Gibran Bergeming soal Mobil Listrik Wisata di Solo Meski Langgar UU
Diklaim sudah kantongi izin dari Satlantas
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Surakarta, IDN Times - Mobil listrik wisata Solo bantuan dari Tahir Foundation secara resmi sudah beroperasi mulai akhir Desember 2021. Namun dalam perjalanannya, pengoperasian mobil tersebut justru mendapat kritikan dari berbagai pihak, salah satunya dari pakar transportasi.
Baca Juga: 750 Rumah Warga Miskin di Jateng Tak Perlu Nyambung Listrik Tetangga
1. Mobil listrik melanggar UU Lalu Lintas
Pakar transportasi, Djoko Setijowarno mengatakan, pengoperasian mobil listrik tersebut dinilai melanggar Pasal 27u Undang-undang (UU) Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tahun 2008.
Dalam Pasal 277 UU LLAJ dijelaskan, bahwa setiap orang yang memasukkan kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
"Jangan dioperasionalkan di jalan raya. Itu bisa dikenakan sanksi sesuai Pasal 277 UU LLAJ (Lalu Lintas dan Angkutan Jalan) tahun 2009. Kalau ingin mobil listrik wisata bisa beroperasi di jalan raya harus melalui uji tipe dulu," katanya.
Djoko menyebut, jika ingin tetap mengoperasikan mobil listrik wisata bisa dilakukan di kawasan tertutup atau tidak di jalan raya.
"Bisa dioperasikan di kawasan tertutup, seperti di TSTJ atau Balai Kota Solo meski tidak ada pelat nomor. Karena jika di jalan umum berkaitan dengan keselamatan penumpang, pastinya harus ada jaminan asuransi," pungkasnya.
Baca Juga: Kendala Pengembangan Mobil Listrik, Moeldoko: Komponen Masih Impor