TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Transisi Energi, Akselerasi Keseimbangan Ekosistem dan Ekonomi

Agenda utama Indonesia sebagai tuan rumah Presidensi G20

Anis Ramadhani (27), driver ojek online mengantarkan penumpang ke daerah Sambisari, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan motor listrik. (IDN Times/Dhana Kencana)

Pandemik COVID-19 yang melanda--sejak Maret 2020 sampai saat ini--berdampak terhadap sektor perekonomian Indonesia, terutama ketenagakerjaan. Situasi tersebut paling nyata dirasakan oleh para pekerja Informal. Salah satunya adalah para pengemudi (driver) ojek daring (ojol/ojek online).

Pendapatan mereka berkurang drastis karena minimnya pesanan (order), baik untuk penumpang maupun pengantaran (delivery) makanan karena terdampak pemberlakuan pembatasan mobilitas dan aktivitas masyarakat, seperti PSBB dan PPKM.

Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) dalam risetnya terhadap 44.462 driver ojol tahun 2020 menyatakan bahwa transaksi mereka berkurang 90 persen karena menurunnya permintaan atau pesanan yang mencapai 46--69 persen selama COVID-19.

Kondisi tersebut diamini Anis Ramadhani (27), driver ojol asal Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Jika sebelum pandemik ia mampu menerima 15 pesanan per hari, mentok saat COVID-19 hanya 5--7 orderan setiap hari.

Anis Ramadhani (27), driver ojek online mengantarkan penumpang ke daerah Sambisari, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan motor listrik. (IDN Times/Dhana Kencana)

Pria kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah itu resah dengan pandemik COVID-19 yang serba tidak pasti. Pendapatan yang tidak menentu membuat frustasi dan memengaruhi kesehatan mentalnya. Ia sempat berpikir untuk setop dari pekerjaan yang sudah ditekuni sejak tahun 2017 itu.

Situasi sulit itu membuat Anis memutuskan untuk menjual motor baru yang ia beli awal tahun 2020. Padahal, motor tersebut digadang-gadang bisa mendukung pekerjaannya sebagai driver ojol.

Uang hasil penjualan motor terpaksa digunakan Anis untuk menutup biaya harian, selama kurang lebih satu tahun karena sepinya orderan.

“Ya mau bagaimana lagi, kondisi susah. Motor saya jual saja buat kebutuhan sehari-hari, untuk makan dan lain-lain. Pemasukan turun bahkan sudah muter (berjalan mencari orderan) gak dapat orderan juga, bingung,” jelasnya yang tinggal di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tak ingin dalam kondisi rumit yang berkepanjangan, Anis menggunakan sebagian uang hasil penjualan motor untuk membeli motor bertenaga listrik pada September 2021. Selain ingin tetap bisa produktif, ia menetapkan motor listrik untuk membuktikan informasi yang menyebutkan bahwa dengan memakai motor tersebut bisa mendapatkan banyak keuntungan, terutama secara finansial.

"Informasi di grup WA ojol soal promo iklan motor listrik banyak. Awalnya gak respon, karena lagi down (pikirannya), kondisi juga susah. Tapi saking seringnya informasi itu masuk, jadi penasaran. Masa bisa hemat? Apa benar gak perlu servis dan ganti oli? Karena terpepet, ya sudah, akhirnya beli saya karena rekomendasi-rekomendasi itu," aku Anis.

Anis Ramadhani (27), driver ojek online mengisi token listrik melalui aplikasi layanan perbankan di rumahnya di Kalasan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. (IDN Times/Dhana Kencana)

Seiring berjalannya waktu, Anis banyak beradaptasi dengan sejumlah kebiasaan baru ketika menggunakan motor listrik tersebut. Termasuk psikologinya karena sang orangtua tidak menerima keputusannya yang justru membeli motor listrik saat pandemik COVID-19.

Niatnya yang kuat membuahkan hasil. Selama menggunakan motor listrik, Anis banyak mendapatkan keuntungan. Yang paling kentara adalah manfaat ekonomis dan ramah lingkungan.

Ia menyebutkan jika motornya sangat ramah lingkungan karena tidak mengeluarkan asap seperti motor berbahan bakar minyak pada umumnya.

Lebih dari itu, jika selama menjalani profesi sebagai driver ojol, baru kali tersebut dapat menabung dari uang harian. Sebab, biasanya uang itu ludes untuk biaya bahan bakar minyak (BBM), servis rutin, dan ganti oli bulanan motor BBM.

"Saya teteg (kuat) sama pendirian dan gak menyesal membeli motor listrik. Alhamdulillah, sekarang (orangtua) sudah legawa menerima keputusan saya. Apalagi dengan berbagai manfaat yang sudah terbukti. Bisa berhemat (uang) dan akhirnya punya tabungan. Karena motor listrik gak perlu servis atau ganti oli. Lumayan bisa disimpan uangnya (yang untuk alokasi tersebut)," ungkapnya.

Dengan tabungan tersebut, kehidupan Anis bak dimudahkan segalanya. Lebih-lebih menjadi salah satu sistem pendukung (support system) untuk motor listriknya.

Ia kerap memanfaatkan aplikasi layanan perbankan tabungannya, yang dapat diakses cukup melalui smartphone. Yang paling sering digunakan untuk pembelian token pengisian daya untuk motor listrik baik di rumah maupun Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU).

“Punya tabungan setelah pakai motor listrik itu kayak  mewujudkan mimpi. Dulu, sama sekali gak kepikiran (punya tabungan di bank). Sekarang dimudahkan. Saya juga pakai layanan perbankan di aplikasinya (bank tabungan saya) smartphone. Semuanya terintegrasi, termasuk kalau beli token buat isi baterai motor listrik, bisa langsung,” ucap Anis.

ilustrasi uang (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Senasib, Yuni, ikut merasakan kebermanfaatan dari motor listrik. Keputusannya membeli motor tersebut berawal dari keresahannya sebagai ojol saat pandemik COVID-19, seperti yang dialami Anis.

“Sepi pesanan, mau bagaimana lagi? Pandemik juga? Apa yang ada lah (dijual), pokoknya keluarga gak kapiran. Motor (BBM) lama saya jual, saya ganti ini, tapi belinya kredit. Terbantu juga karena waktu itu ada program DP (down payment/uang muka) nol persen motor listrik jadi sangat meringankan,” ucapnya di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (27/7/2022).

Green Down Payment berupa uang muka nol persen motor listrik tersebut membantu Yuni ketika tidak berpenghasilan dan tidak ada modal untuk bekerja lagi sebagai ojol. Kini ia bersyukur, setelah menggunakan motor listrik sejak Desember 2021, finansialnya menjadi lebih baik dan memiliki tabungan. Yuni bahkan mampu menyisihkan pendapatan untuk berinvestasi reksa dana.

“Sekarang alhamdulillah sudah lumayan (keuangannya). Ya, untuk bulanan bayar kredit bisa, untuk harian juga alhamdulillah tercukupi. Motor listrik gak ada polusi sama sekali. Sangat hemat pakai motor listrik. Selisihnya lumayan dan bisa ditabung dan investasi (reksa dana) kecil-kecilan,” ungkapnya.

Baca Juga: Hutan Petungkriyono, Surga Tersembunyi Bak Kisah Nyata Jurassic Park

Kebijakan untuk Industri Hijau

Ilustrasi Bank Indonesia. (IDN Times/Aditya Pratama)

Kebijakan relaksasi uang muka nol persen untuk kredit motor listrik yang berlaku sejak 1 Oktober 2020 hingga 31 Desember 2022 itu dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI). Selain untuk nasabah, BI memberikan suku bunga atau insentif berupa penurunan giro Giro Wajib Minimum (GWM) kepada bank yang memberikan pembiayaan pada sektor industri hijau.

Hal itu dilakukan sebagai bentuk nyata mendukung kebijakan pemerintah yang berbasis ramah lingkungan melalui percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (transisi hijau) untuk transportasi jalan, sebagaimana Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) atau battery electric vehicle (BEV).

Produsen motor listrik merasakan dampak positif dari pemberlakuan DP 0 persen karena animo masyarakat membeli motor listrik naik sehingga meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan jangka panjang yang memperhatikan sektor ketenagakerjaan, rumah tangga, korporasi, dan keuangan.

Manajemen Motorhouse Indonesia--salah satu produsen motor listrik--dalam keterangan tertulis resminya kepada IDN Times, Sabtu (9/5/2022) menyebutkan jika penjualan motor listrik di dealernya naik setelah adanya program DP 0 persen dari Bank Indonesia tersebut.

Baca Juga: Petrokimia Pertamina, Setia Menjaga Asa dan Masa Depan Indonesia

Berita Terkini Lainnya