Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Langkah Menyadari Toxic Traits dalam Diri dan Cara Memperbaikinya

Ilustrasi seorang wanita bercermin (Pexels.com/cottonbro studio)
Ilustrasi seorang wanita bercermin (Pexels.com/cottonbro studio)
Intinya sih...
  • Mengakui perasaan negatif tanpa menghakimi
  • Melihat pola reaksi yang merusak
  • Menerima kritik dengan terbuka
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernahkah kamu merasa ada sesuatu yang menghalangi hubunganmu, baik itu dengan keluarga, teman, atau pasangan? Mungkin itu bukan karena orang-orang di sekitarmu, tapi lebih kepada cara kamu berinteraksi dengan mereka. Dalam hidup ini, kita seringkali tidak menyadari adanya kebiasaan atau sifat yang secara tidak langsung merusak diri sendiri dan hubungan kita. Toxic traits—atau sifat-sifat toksik—bisa muncul dalam bentuk hal-hal kecil yang tampak sepele, tapi lama kelamaan dapat menumbuhkan ketegangan dan jarak dengan orang-orang di sekitar kita.

Menyadari bahwa kita memiliki sifat toksik bukanlah hal yang mudah. Kita cenderung menutupi kekurangan diri atau malah menganggapnya sebagai bagian dari diri kita yang tak bisa diubah. Padahal, perubahan dimulai dari kesadaran. Melalui lima langkah berikut, kamu bisa mulai mengenali sifat toksik dalam diri dan menemukan cara untuk memperbaikinya, agar hubunganmu dengan diri sendiri maupun orang lain bisa lebih sehat dan bahagia.

1. Mengakui perasaan negatif tanpa menghakimi

Ilustrasi seorang wanita (Pexels.com/cottonbro studio)
Ilustrasi seorang wanita (Pexels.com/cottonbro studio)

Langkah pertama untuk menyadari toxic traits dalam diri adalah dengan mengakui perasaan negatif yang sering muncul, seperti marah, kecewa, atau cemas. Terkadang kita merasa tidak nyaman dengan perasaan-perasaan ini, dan berusaha menekannya. Padahal, mengabaikan perasaan tersebut justru bisa membuatnya meledak di saat yang tidak tepat. Cobalah untuk lebih jujur dengan diri sendiri dan akui perasaan tersebut tanpa memberi label buruk pada diri sendiri.

Setelah kamu mengakui perasaan itu, penting untuk merenung sejenak: dari mana datangnya perasaan ini? Apakah ada pola atau situasi tertentu yang memicu emosi negatif tersebut? Ini adalah langkah pertama dalam menyadari bagaimana perasaan kamu bisa mempengaruhi tindakan dan keputusan. Dengan cara ini, kamu bisa mulai lebih bijak dalam merespons, daripada terjebak dalam siklus emosi yang merugikan.

2. Melihat pola reaksi yang merusak

Ilustrasi seorang wanita (Pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
Ilustrasi seorang wanita (Pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Setiap orang punya cara tertentu dalam merespons situasi. Namun, apakah reaksi yang kamu tunjukkan selalu konstruktif atau malah memperburuk keadaan? Misalnya, apakah kamu cenderung menyalahkan orang lain, defensif, atau bahkan menarik diri ketika menghadapi konflik? Pola reaksi semacam ini bisa menjadi tanda adanya toxic traits. Mencatat atau mengingat kembali bagaimana kamu bereaksi dalam berbagai situasi bisa membantu kamu melihat pola tersebut.

Setelah mengidentifikasi pola reaksi yang merusak, langkah berikutnya adalah memilih untuk mengubah cara kita merespons. Jika biasanya kamu langsung merasa tersinggung dan marah, cobalah untuk berhenti sejenak dan berpikir lebih jernih. Apakah ada cara lain yang lebih sehat untuk mengungkapkan perasaanmu? Dengan mengganti pola reaksi yang merugikan ini, kamu memberi ruang bagi pertumbuhan emosional dan hubungan yang lebih baik.

3. Menerima kritik dengan terbuka

Ilustrasi seorang wanita merenung (Pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
Ilustrasi seorang wanita merenung (Pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Salah satu tanda toxic trait adalah ketidakmampuan untuk menerima kritik atau saran dengan baik. Ketika seseorang memberikan pendapat yang berbeda dengan kita, apakah kamu merasa defensif atau malah menolak mentah-mentah? Padahal, kritik yang membangun bisa menjadi alat penting untuk berkembang. Menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dan bahwa kritik adalah bagian dari proses belajar adalah langkah besar dalam memperbaiki diri.

Jika kamu merasa kesulitan menerima kritik, coba lihat dari perspektif yang berbeda. Alih-alih melihatnya sebagai serangan pribadi, anggaplah kritik sebagai kesempatan untuk melihat diri sendiri dari sudut pandang lain. Menerima kritik dengan lapang dada bukan hanya memperbaiki kualitas dirimu, tapi juga memperkuat hubungan dengan orang lain yang peduli terhadap perkembanganmu.

4. Menghentikan kebiasaan menyalahkan orang lain

Ilustrasi seorang pria berpikir (Pexels.com/Tima Miroshnichenko)
Ilustrasi seorang pria berpikir (Pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Ketika segala hal tidak berjalan sesuai harapan, kita cenderung untuk mencari siapa yang harus disalahkan. Sifat menyalahkan ini sering kali menjadi mekanisme pertahanan diri, tetapi juga bisa menjadi tanda adanya toxic traits dalam diri. Terlalu sering mencari kesalahan orang lain mengalihkan perhatian kita dari introspeksi dan perbaikan diri. Kita tidak bisa mengontrol apa yang orang lain lakukan, tapi kita bisa mengontrol bagaimana kita meresponsnya.

Untuk memperbaiki kebiasaan ini, cobalah untuk melihat setiap permasalahan sebagai kesempatan untuk mengevaluasi peranmu dalam situasi tersebut. Apakah ada hal yang bisa kamu lakukan berbeda untuk mencapai hasil yang lebih baik? Dengan bertanggung jawab atas tindakanmu, kamu tidak hanya memperbaiki hubungan, tetapi juga memberi contoh kepada orang lain untuk bertumbuh secara bersama-sama.

5. Berlatih self-compassion

Ilustrasi seorang wanita bersandar (Pexels.com/Mikhail Nilov)
Ilustrasi seorang wanita bersandar (Pexels.com/Mikhail Nilov)

Langkah terakhir yang tidak kalah penting adalah berlatih self-compassion, atau kasih sayang pada diri sendiri. Kita sering kali sangat keras pada diri sendiri, mengkritik dan merendahkan diri saat melakukan kesalahan. Namun, sifat ini bisa berujung pada rasa rendah diri yang berlebihan dan pola toxic lainnya. Memahami bahwa kita semua manusia, yang pasti pernah membuat kesalahan, adalah bagian dari proses menjadi lebih baik.

Cobalah untuk lebih lembut dan pengertian terhadap dirimu sendiri, sama seperti kamu bersikap terhadap teman yang sedang mengalami kesulitan. Ini bukan berarti membenarkan atau mengabaikan kesalahan, tetapi memberi ruang untuk belajar dari kegagalan dan tumbuh lebih kuat. Dengan self-compassion, kamu dapat membangun fondasi yang lebih sehat untuk diri sendiri, yang pada gilirannya akan memperbaiki hubunganmu dengan orang lain.

Menghadapi toxic traits dalam diri memang bukan hal yang mudah, tetapi itu adalah langkah penting dalam perjalanan menjadi versi terbaik dari diri kita. Setiap perubahan dimulai dengan kesadaran, dan dengan kesadaran itu, kita bisa memilih untuk bertumbuh dan memperbaiki diri. Jangan takut untuk menghadapi kekuranganmu, karena justru dari sana kita belajar menjadi lebih baik. Ingatlah bahwa perbaikan adalah proses, dan setiap langkah kecil menuju perubahan adalah kemenangan besar dalam hidup.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bandot Arywono
EditorBandot Arywono
Follow Us

Latest Life Jawa Tengah

See More

Tidur Larut Malam Bikin Cepat Tua? Ini Faktanya!

18 Sep 2025, 12:00 WIBLife