Motor Listrik, Transisi Elegan untuk Akselerasi Ekonomi dan Lingkungan

Ramah lingkungan untuk masa depan Indonesia

Pandemik COVID-19 yang melanda--sejak Maret 2020 sampai saat ini--berdampak terhadap perekonomian Indonesia, terutama sektor ketenagakerjaan. Situasi tersebut paling nyata dirasakan oleh para pekerja Informal. Salah satunya adalah para pengemudi (driver) ojek daring (ojek online/ojol).

Pendapatan mereka berkurang drastis lantaran menurunnya pesanan (orderan), baik untuk penumpang maupun pengantaran (delivery) makanan akibat pemberlakuan pembatasan mobilitas dan aktivitas masyarakat, seperti PSBB dan PPKM.

Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) dalam risetnya terhadap 44.462 driver ojol tahun 2020 menyatakan bahwa transaksi mereka berkurang 90 persen karena rendahnya permintaan atau pesanan hingga mencapai 46--69 persen selama COVID-19.

Kondisi tersebut diamini Anis Ramadhani (27), driver ojol asal Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Jika sebelum pandemik ia mampu menerima 15 pesanan per hari, mentok saat COVID-19 hanya 5--7 orderan saban hari.

Pria kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah itu resah dengan pandemik COVID-19 karena kondisinya serba tidak pasti. Pendapatan yang tidak menentu membuat frustasi dan memengaruhi kesehatan mentalnya. Ia sempat berniat untuk setop dari pekerjaan sebagai ojol yang sudah ditekuni sejak tahun 2017 itu.

Motor Listrik, Transisi Elegan untuk Akselerasi Ekonomi dan LingkunganAnis Ramadhani (27), driver ojek online mengantarkan penumpang ke daerah Sambisari, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan motor listrik. (IDN Times/Dhana Kencana)

Situasi sulit tersebut membuat Anis memutuskan untuk menjual motor baru yang ia beli awal tahun 2020. Padahal, motor berbahan bakar minyak (BBM) tersebut digadang-gadang bisa mendukung pekerjaannya sebagai driver ojol.

Uang hasil penjualan motor terpaksa digunakan untuk menutup biaya harian, selama kurang lebih satu tahun sebagai dampak sepinya order-an.

“Ya mau bagaimana lagi, kondisi susah. Motor saya jual saja buat kebutuhan sehari-hari, untuk makan dan lain-lain. Pemasukan turun bahkan sudah muter (berjalan jemput bola) gak dapat orderan juga, bingung,” kata Anis saat ditemui IDN Times di rumah kontrakannya di kawasan Kalasan, Sleman, DIY.

Tak ingin dalam kondisi rumit yang berkepanjangan, Anis menggunakan sebagian uang hasil penjualan motor untuk membeli motor listrik pada September 2021. Ia memutuskan membeli motor listrik supaya tetap bisa produktif sekaligus ingin membuktikan kabar yang beredar bahwa dengan memakai motor tersebut bisa mendapatkan banyak keuntungan, terutama secara finansial.

"Informasi di grup WhatsApp ojol soal promo iklan motor listrik banyak. Awalnya gak respon, karena lagi down (pikirannya), kondisi juga susah. Tapi saking seringnya informasi itu masuk, jadi penasaran. Masa bisa hemat? Apa benar gak perlu servis dan ganti oli? Karena terpepet, ya sudah. Bismillah, akhirnya beli saya karena rekomendasi-rekomendasi itu," aku Anis.

Motor Listrik, Transisi Elegan untuk Akselerasi Ekonomi dan LingkunganAnis Ramadhani (27), driver ojek online menunggu pengisian baterai motor listrik melalui Stasiun Penyedia Listrik Umum (SPLU) yang tersedia untuk umum di kantor PLN UP3 Yogyakarta, Gedongkuning, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. (IDN Times/Dhana Kencana)

Seiring berjalannya waktu, Anis banyak beradaptasi dengan sejumlah kebiasaan baru ketika menggunakan motor listrik tersebut. Termasuk psikologisnya, karena olokan rekan sejawat sesama ojol dan juga sang orangtua yang tidak ikhlas atas keputusannya yang justru lebih memilih membeli motor listrik saat pandemik COVID-19.

Niatnya yang kuat membuahkan hasil. Selama menggunakan motor listrik, Anis banyak mendapatkan keuntungan. Yang paling kentara adalah manfaat ekonomis dan ramah lingkungan.

Ia menyebutkan, jika motornya sangat ramah lingkungan karena tidak mengeluarkan asap seperti motor berbahan bakar minyak (BBM) pada umumnya.

Lebih dari itu, jika selama menjalani profesi sebagai driver ojol, baru kali tersebut dirinya mampu menabung dari hasil uang harian. Sebab, biasanya uang tersebut ludes untuk biaya BBM motor, servis rutin, dan ganti oli bulanan.

"Saya teteg (kuat) sama pendirian dan gak menyesal membeli motor listrik. Alhamdulillah, sekarang (orangtua) sudah legawa sama keputusan saya. Apalagi dengan berbagai manfaat yang sudah terbukti. Bisa berhemat (uang) dan akhirnya punya tabungan karena sudah gak perlu servis atau ganti oli. Lumayan bisa disimpan uangnya (yang untuk alokasi tersebut)," ungkap suami Rini Susilowati (26) itu.

Dengan tabungan tersebut, kehidupan Anis bak dimudahkan segalanya. Lebih-lebih menjadi salah satu sistem pendukung (support system) dirinya sebagai pengguna motor listrik.

Ia kerap memanfaatkan aplikasi layanan perbankan tabungannya, yang dapat diakses cukup melalui smartphone. Yang paling sering digunakan adalah layanan pembelian token pengisian daya untuk motor listrik baik saat di rumah maupun Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU).

“Punya tabungan setelah pakai motor listrik itu kayak mewujudkan mimpi. Dulu, sama sekali gak kepikiran (punya tabungan di bank). Sekarang dimudahkan. Saya juga pakai layanan perbankan di aplikasinya (bank tabungan saya) smartphone. Semuanya terintegrasi, termasuk kalau beli token buat isi baterai motor listrik, bisa langsung,” ucap Anis.

Baca Juga: Petrokimia Pertamina, Setia Menjaga Asa dan Masa Depan Indonesia

Akselerasi lingkungan dan ekonomi

Motor Listrik, Transisi Elegan untuk Akselerasi Ekonomi dan LingkunganAnis Ramadhani (27), driver ojek online mengisi token listrik seharga Rp5 ribu yang dibeli melalui aplikasi PLN Mobile, untuk mengisi baterai motor listrik di rumahnya di Kalasan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. (IDN Times/Dhana Kencana)

Pandemik COVID-19 menjadi momentum transisi energi seperti yang dilakukan Anis. Dampak transisi energi tersebut telah mereka rasakan secara nyata, baik dari sisi ekonomi maupun terhadap lingkungan sehingga secara tidak langsung mengakselerasi keseimbangan antara ekosistem lingkungan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Pemerintah terus menggalakkan gaya hidup baru (electrifying lifestyle) agar masyarakat menggunakan motor listrik karena tidak beremisi karbon sehingga mendukung pengembangan green transportation (transportasi ramah lingkungan) di Indonesia.

Green transportation merupakan salah satu komitmen pemerintah untuk menanggulangi perubahan iklim (climate change), melalui transisi energi sebagaimana target nol-bersih emisi atau net-zero emissions (NZE) yang ditetapkan untuk tahun 2060.

Program NZE populer setelah adanya Paris Climate Agreement (Perjanjian Iklim Paris) tahun 2015. Program tersebut bertujuan untuk menekan pencemaran lingkungan yang berpotensi menimbulkan pemanasan global (global warming).

Energi menjadi salah satu sektor yang difokuskan dalam upaya mencapai target NZE. Sejumlah negara sudah mengeluarkan regulasi-regulasi baru mengenai penyediaan energi listrik yang disinkronisasikan dengan program NZE, termasuk di Indonesia.

Pada peta jalan (roadmap) Indonesia menuju NZE, sebanyak 13 juta motor listrik diproyeksikan hilir mudik di jalanan Indonesia tahun 2030. Bersamaan dengan estimasi tersebut, penjualan motor BBM mulai dikurangi pada tahun 2036–2040.

Dengan begitu, Indonesia mampu mengurangi emisi karbon yang berasal dari sektor transportasi darat. Sebab, Institute for Essential Services Reform (IESR) melansir, emisi karbon dari sektor transportasi di Indonesia hampir mencapai 30 persen dari total emisi CO2, karena emisi tertinggi berasal dari transportasi darat, yang menyumbang 88 persen dari total emisi di sektor tersebut.

Sumbangan emisi tersebut di antaranya berasal dari mobil dan motor, yang tumbuh pesat seiring dengan penggunaannya sebagai moda perjalanan utama di Indonesia.

"Kendaraan listrik diproyeksikan dikembangkan secara masif. Menurut roadmap (2060) yang dirancang, pemerintah menargetkan menyetop penjualan motor BBM tahun 2040. Kita mendorongnya supaya bisa mengurangi emisi, sesuai target (tersebut)," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif dilansir dari laman resmi Kementerian ESDM, Senin (10/9/2022).

Motor Listrik, Transisi Elegan untuk Akselerasi Ekonomi dan LingkunganMenteri ESDM, Arifin Tasrif. (IDN Times/Kevin Handoko)

Selain mengurangi emisi karbon, Arifin menjelaskan jika transisi motor BBM ke motor listrik ikut menghemat biaya impor minyak mentah Indonesia hingga 1,5 juta barel per hari. Penghematan impor BBM ikut menghemat devisa negara sebanyak US$8,8 miliar atau sekitar Rp123 triliun (dengan kurs Rp14 ribu per US$) per tahun.

Mengingat, dari laporan Kementerian ESDM, konsumsi BBM pada motor masyarakat per hari mencapai 240 juta kiloliter hingga 10 tahun mendatang.

“Penggunaan motor listrik memberikan menghemat pengeluaran biaya bahan bakar bagi pengguna. Dua liter BBM biayanya Rp24 ribu, kalau menggunakan listrik biayanya hanya seperempat saja atau sekitar Rp6 ribu. Pemilik motor listri bisa berhemat. Jika 120 juta motor BBM mengonsumsi dua liter per hari, kalau dalam 10 tahun berganti ke motor listrik, akan menghemat 240 juta liter BBM per hari,” ungkap Arifin.

Baca Juga: Gak Ganti Mobil Listrik, Gibran: Belum Ada Pengadaan Kendaraan

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya