Eko Handoyo Sering Dikritik Sok Suci Saat Jadi Penyuluh Anti Korupsi

Semarang, IDN Times - Perjuangan untuk memberantas korupsi ternyata memiliki tantangan yang sama dengan menanamkan nilai-nilai anti korupsi di masyarakat. Tantangan itu dirasakan oleh para penyuluh anti korupsi yang tak kenal lelah mengedukasi masyarakat untuk tidak melakukan praktek korupsi.
1. Ikhtiar sebagai penyuluh anti korupsi

Seperti ikhtiar yang dilakukan Profesor. Dr. Eko Handoyo M.Si sebagai penyuluh anti korupsi. Guru Besar Bidang Nilai Etika dan Kebijakan Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Negeri Semarang (Unnes) ini bertugas menjadi kepanjangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak tahun 2017.
“Jadi, waktu itu tahun 2016, KPK ada pelatihan Penyuluh Anti Korupsi. Saya ikut sebagai calon penyuluh, mengikuti tahapan ujian dan dinyatakan kompeten sebagai penyuluh tingkat madya pada tahun 2017,” ungkapnya kepada IDN Times, Sabtu (27/7/2024).
Eko mengedukasi tentang pendidikan anti korupsi tidak hanya kepada mahasiswa sebagaimana ia sebagai dosen Jurusan Politik dan Kewarganegaraan di Unnes. Akan tetapi, juga mendatangi sekolah-sekolah untuk menanamkan nilai-nilai anti korupsi kepada siswa dan pendidik.
Semua ini dilakukan pria kelahiran Pati, 8 Juni 1964 itu sebagai wujud kepedulian terhadap nasib bangsa dan bermanfaat bagi orang lain.
2. Penting menanamkan nilai-nilai anti korupsi sejak dini

Ia melakukan penyuluhan di sekolah-sekolah mulai jenjang SMP, SMA, pondok pesantren hingga perguruan tinggi. Tidak selalu karena mendapat tugas dari KPK, peran sebagai penyuluh ini merupakan inisiatif dari Eko sendiri yang merupakan upaya melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat. Selain ke satuan dan institusi pendidikan, Eko juga terjun ke kelompok masyarakat seperti kelurahan dan desa-desa di berbagai daerah di Jawa Tengah.
“Kalau sebagai dosen ya tentu saja mengajar pada mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi. Sebab, di Unnes sendiri sejak tahun 2010 memang ada mata kuliah Anti Korupsi yang wajib diajarkan pada program studi PPKN, Ilmu Politik, dan Ilmu Kewarganegaraan. Pendidikan anti korupsi ini juga masuk di mata kuliah Pendidikan Konservasi yang diajarkan kepada seluruh program studi di Unnes sejak 2019,” katanya.
Menurut penulis buku “Pendidikan Antikorupsi” ini, memang sangat penting menanamkan nilai-nilai anti korupsi sejak dini kepada generasi muda. Sebab, ke depan merekalah yang akan menjadi agen perubahan dan anti korupsi di masyarakat.
“Maka, kami ajarkan kepada mereka mulai dari pengertian korupsi, teori, dampak, perundang-undangan, dan sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun tidak hanya pembelajaran kognisi, pada aspek sikap dan skill, pada akhir mata kuliah kami juga mengajak mahasiswa melakukan aktivitas yang sifatnya bikin happy, yakni menggelar Festival Anti Korupsi,” jelasnya.
3. Jalan penyuluh tidak selalu mulus

Untuk diketahui, Festival Anti Korupsi ini ada banyak aktivitas yang melibatkan mahasiswa seperti acara musik, games, baca puisi dengan tema anti korupsi. Festival tersebut sudah berlangsung enam kali di Unnes dan mendorong mahasiswa menjadi agen anti korupsi serta tunas integritas.
“Tentu pendidikan ini tidak bisa dinilai dalam waktu dekat. Namun, akan menjadi bekal bagi mereka saat sudah lulus dan memasuki dunia kerja. Mereka bisa menerapkan nilai-nilai anti korupsi seperti jujur, disiplin, tanggung jawab, mandiri, sederhana, kerja keras, peduli, berani, dan adil saat berada di lingkungan kerja,” kata Eko.
Tidak hanya kepada siswa dan mahasiswa dari generasi muda, sebagai penyuluh anti korupsi, Eko juga punya tugas mengedukasi kepada guru-guru, ibu-ibu Dharma Wanita, Ketua RT dan RW. Tujuannya, agar mereka juga terlibat sebagai penggerak anti korupsi.
Namun, tentu peran sebagai penyuluh anti korupsi ini tidak selalu mulus jalannya. Eko juga kerap menghadapi tantangan, yakni sering menerima kritikan dari masyarakat dianggap orang ‘sok suci’.
4. Dikritik 'Sok Suci'

“Saat kami memberikan penyuluhan tentang nilai-nilai anti korupsi, ada yang bilang kalau saya ini orang ‘sok suci’. Mereka mengkritik, wong Ketua KPK saja jadi tersangka, kok mau ngajari tentang pendidikan anti korupsi,” terangnya.
Namun, kritikan itu tidak membuat Eko patah semangat. Hingga kini ia masih aktif terjun ke lapangan bersama Komunitas Penyuluh Anti Korupsi (Kompak) untuk memberikan penyuluhan tentang pendidikan nilai-nilai anti korupsi pada masyarakat.
Adapun, suatu saat Eko ingin memberikan penyuluhan di kalangan partai politik (parpol). Sebab, di sana sumber kekuasaan, karena memang tujuan parpol adalah mencari kekuasaan.
5. Ingin mengedukasi anti korupsi ke kalangan parpol

“Seperti kita tahu orang ingin menjadi kepala daerah, bupati, wali kota, gubernur, bahkan presiden butuh parpol sebagai kendaraan politik. Kemudian, ada politik transaksi karena orang yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau presiden harus memberikan ‘mahar’. Lalu, membutuhkan dukungan anggaran dari pengusaha, mau tidak mau kalau sudah jadi harus balas budi. Praktik ini tentu bisa memicu korupsi atau KKN. Akhirnya, banyak kepala daerah yang keciduk karena korupsi,” jelasnya.
Maka itu, lanjut Eko, ia ingin mengedukasi ke parpol-parpol, disamping tetap melakukan penyuluhan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Upaya ini harus terus menerus digaungkan agar mereka bisa menjadi agen-agen anti korupsi di masa depan.
Selain itu, Pembina Kompak Jateng ini berharap jumlah penyuluh anti korupsi ini bisa ditambah di daerah-daerah hingga pelosok. Sebab, dengan bertambahnya penyuluh akan semakin baik untuk menyebarkan pendidikan anti korupsi. Adapun, mereka yang dilibatkan ini tidak hanya orang dewasa tapi juga anak-anak muda.