasa, tapi bagi anak-anak, warna punya peran penting dalam mengenal dunia. Dari mainan sampai pakaian, warna jadi salah satu cara anak-anak belajar membedakan dan mengidentifikasi hal-hal di sekitarnya.

Tapi, kenapa sih seolah-olah warna juga ikut “diberi jenis kelamin”? Pink buat cewek, biru buat cowok. Apakah itu cuma kebetulan atau ada penjelasan yang lebih dalam? Yuk kita bedah lebih dalam kenapa kenapa anak perempuan suka warna pink.

1. Paparan testosteron bisa pengaruhi preferensi gender

ilustrasi wanita hamil (pexels.com/Andre)

Sejak dalam kandungan, hormon seperti testosteron sudah mulai bekerja membentuk kecenderungan perilaku tertentu.

Anak perempuan dengan kondisi medis tertentu seperti CAH (Congenital Adrenal Hyperplasia), yang mengalami paparan testosteron lebih tinggi, cenderung menyukai aktivitas dan benda yang lebih “maskulin”. Ini menunjukkan bahwa faktor biologis memang punya peran, walaupun bukan satu-satunya penentu.

Perempuan dengan kondisi ini juga lebih sering menunjukkan orientasi non-heteroseksual dan perilaku yang tidak selalu sesuai stereotip gender. Tapi tenang, ini bukan berarti semua preferensi bawaan. Hormon hanya satu dari sekian banyak pengaruh yang bekerja sejak dini.

Bisa dibilang, tubuh diam-diam sudah mengatur "kecenderungan awal", tapi tetap dibentuk oleh lingkungan sekitar.

2. Sosialisasi dari orang tua Membentuk pola preferensi

ilustrasi parenting (pexels.com/Andrea)

Lingkungan kita sejak kecil sangat memengaruhi apa yang kita suka. Banyak orang tua membeli mainan berdasarkan gender—mobil-mobilan untuk anak laki-laki, boneka atau alat masak-masakan untuk anak perempuan. Bahkan kamar pun didekorasi sesuai warna “gender”: biru untuk cowok, pink untuk cewek.

Studi dari Psychology Today menunjukkan bahwa anak usia 2–6 tahun sudah dibentuk oleh lingkungan sekitar, termasuk barang-barang di kamar mereka. Nggak heran kalau preferensi warna dan benda terbentuk begitu kuat.

Jadi, sejak kecil kita memang “didorong” untuk menyukai hal tertentu berdasarkan jenis kelamin kita.

3. Anak belajar meniru gender yang sama

Ilustrasi anak belajar dengan ibunya (pexels.com/RDNE)

Saat anak mulai paham soal dirinya , misalnya, “aku perempuan”, mereka cenderung meniru orang yang dianggap sama gendernya. Ini disebut sosialisasi diri. Mereka mulai memilih aktivitas dan benda yang dianggap “cocok” buat cewek atau cowok.

Contohnya, anak perempuan akan lebih tertarik pada boneka atau benda pink setelah tahu bahwa itu “buat cewek”. Mereka menyesuaikan diri biar dianggap sesuai ekspektasi sosial. Dan lucunya, itu terjadi bahkan tanpa disuruh.

Sadar atau nggak, sejak kecil kita belajar mengikuti label yang menempel ke diri kita.

4. Warna pink bukan preferensi bawaan

Ilustrasi anak dengan mainan pink (pexels.com/Karolina)

Meski pink sering dikaitkan dengan cewek, ternyata anak-anak di bawah umur dua tahun nggak menunjukkan preferensi warna berdasarkan gender. Preferensi itu baru muncul sekitar usia dua atau tiga tahun, saat kesadaran gender mulai berkembang.

Yang menarik, makin dewasa, perempuan dan laki-laki cenderung sama-sama suka biru, dan hanya sedikit perempuan yang tetap lebih menyukai pink. Ini bukti bahwa selera warna bukan dari lahir, tapi karena proses belajar dan asosiasi sejak kecil.

Jadi, pink bukan warna “alami perempuan”, tapi hasil dari pengalaman sosial dan budaya.

5. Makna pink di budaya populer dan psikologi warna

ilustrasi pink papper (pexels.com/Artem)

Dalam budaya Barat, pink sering dikaitkan dengan cinta, kelembutan, dan feminitas. Ada juga istilah “drunk-tank pink” , warna pink pucat yang digunakan di ruang tahanan untuk menenangkan tahanan. Bahkan beberapa tim olahraga mengecat ruang ganti lawan dengan warna pink buat menurunkan energi mereka.

Tapi pink juga punya sisi kontroversial. Istilah “pinkwashing” muncul untuk mengkritik perusahaan yang pura-pura peduli isu gender atau LGBTQ+ demi branding. Di sisi lain, pink tetap punya daya tarik emosional: hangat, menyenangkan, bahkan dianggap kreatif dan penuh semangat.

Warna ini punya banyak makna, tergantung siapa yang melihat dan bagaimana ia dibesarkan.

Jadi, kalau kamu penasaran kenapa banyak anak cewek suka pink, jawabannya bukan cuma soal warna kesukaan biasa. Ada proses biologis, sosial, dan budaya yang membentuknya sejak kecil. Nggak ada yang aneh dengan itu, dan semuanya sah-sah aja. Selera kita itu hasil perjalanan panjang—dan pink cuma satu bagian kecil dari cerita besar itu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bandot Arywono
EditorBandot Arywono
Follow Us