Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kopi Gumuk dan Upaya Konservasi ala Petani di Lereng Merapi

Diinisiasi sejak 2017, Kopi Gumuk menjadi salah satu sumber penghasilan penduduk Desa Mriyan, dengan AQUA menyediakan bibit, pelatihan, dan perlengkapan kedai kopi. (dok AQUA)

Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Boyolali sehari-harinya dikenal sebagai sentra pertanian tembakau dan bunga mawar.

Namun tak hanya tembakau dan mawar, salah satu dusun yang letaknya di lereng Gunung Merapi tersebut juga dikenal dengan penghasil kopi arabica yang memiliki cita rasa khas, kopi tersebut kini lebih dikenal dengan nama Kopi Gumuk.

Desa Mriyan terletak berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Merapi dan berada tepat di lereng Gunung Merapi. Dari sini kita dapat melihat dengan jelas puncak Gunung yang terletak di wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta.

1. Kedai kopi dikelola oleh kelompok tani

Painu Ketua Kelompok Tani di Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, Kecamatan Tamansari, Boyolali. (IDN Times/Bandot Arywono)

Rabu (24/7/2024) IDN Times berkesempatan mencicipi kopi hasil budidaya para petani di dukuh Gumuk yang terletak di 1.360 mdpl. 

Suara mesin grinder terdengar di sela-sela obrolan para tamu yang saat itu tengah memadati Kedai Kopi Gumuk, tepatnya di RT 04, RW 03 Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, Kecamatan Tamansari.

Dengan cekatan Parli barista Kedai Kopi Gumuk yang merupakan salah seorang warga Gumuk terlihat terampil menyeduh kopi yang dihidangkannya bersama dengan kacang rebus, pisang rebus dan juga singkong goreng yang cocok disajikan di tengah udara yang siang itu terasa dingin. Aroma kopi yang dipanggang semerbak wangi tercium hingga ke sudut-sudut kedai, obrolan pun mengalir sambil menikmati secangkir kopi.

Painu Ketua Kelompok Tani di Dukuh Gumuk mengatakan Kedai kopi tersebut dikelola oleh Kelompok Tani Subur Makmur Dukun Gumuk, ketertarikannya pada kopi sudah ia rintis sejak tahun 2013, awalnya tanaman kopi di Dusun Gumuk hanya sebagai pendamping, pasalnya warga masih menggantungkan mata pencaharian dari menanam tembakau dan juga mawar.

"Warga di sini itukan para petani tembakau, selain tembakau untuk mendapatkan penghasilan harian mereka menanam bunga mawar. Kopi awalnya hanya sebagai pendamping," kata Painu.

Di akhir tahun 2017, para petani kopi Gumuk mendapatkan pendampingan dan bantuan CSR berupa bibit kopi dari Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) Karanganyar dan pabrik AQUA Klaten yang lalu dikembangkan oleh masyarakat. Warga mendapatkan pelatihan seperti meroasting kopi, cara penyajian kopi, diajari menjadi Barista, selain itu warga juga mendapat bantuan mesin roasting dan penyaji kopi.

2. Kopi Gumuk memiliki tiga varian rasa dengan cita rasa yang khas

Kopi Gumuk dari Desa Mriyan, Kecamatan Tamansari yang merupakan kopi khas dari Boyolali. (IDN Times/Bandot Arywono)

Di tahun 2018 kelompok tani di dusun Gumuk kemudian mendirikan kedai kopi yang diberi Kopi Gumuk dan memiliki produk yakni Gumuk Coffee, kedai ini dikelola oleh Kelompok Karya Muda Komunitas Petani Konservasi Dukuh Gumuk.

Kedai Kopi Gumuk digunakan para anggota kelompok tani sebagai laboratorium meracik dan mensajikan kopi. Kopi yang dihasilkan kemudian dijual di kedai yang juga menjadi tempat komunitas berkumpul seminggu sekali untuk membahas persoalan-persoalan di desa.

Dan kini setiap akhir pekan Gumuk Coffe menjadi jujugan para wisatawan, khususnya para pesepeda yang menyempatkan mampir di Gumuk.

Kopi Gumuk yang bercita rasa khas dengan 3 varian rasa berbeda. Sesuai dengan proses pemanggangannya yaitu Natural, Honey dan Wine.

Kopi jenis arabika asli lereng Merapi tersebut memiliki karakteristik unik yakni rasa yang sedikit fruity, bercampur dengan sedikit rasa nutty serta sugar cane yang halus. "Yang jadi andalan di sini itu kopi tubruknya," ujar Painu.  

3. Kulit kopi diolah menjadi camilan

Kedai Kopi Gumuk yang berada di Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, Kecamatan Tamansari, Boyolali. (IDN times/Bandot Arywono)

Tak hanya konsumsi untuk pengunjung Kedai Kopi Gumuk, para petani kopi di Gumuk kini juga telah mampu memasok kopi ke sejumlah cafe yang ada di kota-kota di Jawa Tengah, seperti Boyolali, Klaten dan kota-kota di sekitarnya bahkan hingga ke Jakarta dan Bandung.

Meski ladang kopi warga Gumuk tak lebih dari 500 meter persegi, namun kini setiap tahunnya mampu menghasilkan tak kurang 2 ton kopi dengan kualitas yang tak diragukan lagi, dari biji kopi yang awalnya hanya dihargai Rp2000/kg kini bahkan bisa mencapai Rp6.0000/kg.

Awal merintis kopi Gumuk hanya ada sekitar 10 an orang petani, kemudian berkembang menjadi 40 an petani, dan kini berbagai inovasi dari kopi dikembangkan oleh para petani di Dusun Gumuk.

"Kami juga sedang mengembangkan camilan dari kulit kopi,  jadi setiap bagian dari kopi bisa dimanfaatkan dan bernilai ekonomis," kata Painu. Kulit kopi yang dulunya tidak memiliki nilai jual dan hanya digunakan warga untuk pakan ternak, kini diolah menjadi makanan.

Camilan dari kulit kopi yang digoreng tersebut, bentuknya seperti sereal, renyah, rasanya manis dan memiliki sensasi asam yang bikin ketagihan.

4. Tanaman kopi juga berfungsi sebagai penahan longsor

Automatic weathers station yang dibangun oleh AQUA di Gumuk. (IDN Times/Bandot Arywono)

Ketua komunitas petani Dukuh Gumuk Joko Susanto mengatakan tanaman kopi yang dibudidaya penduduk selain memiliki nilai ekonomis yang mampu mendatangkan cuan  juga berfungsi sebagai penahan longsor yang kerap terjadi di desa.

Selain untuk diambil biji dan diolah menjadi kopi, budidaya kopi di Gumuk juga bertujuan untuk menjaga kontur tanah agar tetap kuat menghindari dari longsor dan supaya lahan yang ada menjadi lebih produktif. "Dengan adanya tanaman kopi longsor bisa dicegah", kata Joko.

Tak hanya kopi penerapan agroforestri sebagai salah satu model pertanian yang melibatkan integrasi antara tanaman pokok semusim dengan berbagai jenis tanaman kayu atau tanaman lainnya yang memberikan manfaat yang beragam di Gumuk, warga juga menanam alpukat. Tak hanya konservasi, secara ekonomi warga juga mendapatkan manfaat dari tanaman-tanaman tersebut. "Jangka pendek warga mendapatkan penghasilan dari mawar, jangka menengah dari tanaman tembakau, dan jangka panjang manfaat dari kopi dan juga alpukat," ujar Joko.      

Dusun Gumuk merupakaan sebagian kawasan yang masuk wilayah Kecamatan Tamansari yang ditetapkan sebagai kecamatan konservasi, Kecamatan Tamansari sendiri sebagian besar areanya adalah daerah recharge yang mana demografisnya memiliki karakteristik untuk menggerakan aliran air tanah secara vertikal ke daerah yang lebih rendah. Di wilayah ini juga merupakan lokasi recharge area daerah penangkapan air awal pabrik AQUA Klaten.

5. Warga Gumuk lakukan konservasi anggrek langka yang terancam akibat erupsi Gunung Merapi

Konservasi dan budidaya tanaman anggrek Merapi di Gumuk. (IDN Times/Bandot Arywono)

Selain kopi, di Desa Mriyan juga terdapat konservasi dan budidaya tanaman anggrek Merapi. Konservasi anggrek dilakukan warga dengan membuat greenhouse berukuran 4-meter x 6 meters.

Ada setidaknya 35 jenis anggrek dari Gunung Merapi yang diambil pasca erupsi Merapi pada tahun 2010 silam yang dipelihara dan dikembangkan. Salah satu varian yang dikembangkan di sini yakni anggrek Vanda Tricolor yang langka.

"Kami waktu itu melihat anggrek Merapi itu sudah hampir punah. Kami berusaha menyelamatkan anggrek yang hampir punah karena erupsi Merapi," ucap Joko.

Anggrek yang diselamatkan dari erupsi ini terus dikembangbiakkan. Bahkan pengembangan yang biasanya secara alami oleh serangga, kini dikembangkan dengan kultur jaringan. Para pemuda di Gumuk ini merawat anggrek di di greenhouse selama 1,5 hingga 2 tahun sebelum kembali dilepasliarkan ke area Taman Nasional Gunung Merapi.

6. Upaya AQUA menjaga menjaga kelestarian lingkungan dari hulu hingga hilir

Rama Zakaria Stakeholder Relations Manager Pabrik AQUA Klaten. (Dok AQUA)

Head of Climate and Water Stewardship, Ratih Anggraeni menyatakan upaya AQUA dalam menjaga kelestarian lingkungan dilakukan dari hulu ke hilir dalam hal ini hulu sumber air AQUA di Klaten salah satunya yakni kawasan lereng Gunung Merapi, AQUA sebutnya fokus pada beberapa hal diantaranya pelestarian sumber daya air dan lingkungan, sirkularitas sistem produksi, dan peningkatkan akses terhadap air bersih.

"AQUA berkomitmen meyediakan air minum mineral berkualitas dan memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat. Komitmen ini kami wujudkan melalui berbagai aksi nyata dari hulu ke hilir bersama dengan masyarakat sekitar, dimanapun kami beroperasi," katanya.

Rama Zakaria Stakeholder Relations Manager Pabrik AQUA Klaten mengatakan untuk meningkatkan daya resap air dan mengendalikan banjir, AQUA juga membuat 70 sumur resapan, 2.650 lubang biopori, dan 930 rorak. Selain itu, AQUA pun menginisasi agroforestri kopi sejak tahun 2017 dengan menyediakan bibit tanaman kopi untuk dibudidayakan, dan mendampingi petani dalam penerapan praktek pertanian regenerative yang mendorong pengurangan penggunaan bahan kimia.

Dengan inisiatif ini, kerapatan lahan kawasan hulu tetap terjaga, kualitas airnya terlindungi dan masyarakat sekitar pun dapat menikmati manfaat ekonomi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bandot Arywono
EditorBandot Arywono
Follow Us