Kisah Heroik Ignasius Slamet Rijadi, Perancang Pasukan Tempur Indonesia yang Mati Muda

Solo, IDN Times - Lahir dengan nama Slamet Rijadi, siapa sangka sosok anak muda yang satu ini punya andil besar bagi terbentuknya kekuatan militer di Indonesia. Di era pendudukan tentara kolonial Belanda, nama Slamet Rijadi begitu tersohor di kalangan gerilyawan di seluruh pelosok negeri.
Alkisah, Slamet Rijadi yang kala itu berpangkat Letnan Kolonel memimpin pertempuran melawan tentara Belanda di Solo. Dinukil dari laman resmi Pusat Sejarah TNI, Letkol Slamet Rijadi memobilisasi rakyat untuk melakukan serangan umum dalam dua gelombang.
Tujuan utama serangan itu guna mencapai kedudukan yang baik sebelum gencatan senjata berlaku. Serangan umum terhadap kota Solo juga untuk menunjukkan kepada musuh bila para gerilyawan republik tak cuma mahir bergerilya. Tapi juga mampu menyerang dengan frontal dan liniar untuk menduduki suatu daerah tertentu. Selain itu, mereka berani menghadapi gempuran musuh yang menggunakan kavaleri dan senjata berat.
1. Slamet Rijadi pimpin serangan umum dua gelombang di Solo pasca kemerdekaan RI

Serangan umum terhadap kota Solo dilakukan dari tanggal 7 sampai dengan 9 Agustus 1949, dan gelombang kedua pada tanggal 10 Agustus 1949.
Letkol Slamet Rijadi berperan sebagai Komandan Wehkreise I sekaligus pimpinan Komando Pertempuran Panembahan Senopati/Brigade V Divisi II.
Slamet Rijadi mengkomandoi pasukannya untuk mengepung Solo dari empat arah sekaligus. Sejak pagi buta gerilyawan dengan persenjataan yang dimiliki menyusup ke dalam kota dan menyebar.
Sontak, serangan ini membuat tentara Belanda terkejut. Melihat serangan yang dilancarkan oleh Slamet Rijadi, Belanda lalu menyerang balik lewat udara dan darat dengan kemampuan persenjataannya.
Setelah berlangsung 4 hari 4 malam dan mencapai puncaknya pada tanggal 10 Agustus 1949, dimulai lagi serangan kedua.
Serangan tersebut dilakukan secara besar-besaran. Taktik yang digunakan dengan menghadang musuh. Menyergap saat malam hari, menyabotase.
Uniknya Slamet Rijadi dan pasukannya hanya berbekal senjata ringan. Slamet ingin memberi kesan kepada musuh, bahwa TNI tetap kuat.
2. Kota Solo berhasil direbut para gerilyawan republik

Sekalipun pihak Belanda mempergunakan semua kekuatan yang ada untuk menguasai keadaan, tapi posisinya terdesak dan separuh kota berada di tangan TNI. Pasukan-pasukan Belanda hanya tinggal di dalam tangsi-tangsi, sedangkan di luar mereka tidak berdaya sama sekali.
Pertempuran di Solo berakhir dengan kemenangan di pihak gerilyawan republik. Kemudian Slamet Rijadi menyerahkan komando kota Solo kepada Mayor Achmadi. Selanjutnya diadakan perundingan dengan pihak Belanda dibawah United Nations Commission for Indonesia (UNCI).
3. Slamet Rijadi perencana dan pengatur strategi perang yang handal

Diluar itu, Slamet Rijadi juga berjasa memobilisasi potensi rakyat sebagai tenaga tempur yang mahir dan militan. Dialah yang jadi perencana dan pengatur siasat serta strategi militer yang handal saat menghadapi tentara Belanda.
Slamet Rijadi memutuskan menjadi penganut Katolik sebelum bertolak ke Ambon.
Sebelum berangkat, dia dibaptis dengan nama depan Ignatius. Dia pun dimandikan di Gereja Room Katolik Purbayan Solo akhir 1949.
4. Berkolaborasi dengan Alex Kawilarang, Slamet Rijadi bisa tumpas RMS

Saat menumpas RMS di Ambon pasca kemerdekaan, Slamet Rijadi juga memimpin pasukannya melumpuhkan pemberontak.
Tanggal 24 April 1950 Belanda memainkan peranan kembali dalam episode akhir jajahannya di Indonesia dengan memproklamirkan apa yang dinamakan RMS lepas dari Negara Indonesia Timur dan RIS dibawah pimpinan Dr. C.R.S Soumokil.
Untuk menumpas gerakan RMS, disusunlah Komando Pasukan Maluku Selatan (Kopas Masel). Kopas Masel dipimpin oleh Panglima Komando Tentara Territorium Indonesia Timur Kolonel Alex E. Kawilarang, dan komandan operasinya Letkol Slamet Rijadi.
Ini jadi hal yang menarik. Sebab, Alex Kawilarang, merupakan keturunan Minahasa, sedangkan Slamet Rijadi seorang putera asli Solo mampu berpadu dengan baik dalam menumpas RMS.
5. Slamet Rijadi tertembak saat bertempur naik panser di barisan terdepan

Slamet Rijadi gugur ketika sedang memimpin pertempuran di Ambon. Peristiwa tersebut muncul saat dia berinsiatif memimpin pasukannya sendiri. Dengan naik panser, Slamet memimpin barisan terdepan. Namun tidak dapat dihindari, dalam suatu operasi di depan benteng Niew Victoria, Slamet Rijadi tertembak.
6. Meninggal di usia sangat muda, Slamet Rijadi dimakamkan di dekat pohon kelapa

Dia meninggal di usia 24 tahun jam 21.15 pada 4 November 1950. Di detik kematiannya, dia rupanya masih sempat meneriakkan kalimat heroik berbunyi "Mari, mari, kita terus masuk benteng ! Mari, mari, maju…….”. Sampai akhirnya lenyap bak di telan bumi.
Slamet Rijadi meninggal akibat luka parah di perutnya. Laman Pusat Sejarah TNI mengisahkan bahwa Letnan Kolonel Slamet Rijadi gugur sebagai pahlawan kusuma bangsa.
Jenazah Slamet Rijadi dimakamkan dengan upacara militer di kuburan darurat di tengah kebun kelapa Pantai Tulehu, Pulau Ambon timur tanggal 5 November 1950. Barulah setelah kondisi keamanan pulih, makam Slamet Rijadi dipindahkan ke TMP Ambon.
Di akhir kisahnya, Slamet Rijadi tercatat sebagai prajurit TNI yang merancang berdirinya pasukan tempur komando. Yang tak boleh dilupakan, Slamet Rijadi punya andil melumpuhkan gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di Bandung. Slamet Rijadi mengirim bala tentaranya dari Batalyon 352 untuk mengacaukan APRA.
Jasanya membentuk satuan-satuan tempur yang diandalkan saat menghadapi lawan dan medan yang berat. Pemerintah Indonesia memberi kenaikan pangkat bagi Slamet Rijadi dengan brigadir jenderal anumerta. mode
Memperingati HUT ke-75 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, IDN Times meluncurkan kampanye #MenjagaIndonesia. Kampanye ini didasarkan atas pengalamanan unik dan bersejarah bahwa sebagai bangsa, kita merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI dalam situasi pandemik COVID-19, di saat mana kita bersama-sama harus membentengi diri dari serangan virus berbahaya. Di saat yang sama, banyak hal yang perlu kita jaga sebagai warga bangsa, agar tujuan proklamasi kemerdekaan RI, bisa dicapai.