Prof Tirta Tekankan Peran Akademisi dalam Diplomasi Investasi

- Indonesia mencatat dua capaian besar di sektor investasi internasional
- Sinergi pusat, daerah, dan akademisi penting dalam mendorong investasi
- Jawa Tengah menjadi daerah potensial dalam menarik investasi
Banyumas, IDN Times - Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Prof. Dr. Tirta Nugraha Mursitama, Ph.D., menegaskan pentingnya penguatan diplomasi investasi dan pemanfaatan hasil perjanjian internasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam keterangan kepada IDN Times disela sela berlangsungnya konvensi nasional AIHII, Rabu (29/10/2025) yang digelar oleh Unsoed Purwokerto, Prof Tirta menjelaskan bahwa kegiatan yang dilakukan pemerintah saat ini berfokus pada dua hal utama, yaitu penguatan posisi perundingan perjanjian investasi internasional dan pemanfaatan hasil dari perundingan tersebut.
1. Dua capaian besar Indonesia di sektor investasi internasional

Prof Tirta mengungkapkan, tahun 2025 ini Indonesia mencatat dua capaian besar di sektor investasi internasional.
Pertama, telah disetujui secara substansi Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Uni Eropa (IU-CEPA) yang membuka akses ke pasar potensial dengan lebih dari 700 juta penduduk.
Kedua, Indonesia juga telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan Kanada dan Jepang, yang menjadi langkah penting dalam diversifikasi wilayah investasi.
'Ini menjadi upaya menyeimbangkan alternatif pasar perdagangan dan investasi, tidak hanya bergantung pada Amerika Serikat,"katanya.
Potensi investasi yang bisa masuk ke Indonesia dari Uni Eropa mencapai sekitar Rp11.000 triliun secara global. "Kita masih harus terus memperkuat posisi kita karena investasi dari Uni Eropa di Indonesia saat ini masih relatif kecil,"ujarnya.
2. Pentingnya sinergi pusat, daerah dan akademisi

Prof Tirta menekankan perlunya jalur komunikasi yang lebih kuat antara pemerintah pusat, daerah, dan akademisi. Menurutnya, akademisi, khususnya di bidang hubungan internasional dan ekonomi politik global memiliki peran penting dalam menyebarluaskan pemahaman tentang kebijakan investasi internasional kepada mahasiswa dan masyarakat.
"Saat ini ada sekitar 500 DPMPTSP di seluruh kabupaten, kota, dan provinsi. Harapannya, sinergi antara daerah dan pusat bisa semakin kuat agar perizinan dan implementasi kebijakan di lapangan berjalan seiring,"tuturnya.
Menjawab pertanyaan terkait dampak perjanjian IU-CEPA terhadap UMKM, Prof Tirta menjelaskan bahwa pemerintah tengah mendorong program kemitraan antara perusahaan besar dan pelaku UMKM. Menurutnya, beberapa UMKM telah berhasil mendapatkan kontrak bernilai miliaran rupiah dari perusahaan besar sebagai bentuk kemitraan nyata, bukan sekadar formalitas. "Investor asing butuh mitra lokal yang andal, karena itu, kami terus dorong UMKM naik kelas dan siap menjadi bagian dari rantai pasok global,"katanya.
Ia juga menegaskan bahwa investasi asing harus menjadi stimulus bagi pertumbuhan investasi domestik, bukan menggantikannya. "Investasi asing tidak bisa langsung terasa hasilnya, proses menuju operasional bisa memakan waktu tiga hingga empat tahun, tugas kita adalah memperkecil jarak waktu itu agar manfaatnya cepat dirasakan masyarakat,"jelasnya.
3. Jawa Tengah jadi daerah potensial

Dalam kesempatan tersebut, Prof Tirta juga menyoroti provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu wilayah yang aktif dan potensial dalam menarik investasi.
Ia menilai Dinas Penanaman Modal dan PTSP Jawa Tengah sebagai salah satu yang terbaik di Indonesia karena mampu menggelar forum investasi berskala nasional dan internasional.
"Investasi di Jawa Tengah masih didominasi sektor padat karya seperti garmen dan apparel, serta beberapa kawasan industri seperti Batang dan Kendal. Pemerintah terus mendorong agar setiap investasi diarahkan ke kawasan industri agar izin dan amdalnya sudah siap,"ujarnya.
Ia menambahkan, Kementerian Investasi juga menerapkan kebijakan "iktif positif" dalam perizinan, di mana izin usaha akan otomatis terbit jika tidak ada keputusan dalam waktu yang telah ditetapkan. "Dengan adanya service level agreement, investor mendapat kepastian waktu, sementara pemerintah tetap melakukan audit pasca izin untuk memastikan kepatuhan,"pungkasnya.

















