7 Tantangan yang Dihadapi Anak Motherless saat Memasuki Hubungan Romantis

- Sulit percaya bahwa cinta bisa bertahan lama karena kepercayaan terhadap cinta menjadi rapuh.
- Terlalu takut disakiti sampai akhirnya membatasi diri dengan menjaga jarak dalam hubungan.
- Tidak tahu cara menerima kasih sayang tanpa curiga karena belum terbiasa menerima cinta tanpa syarat.
Anak motherless tumbuh dengan pengalaman yang tidak semua orang bisa pahami. Ketidakhadiran sosok ibu sejak dini, baik karena meninggal, berpisah, atau tidak hadir secara batin membentuk cara mereka melihat dunia, termasuk dalam hal membangun hubungan. Mereka belajar banyak hal sendiri, dan sering kali memproses perasaan tanpa bimbingan yang seharusnya mereka terima sejak kecil.
Saat memasuki hubungan romantis, hal-hal yang terlihat sederhana bagi orang lain bisa jadi tantangan besar bagi mereka. Apa saja tantangan yang mungkin dihadapi anak motherless saat menjalin hubungan? Simak tujuh tantangan yang dihadapi anak motherless dalam menjalin hubungan berikut ini, ya!
1. Sulit percaya bahwa cinta bisa bertahan lama

Tumbuh tanpa kasih sayang ibu membuat sebagian anak motherless mempertanyakan apakah cinta bisa bertahan selamanya. Ketika hubungan paling mendasar dalam hidup mereka tidak hadir atau rusak, kepercayaan terhadap cinta menjadi rapuh. Mereka cenderung ragu apakah hubungan yang dibangun dengan orang lain akan benar-benar aman atau hanya akan berakhir seperti kehilangan sebelumnya.
Di awal hubungan, mereka bisa tampak waspada. Bukan karena tidak cinta, tapi karena takut kembali merasa ditinggalkan. Mereka butuh waktu lebih lama untuk percaya bahwa pasangannya akan tetap tinggal. Bagi mereka, mencintai bukan hanya tentang memberi, tapi juga perjuangan besar untuk mempercayai cinta itu sendiri.
2. Terlalu takut disakiti sampai akhirnya membatasi diri

Anak yang tumbuh tanpa ibu sering kali terlalu terbiasa menjaga dirinya sendiri. Ketika seseorang datang membawa perhatian dan kasih sayang, ada dorongan kuat untuk mundur. Mereka takut memberi ruang, takut membuka diri, karena tahu betul seperti apa rasanya kehilangan.
Kadang, mereka sengaja menjaga jarak. Bukan karena tidak tertarik, tapi karena takut terlalu dekat lalu ditinggalkan lagi. Mereka ingin dicintai, tapi lebih sering memilih menjadi penonton daripada pelaku dalam hubungan. Ini bukan bentuk penolakan terhadap cinta, tapi bentuk perlindungan terhadap luka lama yang belum sembuh.
3. Tidak tahu cara menerima kasih sayang tanpa curiga

Ketika seseorang tumbuh tanpa pengalaman menerima kasih sayang yang lembut dan konsisten, perhatian bisa terasa seperti ancaman. Anak motherless kadang merasa curiga ketika pasangan terlalu peduli. "Apa maksudnya?" "Nanti dia pergi juga, kan?" Pikiran-pikiran ini muncul otomatis, bahkan jika orang di depan mereka tulus.
Hal sederhana seperti dipeluk, diberi hadiah, atau didengar tanpa diminta bisa memunculkan perasaan tidak nyaman. Bukan karena mereka tidak suka dimanja, tapi karena mereka belum terbiasa menerima cinta tanpa syarat. Butuh waktu bagi mereka untuk merasa layak dicintai dan mempercayai bahwa kebaikan itu nyata dan boleh dinikmati.
4. Menyimpan emosi terlalu lama, takut membebani pasangan

Bagi banyak anak motherless, belajar menyimpan segalanya sendiri adalah kebiasaan sejak kecil. Mereka tidak terbiasa mengeluh, menangis di depan orang, atau meminta bantuan saat merasa hancur. Dalam hubungan, ini bisa jadi tantangan besar karena komunikasi emosional sangat penting.
Pasangan mereka mungkin merasa bingung atau bahkan ditolak karena tidak tahu apa yang sebenarnya dirasakan. Sementara anak motherless hanya ingin terlihat kuat agar tidak dianggap lemah atau merepotkan. Mereka butuh pasangan yang sabar, yang mengerti bahwa diam bukan berarti tidak butuh pelukan mereka hanya belum belajar bagaimana memintanya.
5. Takut mengulangi pola yang sama saat nanti punya anak

Ada ketakutan dalam hati anak motherless yang ingin membentuk keluarga sendiri: "Bagaimana kalau aku gagal jadi orangtua?" Mereka takut mengulangi luka yang dulu pernah mereka terima. Takut tidak bisa memberi kasih sayang yang tidak pernah mereka dapatkan.
Saat memasuki hubungan serius, ketakutan ini bisa membayangi langkah mereka. Mereka ingin membangun sesuatu yang utuh, tapi takut trauma masa lalu ikut terbawa. Ini membuat mereka cenderung overthinking, merasa tidak layak membangun keluarga, atau menunda-nunda komitmen karena dihantui masa lalu.
6. Cenderung menjadi terlalu mandiri dan takut tergantung

Ketika sejak kecil harus mengandalkan diri sendiri, anak motherless tumbuh dengan pola pikir akan kecewa jika ia berharap pada orang lain. Dalam hubungan, pola pikir ini bisa membuat mereka tampak seperti orang yang tidak butuh siapa pun, meski sebenarnya mereka sangat butuh cinta.
Anak-anak motherless enggan meminta bantuan bahkan pada pasangan sendiri. Mereka takut kehilangan kendali, takut dikecewakan, atau merasa bersalah karena "menyusahkan." Padahal, hubungan yang baik butuh keseimbangan antara memberi dan menerima. Tantangannya adalah belajar melepaskan kendali, dan percaya bahwa orang lain bisa hadir tanpa menyakiti.
7. Ingin dicintai tapi sering takut tidak layak

Salah satu luka terdalam anak motherless adalah rasa tidak cukup. Tidak cukup baik, tidak cukup berharga, tidak cukup layak dicintai. Mereka bisa menjadi pasangan yang sangat perhatian dan penuh kasih, tapi di balik itu semua ada suara kecil yang berkata: "Apa dia akan tetap tinggal kalau tahu siapa aku sebenarnya?"
Hal ini bukan karena mereka tidak percaya pada pasangannya, tapi karena mereka belum sepenuhnya percaya pada diri sendiri. Mereka butuh diyakinkan bahwa mereka layak dicintai tanpa harus jadi sempurna. Ketika cinta akhirnya mereka terima, mereka tidak hanya sedang membangun hubungan, tapi mereka sedang menyembuhkan diri.
Itulah tadi 7 tantangan yang sering dihadapi anak motherless saat memasuki hubungan romantis. Setiap orang punya cerita dan luka masing-masing, dan tidak semua proses berjalan mudah. Tapi dengan kesadaran diri dan pasangan yang mau saling belajar, hubungan tetap bisa dibangun dengan baik dan penuh pengertian.