5 Penyebab Bunuh Diri yang Salah Menurut Teori Suicide, Buat Renungan!

- Bunuh diri bukan disebabkan oleh penyakit jiwa, melainkan tekanan eksternal yang memaksa.
- Alkohol tidak selalu menjadi faktor pemicu bunuh diri, data menunjukkan keterbatasan asumsi masyarakat.
- Faktor keturunan dan cuaca juga tidak dapat dipastikan sebagai penyebab tindakan bunuh diri.
Seperti diketahui bersama bahwa bunuh diri merupakan tindakan dengan sengaja mematikan diri sendiri. Bukan tanpa alasan, tentu tekanan dalam berbagai dimensi hidup menjadi faktor penyebabnya.
Berdasarkan peristiwa bunuh diri yang pernah terjadi, banyak orang membuat kesimpulan terkait penyebabnya, nih. Namun, nyatanya beberapa faktor penyebab bunuh diri yang sering dikait-kaitkan itu tidak benar, lho.
Yakni, seorang sosiolog yang bernama Emile Durkheim menjelaskannya dalam teori suicide. Hasil penelitian empirisnya juga telah diterbitkan menjadi buku dengan judul yang sama, suicide. Berikut penjabaran lima faktor penyebab bunuh diri yang terkenal di masyarakat, tetapi justru salah.
1. Bunuh diri yang disebabkan gangguan kejiwaan

Secara logika, Durkheim mengakui bahwa seseorang melakukan bunuh diri karena mentalnya terlienasi atau terasingkan. Namun, fenomena bunuh diri yang banyak terjadi ini bukan karakteristik penyakit jiwa pada diri manusia.
Secara lebih kompleks, bunuh diri yang disebabkan oleh faktor internal manusia menurut Durkheim jadi kurang empiris. Hal tersebut karena tidak satu satu pun manusia di dunia ini yang ingin menyakiti dirinya sendiri.
Kecuali, ada faktor eksternal yang menekan dan memaksanya untuk lebih baik bunuh diri saja. Yang mana dengan pemikiran bahwa bunuh diri dapat membebaskan dan melepaskan dari beban hidup yang ada.
Lebih lanjutnya, jika tindakan bunuh diri dikaitkan dengan penyakit kejiwaan. Maka, sudah jelas orang yang melakukan bunuh diri adalah orang gila. Namun, pada kenyataannya, tidak semua orang gila ingin membunuh dirinya sendiri.
Sebaliknya, orang yang waras dengan kesadaran penuh pun ada yang melakukan bunuh diri. Dengan begitu, jelas bahwa tindakan bunuh diri menurut Durkheim tidak empiris jika disebabkan oleh gangguan kejiwaan.
2. Bunuh diri yang dipengaruhi alkohol

Dalam buku suicide, Durkheim membahas pola asumsi seseorang menyebutkan alasan bunuh diri karena dipengaruhi oleh alkohol. Yakni, ketika seseorang mengkonsumsi alkohol, maka orang tersebut jadi kehilangan kesadarannya. Terlebih memiliki emosi yang tidak stabil dan tak terkontrol. Sehingga, memungkinkan terjadinya tindakan di luar batas, termasuk bunuh diri.
Namun, setelah Durkheim melakukan penelitian empiris hingga mendapatkan bukti-bukti. Data yang ada menunjukkan ketika tindakan bunuh diri meningkat, justru tindakan pengkonsumsian alkohol tidak terlalu meningkat. Lalu juga terdapat data terjadi peningkatan tindakan pengkonsumsian alkohol tanpa terjadinya bunuh diri.
Sehingga, Durkheim memberikan konklusi bahwa pelaku bunuh diri memiliki aktivitas terkahir yakni konsumsi alkohol. Hal tersebut yang melahirkan asumsi masyarakat adanya alkohol yang menyebabkan bunuh diri. Padahal, banyak orang yang mengkonsumsi alkohol tanpa melakukan tindakan bunuh diri.
3. Bunuh diri karena faktor keturunan

Ibarat buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Maka, masyarakat juga sering mengasumsikan tindakan bunuh diri yang disebabkan oleh faktor keturunan. Sederhananya, yakni ketika seorang anak memilih untuk bunuh diri dengan mencontoh orangtuanya yang terlebih dahulu telah melakukan tindakan bunuh diri.
Akan tetapi, faktor keturunan yang menyebabkan terjadinya tindakan bunuh diri ini kurang empiris menurut Durkheim. Hal tersebut dibuktikan jika semua anak mengikuti orangtuanya yang bunuh diri. Maka, akan terjadi penurunan jumlah penduduk secara signifikan. Ya, karena seseorang memiliki anak yang mengikutinya mati ketika ia bunuh diri.
Namun, kenyataanya tidak ada suatu negara yang mengalami peningkatan tindakan bunuh diri secara terus-menerus. Hal tersebut membuktikan bahwa tidak ada hubungannya antara tindakan bunuh diri dengan faktor keturunan.
4. Bunuh diri yang dipengaruhi faktor alam

Tindakan bunuh diri yang dipengaruhi oleh faktor alam ini secara spesifik menurut Durkheim berupa cuaca dan temperatur suhu musim. Secara lebih lanjut, muncul asumsi bahwa saat musim dan cuaca dengan langit menunjukkan kegelapan. Lalu temperatur udaranya jadi rendah dan lembab.
Maka, saat itulah suasana mendukung seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri. Yang mana cuaca dengan suhu rendah membuat seseorang semakin melankolis. Yakni, dengan bisa merasakan kesedihannya yang lebih dalam lagi.
Dengan cuaca dan suasana yang mendukung ini, seseorang semakin meratapi dan merasakan kesakitan akan penderitaannya, keputusasaannya, hingga ketidakbahagiaan dalam hidupnya. Dengan begitu, emosional yang bergejolak mendukung untuk melakukan bunuh diri dalam rangka mengakhiri semuanya.
Nah, ketika asumsi tersebut diteliti oleh Durkheim, ternyata secara empiris tidak terbukti. Yakni, ketika cuaca berpengaruh dalam tindakan bunuh diri. Maka, seharusnya selalu terjadi peningkatan data bunuh diri secara terus-menerus dalam musim dingin dan musim gugur.
Namun, pada kenyataannya peningkatan tindakan bunuh diri tidak hanya terjadi dalam musim tertentu saja. Yakni, selalu terjadi peningkatan maupun penurunan pada setiap musim yang ada. Maka, dapat dikatakan bahwa musim dapat menjadi penyebab seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
5. Bunuh diri yang dipengaruhi faktor imitasi

Durkheim menjelaskan bahwa imitasi merupakan kegiatan meniru apa yang dilihat dari orang lain. Dengan begitu, muncul asumsi bahwa tindakan bunuh diri bisa disebabkan karena mencontoh orang lain yang mati bunuh diri di depannya.
Namun, setelah melakukan penelitian empiris, Durkheim tidak menemukan keterkaitan antar keduanya. Yang mana ketika ditemukan seseorang memang bunuh diri setelah melihat kasus bunuh diri. Hal tersebut disebabkan kesadaran bahwa tidak ada satu pun manusia yang ingin menyakiti dirinya sendiri.
Jadi, proses imitasi hanya berlaku untuk hal-hal yang menjadi keinginan dan kebutuhan dalam menjalani kehidupan. Misalnya saja seperti imitasi atau mengikuti nilai-nilai yang sudah ada secara turun-temurun terkait adat istiadat. Pun contoh lainnya seperti proses imitasi dengan meniru budaya idolanya. Sehingga, tindakan bunuh diri itu berada di luar definisi dari proses imitasi yang ada.
Setelah membaca ulasan di atas, apakah ada salah satu faktor penyebab terjadinya tindakan bunuh diri yang masih kamu percayai? Coba jawab dengan jujur. Meski ulasan di atas berdasarkan penelitian seorang ilmuwan. Namun, bukan artinya kamu dilarang untuk memercayai apa yang jadi keyakinanmu. Hanya saja, awas kamu jadi terjebak atas keyakinanmu sendiri.
6. Mari bersama cegah perilaku bunuh diri

Bunuh diri merupakan masalah kesehatan jiwa serius yang sering diabaikan masyarakat. Jika kamu membutuhkan pertolongan atau mengenal seseorang yang membutuhkan bantuan, kamu bisa menghubungi layanan konseling pencegahan bunuh diri, di nomor telepon gawat darurat (emergency) hotline (021) 500–454 atau 119, bebas pulsa.
Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI, saat ini sudah terdapat lebih dari 3.000 Puskesmas yang memiliki layanan kesehatan jiwa. Kamu bisa menghubungi atau langsung mendatangi Puskesmas terdekat untuk mengetahui apakah mereka melayani kesehatan jiwa.
Bagi pemegang BPJS, konsultasi kejiwaan di Puskesmas tidak dikenakan biaya alias gratis. Jika belum memiliki BPJS, kamu tetap bisa berkonsultasi dengan biaya administrasi sebesar Rp5.000.Selain itu, Kemenkes RI juga menyiapkan 5 RS jiwa rujukan yang dilengkapi dengan layanan konseling kesehatan jiwa dan pencegahan bunuh diri.
RS jiwa tersebut ialah:
- RSJ Amino Gondohutomo Semarang, nomor telepon (024) 6722565
- RSJ Marzoeki Mahdi Bogor, nomor telepon (0251) 8324024, 8324025, 8320467
- RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta, nomor telepon (021) 5682841
- RSJ Prof Dr Soerojo Magelang, nomor telepon (0293) 363601
- RSJ Radjiman Wediodiningrat Malang, nomor telepon (0341) 423444
NGO Indonesia pencegahan bunuh diri:
1. Jangan Bunuh Diri
telp: (021) 9696 9293
email: janganbunuhdiri@yahoo.com
2. Organisasi INTO THE LIGHT
message via page FB: Into The Light Indonesia (@IntoTheLightID)
direct message via Twitter: @IntoTheLightID
3. Kementrian Kesehatan Indonesia
telp: (021) 500454