5 Tipe Orang yang Sering Gagal di Fase PDKT, Apakah Kamu Termasuk?

- Ada orang yang terlalu mendesak dalam fase PDKT, membuat lawan bicara merasa tertekan dan ingin menjauh.
- Orang yang terlalu misterius bisa membuat lawan bicara kehilangan minat karena kurangnya keterbukaan.
- Kesibukan yang berlebihan dapat membuat orang lain merasa tidak dihargai dan akhirnya menjauh.
Setiap orang pernah merasakan fase PDKT—masa transisi antara sekadar kenal hingga mungkin menjadi pasangan. Rasanya seperti permainan tarik-ulur, penuh kode samar, degup jantung tak karuan, dan ekspektasi yang entah terlalu tinggi atau justru tak jelas arah. Di fase inilah sering kali banyak orang tergelincir. Bukan karena mereka tidak layak dicintai, tetapi lebih karena cara pendekatannya salah kaprah.
Kenyataannya, PDKT bukan hanya soal bikin orang tertarik, melainkan juga tentang bagaimana kamu memosisikan diri, menjaga sikap, dan menumbuhkan koneksi yang sehat. Namun, masih banyak yang jatuh ke pola-pola yang sama: terlalu berlebihan, terlalu pasif, atau justru terlalu egois. Nah, mungkin tanpa sadar kamu juga pernah menjadi salah satu dari tipe ini. Mari lihat bersama-sama.
1. Si terlalu cepat ngebut

Ada orang yang baru kenal sebentar tapi sudah langsung “tancap gas.” Semua obrolan diarahkan ke topik hubungan, setiap hari ditanya sedang apa, bahkan belum tentu kenal dekat sudah bicara tentang masa depan berdua. Dari luar, mungkin maksudnya baik—ingin serius. Tapi buat orang yang didekati, ini bisa terasa menekan.
Fase awal itu ibarat pemanasan, bukan lomba sprint. Kalau kamu terlalu cepat mendesak, lawan bicara justru merasa tidak punya ruang bernapas. Akhirnya bukan rasa nyaman yang tumbuh, melainkan rasa ingin menjauh. Jadi, kalau kamu tipe yang buru-buru ingin “resmi,” cobalah rem sedikit. Kesabaran sering kali lebih menarik daripada kecepatan.
2. Si terlalu misterius

Kebalikan dari yang pertama, ada juga tipe orang yang memilih jadi sosok penuh rahasia. Ia jarang bercerita, tidak terbuka tentang perasaan, dan lebih suka membuat orang lain menebak-nebak. Awalnya, memang ada kesan misterius yang bisa memancing penasaran. Tapi lama-lama, kalau kamu tidak memberi kejelasan, orang lain bisa merasa capek sendiri.
Kedekatan dibangun dari keterbukaan. Kalau semuanya serba ditutup-tutupi, bagaimana orang lain bisa mengenal dirimu yang sebenarnya? Bukannya makin tertarik, lawan bicara justru bisa kehilangan arah dan akhirnya berhenti peduli. Jadi, kalau kamu termasuk tipe ini, ingatlah bahwa hubungan sehat itu bukan teka-teki silang.
3. Si terlalu sibuk

Ada orang yang niatnya memang ingin PDKT, tapi jadwalnya seolah tidak pernah memberi ruang untuk orang lain. Balasan chat lama, ajakan ketemu selalu ditunda, bahkan saat sedang bersama pun pikirannya masih ke pekerjaan atau hal lain. Tanpa sadar, ini memberi kesan bahwa dirinya tidak benar-benar peduli.
Padahal, inti dari PDKT adalah memberi perhatian. Tidak harus selalu intens, tapi cukup konsisten sehingga orang lain merasa dihargai. Kalau kamu terlalu sibuk hingga tidak bisa meluangkan sedikit waktu, jangan heran kalau orang yang kamu dekati akhirnya merasa bukan prioritas. Dan begitu perasaan itu muncul, biasanya jarak mulai terbentuk.
4. Si tukang drama

Tipe ini punya kecenderungan membesar-besarkan hal kecil. Sedikit terlambat balas chat langsung dianggap tanda tidak serius. Ajakan nongkrong batal sekali saja, langsung dicurigai sudah bosan. Alhasil, bukannya menciptakan rasa nyaman, yang muncul justru energi negatif.
Dalam hubungan apa pun, terlalu reaktif hanya akan membuat lawan bicara kewalahan. Orang butuh rasa aman, bukan drama tak berkesudahan. Jadi kalau kamu sering merasakan dorongan untuk melebih-lebihkan situasi, mungkin saatnya belajar menenangkan diri. Ingat, bukan setiap keterlambatan adalah penolakan, dan bukan setiap kesibukan adalah tanda kehilangan minat.
5. Si egois terselubung

Ada juga tipe yang terlihat perhatian, tapi sebenarnya lebih mementingkan dirinya sendiri. Ia mendekat dengan cara yang seakan-akan manis, tapi ujung-ujungnya selalu menuntut: harus dibalas cepat, harus diutamakan, atau harus menuruti keinginannya. Semua serba “aku,” jarang benar-benar mendengarkan apa yang dibutuhkan orang lain.
Masalahnya, hubungan yang sehat tidak pernah lahir dari satu arah. Kalau PDKT saja sudah terasa berat sebelah, bagaimana nanti ketika benar-benar menjalin hubungan? Jika kamu merasa sering terjebak di posisi ini, mungkin waktunya refleksi: apakah kamu benar-benar ingin membangun kebersamaan, atau hanya mencari seseorang untuk memenuhi egomu?
PDKT adalah seni membangun hubungan, bukan sekadar teknik mendekati seseorang. Gagal di fase ini bukan berarti kamu gagal sebagai pribadi, melainkan sinyal bahwa ada hal-hal yang bisa diperbaiki. Setiap orang punya kelemahan, dan justru dari sana kamu belajar bagaimana memperlakukan orang lain dengan lebih baik.
Jadi, kalau kamu merasa termasuk salah satu tipe di atas, jangan berkecil hati. Perubahan itu selalu mungkin selama kamu mau jujur pada diri sendiri. Ingat, cinta yang tulus lahir dari kesadaran dan keseimbangan—bukan dari tergesa-gesa, bukan pula dari permainan. Pada akhirnya, yang kamu cari bukan sekadar status, melainkan rasa nyaman yang bisa bertahan lama.