Kisah Para Penjahit Bojong Bertahun-tahun Menguasai Jalanan Semarang

Para penjahit sering keliling kampung

Semarang, IDN Times - Mendung yang menggelayut di langit Kota Semarang tak menyurutkan Syukur Abdullah untuk mengerjakan pesanannya di Taman Borobudur, Manyaran, kawasan Semarang Barat. 

Waktu terus bergerak. Mesin jahitnya berdetak dengan cepat. Hari semakin siang tapi orderan yang ia terima justru bertambah banyak. 

"Saya setiap hari mangkal di sini. Jadinya udah biasa. Mau mendung, hujan atau panas, tetap garap orderannya di sekitar taman sini," kata pria paruh baya tersebut.

1. Para penjahit dari Bojong Pekalongan keliling Semarang naik motor

Kisah Para Penjahit Bojong Bertahun-tahun Menguasai Jalanan SemarangPara penjahit keliling asal Pekalongan saat menerima pesanan di Semarang. IDN Times/Fariz Fardianto

Hampir saban hari ia melakoni pekerjaannya sebagai penjahit keliling di Kota Semarang. Ada dua rekannya yang setia menemaninya sebagai penjahit keliling.

Bila pagi tiba, ia sudah bergegas dari indekosnya untuk menuju ke Taman Borobudur. "Setiap hari saya naik motor. Keliling jalan-jalan di Semarang sudah lama sekali. Akhirnya mangkal di Manyaran soalnya dapat banyak pelanggan," akunya.

Baca Juga: Berapa Jumlah Kekayaan Bagyo Penjahit Rival Gibran? Ini Komentarnya

2. Hampir semua warga Sumur Jomblangbogo punya ilmu menjahit yang mumpuni

Kisah Para Penjahit Bojong Bertahun-tahun Menguasai Jalanan SemarangSeorang penjahit saat mempermak celana orderan dari pelanggannya. IDN Times/Fariz Fardianto

Keahliannya menjahit baju tak sekonyong-konyong ia dapatkan begitu saja. Kampung halamannya yang terletak di Desa Sumur Jomblangbogo RT 14 RW IV, Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan, menjadi tempatnya menempa ilmu.

"Semua orang Pekalongan punya kemampuan menjahit baju. Di desa saya hampir semua orang juga kerjaannya menjahit," kata Syukur.

3. Puluhan penjahit asal Pekalongan kini menjamur di Semarang

Kisah Para Penjahit Bojong Bertahun-tahun Menguasai Jalanan SemarangIlustrai karyawan yanv bekerja diperusahaan konveski. IDN Times/Dhana Kencana

Sampai saat ini, Syukur bilang terdapat belasan bahkan puluhan penjahit dari Desa Bojong yang eksodus ke Ibukota Jateng. "Saya sudah delapan tahun di sini. Kalau teman-teman yang lain bisa sampai belasan tahun. Jumlahnya biasanya menyebar di pinggir jalan raya," tuturnya.

Dengan membawa mesin jahit di belakang motornya, ia membuka jasa permak jins, tambal sulam baju hingga menjahit baju anak sekolahan.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

"Kalau sebelum pandemik, bisa sampai 40 baju sehari. Tapi kondisi seperti sekarang, palingan dapat orderannya 10 sampai 15 baju," urainya.

4. Pak Sukiman setiap pakai mesin jahit warisan orang tuanya

Kisah Para Penjahit Bojong Bertahun-tahun Menguasai Jalanan Semarangunsplash.com/Clem Onojeghuo

Sehelai baju atau celana yang ia permak, biasanya dibanderol dengan harga Rp8.000-Rp15.000. Baginya, harga itu tergolong sangat terjangkau ketimbang jasa penjahit lainnya.

"Ini situasinya pas sepi mas. Soalnya kan ada COVID, anak-anak sekolah diliburkan, jadinya sehari yang biasanya bisa diorder jahit bet seragam puluhan, sekarang gak ada yang ngorder. Ya pesanannya turun 60 persen lebih," sahut Sukiman, rekan sejawat Syukur.

Diakuinya selama ini masih setia memakai mesin jahit warisan orang tuanya. Meski kerap rusak, Sukiman masih bisa memperbaikinya.

"Ya mau gimana lagi. Tinggalan dari ibu saya cuma mesin ini. Harus pintar-pintar merawatnya biar gak gampang rusak," kata pria 45 tahun tersebut.

Dalam sehari ia bisa meraup penghasilan yang tak menentu. Namun begitu, ia tetap bangga. Dengan bermodalkan kemahiran menjahit segala jenis baju, paling tidak ia dan teman-temannya bisa mengangkat nama Desa Bojong sebagai pusatnya para penjahit andal.

"Semoga saja virus Corona segera mereda, Mas. Biar kita yang rutin keliling Semarang bisa dapat rezeki lebih banyak lagi," bebernya.

Baca Juga: Penjahit di Semarang Bikin Masker Khusus Untuk PRT Rentan COVID-19

5. Garapannya penjahit keliling bagus-bagus. Gak gampang robek dan praktis

Kisah Para Penjahit Bojong Bertahun-tahun Menguasai Jalanan SemarangIDN Times/Pito Agustin Rudiana

Sedangkan bagi Fitri Zulkarnaen, warga Manyaran Semarang, keberadaan penjahit Bojong di Taman Borobudur cukup membantu dirinya saat sedang dalam kesulitan. 

Selain harganya murah meriah, Fitri menganggap garapan dari para penjahit itu tergolong halus dan tidak gampang robek. "Awalnya dikasih tahu sama temen kalau di sini ada tukang jahit keliling. Pas tak coba ternyata jahitannya bagus-bagus. Akhirnya keterusan jahit di sini sampai sekarang," ungkapnya.

Hal serupa diungkapkan Mariam. Ibu satu anak ini sudah jadi pelanggan di tukang jahit Taman Borobudur sejak lima tahun terakhir. "Kalau jahit di sini enaknya bisa ditungguin, sepuluh menit sudah jadi. Makanya praktis. Gak ribet," tutupnya.

Baca Juga: Kemenperin Segera Luncurkan Clothing Line, Platform Digital Penjahit

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya