5 Perbedaan Sederhana Hukum Pidana dan Hukum Perdata

- Hukum pidana terkait dengan kejahatan dan penyelesaian konflik di masyarakat, termasuk sanksi penjara atau denda.
- Hukum perdata menuntaskan sengketa antar individu terkait hak dan kewajiban, dengan putusan berupa ganti rugi.
- Pidana melibatkan jaksa sebagai penuntut umum dalam persidangan, sementara perdata melibatkan pihak yang menggugat dan tergugat.
Apa sih hukum itu? Apakah ia seribet itu, dengan segala tetek bengek yang melekat padanya? Tentu tidak dong. Belajar hukum itu asyik kok. Asal dikemas dengan pendekatan yang santai dan persuasif.
Nah kali ini, masuk pada segmen hukum lagi. Yaitu perbedaan antara hukum pidana dan hukum perdata. Tenang saja, pembasahannya sederhana bin ringan kok, agar kamu tidak bingung. Cus, tengok bersama!
1. Tujuan yang ditempuh

Pidana itu punya konotasi pada kejahatan. Otomatis, hukum pidana itu ada sangkut pautannya dengan perilaku buruk di tengah masyarakat. Seperti perampokan, korupsi, dan lain sebagainya. Sehingga tujuan dari hadirnya hukum pidana adalah menyelesaikan konflik, menciptakan rasa aman dan tentram, memulihkan kembali keseimbangan, serta memberi rasa penyesalan kepada pelakunya.
Bagaimana dengan hukum perdata? Tidak beda jauh kok. Intinya ia lahir untuk menuntaskan sengketa yang terjadi antar individu. Berkaitan dengan pemenuhan hak dan kewajiban di antara pihak yang melakukan perjanjian atau perikatan. Jikalau ada yang merasa haknya tidak terpenuhi, maka ia bisa menuntut ganti rugi.
2. Pihak-pihak yang terlibat

Coba perhatikan, kalau perkara pidana pasti ada satu pihak yang tidak ada ketika sidang perkara perdata. Yaitu jaksa. Nah ini salah satu perbedaan yang mencolok. Jikalau kasus-kasus pidana, maka penuntut umum yang dalam hal ini adalah jaksa ikut pada rangkaian persidangan. Mulai dari membacakan surat dakwaan, sampai surat penuntutan untuk sang tersangka.
Kalau kasus perdata, pihak-pihak yang merasa haknya tidak diindahkan, merekalah yang kemudian menggugat di pengadilan. Misal kamu kemarin melakukan perjanjian kepada temanmu, tapi ia malah berkhianat, kamu bisa langsung melayangkan gugatan ke pengadilan. Dengan catatan kamu punya bukti yang kuat.
3. Jenis sanksi

Setelah putusan hakim, kamu pasti dengar beberapa sanksi yang diberikan kepada terdakwa. Khusus kasus pidana, maka jenis hukumannya adalah penjara, denda, atau bahkan pidana mati. Iya, mengerikan memang.
Nah, pada kasus perdata tidak ada yang namanya hukuman mati ya. Sebab yang berperkara adalah mereka yang saling menggugat. Sehingga putusan hakim bisa berupa mengabulkan atau menolak gugatan, sampai menetapkan bahwa seorang tergugat harus membayar ganti rugi. Sederhananya sih seperti itu.
4. Contoh kasus-kasusnya

Kalau ini sih biar tidak diterangkan secara terperinci. Karena pasti kamu sudah tahu. Termasuk kamu. Kalau kasus pidana itu terbilang familiar di telinga. Kayak kasus pembunuhan, penganiayaan, pelecehan, penipuan, sampai yang paling menakutkan adalah korupsi besar-besaran.
Kalau perdata paling meliputi kasus saling menggugat. Seperti seorang istri yang menggugat cerai suaminya, sengketa lahan, dan lain sebagainya. Pada intinya ranah mereka memang berjalan pada koridornya masing-masing.
5. Penyelesaian yang berbeda

Nah, kalau ada kasus pidana yang terjadi, maka yang pertama adalah dilakukan penyelidikan untuk mencari dua alat bukti yang sah. Jikalau syaratnya itu terpenuhi, maka lanjut tingkat penyidikan untuk menetapkan seorang tersangka. Apakah hanya sampai di situ? Tentu tidak dong. Dilakukan pelengkapan berkas tersangka untuk kemudian diserahkan ke pengadilan. Kalau semuanya sudah siap, maka sidang akan dijadwalkan. Dari pembacaan surat dakwaan hingga putusan hakim.
Kalau berperkara di kasus perdata tidak demikian. Kamu yang mengurusi seluruhnya. Dari membuat surat gugatan, datang ke pengadilan, memberikan kesaksian, memperlihatkan alat bukti, sampai akhirnya putusan. Tapi kalau mau sewa pengacara juga tidak mengapa. Kamu bisa terbantu untuk hadapi kasusmu.
Kesimpulannya, pada sidang pidana ada jaksa sebagai penuntut umum, sedangkan pada kasus perdata lebih kepada kedua belah pihak yang menggugat dan tergugat, baik menggunakan kuasa hukum atau tidak.