Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

7 Langkah Bijak untuk Menghindari Retail Therapy, Jangan Mudah Tergoda!

ilustrasi pria melakukan retail therapy (freepik.com/freepik)
ilustrasi pria melakukan retail therapy (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Mengenali pola emosi yang memicu hasrat belanja
  • Membuat daftar kebutuhan secara berkala
  • Menetapkan anggaran dan batas pengeluaran
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan penuh tekanan, aktivitas berbelanja sering kali menjadi pelarian sementara untuk meredakan stres atau mengalihkan perhatian dari masalah pribadi. Fenomena ini dikenal dengan istilah retail therapy, yakni kebiasaan membeli barang sebagai bentuk pelampiasan emosi negatif. Meskipun terlihat tidak berbahaya, kebiasaan ini dapat berujung pada ketergantungan yang merugikan, terutama dari sisi finansial dan psikologis.

Berbelanja semestinya menjadi kegiatan yang direncanakan dan didasari oleh kebutuhan, bukan sekadar dorongan sesaat. Dalam jangka panjang, kebiasaan tersebut mampu menciptakan pola konsumsi impulsif dan membentuk ilusi kebahagiaan yang semu. Akibatnya, bukan ketenangan yang diperoleh, melainkan kekosongan emosional dan beban ekonomi yang semakin menumpuk.

Untuk menghindari godaan konsumtif tak berkesudahan, yuk simak ketujuh langkah bijak untuk menghindari retail therapy di bawah ini. Check it out!

1. Mengenali pola emosi yang memicu hasrat belanja

ilustrasi pria melakukan retail therapy (freepik.com/freepik)
ilustrasi pria melakukan retail therapy (freepik.com/freepik)

Langkah pertama yang paling mendasar adalah mengenali emosi yang menjadi pemicu keinginan untuk berbelanja. Sering kali, seseorang terdorong untuk membeli sesuatu bukan karena kebutuhan nyata, melainkan karena sedang merasa kesepian, marah, cemas, atau sedih. Dalam kondisi ini, berbelanja terasa seperti cara cepat untuk mengatasi perasaan negatif tersebut.

Pengenalan terhadap diri sendiri merupakan kunci utama dalam menghindari kebiasaan konsumtif yang tidak sehat. Menyadari bahwa kebahagiaan sejati tidak berasal dari benda, melainkan dari pemulihan emosi yang sehat, akan membantu mengalihkan perhatian ke cara-cara yang lebih konstruktif. Setiap kali muncul keinginan berbelanja, luangkan waktu sejenak untuk mengidentifikasi apa yang sebenarnya sedang dirasakan.

2. Membuat daftar kebutuhan secara berkala

ilustrasi pria melakukan retail therapy (freepik.com/senivpetro)
ilustrasi pria melakukan retail therapy (freepik.com/senivpetro)

Langkah kedua adalah menyusun daftar kebutuhan secara berkala, baik untuk kebutuhan harian, bulanan, maupun tahunan. Daftar ini membantu menyeleksi mana barang yang benar-benar dibutuhkan dan mana yang hanya keinginan sesaat. Dengan daftar tersebut, pengeluaran menjadi lebih terstruktur dan terhindar dari pemborosan. Selain itu, daftar belanja juga berfungsi sebagai pengingat ketika dihadapkan pada berbagai tawaran menggiurkan yang sering kali muncul saat menjelajahi toko, baik secara fisik maupun daring.

Penyusunan daftar kebutuhan akan memberikan panduan yang jelas dan membantu mempertahankan fokus saat berbelanja. Kebiasaan ini menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap penggunaan uang serta menghindarkan dari keputusan yang terburu-buru. Dengan menuliskan secara detail dan memprioritaskan kebutuhan berdasarkan urgensi, individu dapat menahan diri dari godaan membeli barang-barang yang tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari.

3. Menetapkan anggaran dan batas pengeluaran

ilustrasi pria melakukan retail therapy (freepik.com/freepik)
ilustrasi pria melakukan retail therapy (freepik.com/freepik)

Langkah berikutnya yang tidak kalah penting adalah menetapkan anggaran belanja yang realistis dan tidak melebihi kemampuan finansial. Membuat batasan keuangan sejak awal dapat mencegah terjadinya pengeluaran impulsif yang tidak direncanakan. Dengan menetapkan jumlah maksimal yang boleh dibelanjakan untuk kategori tertentu, seseorang dapat lebih bijaksana dalam mengambil keputusan belanja. Hal ini juga membantu menjaga kestabilan keuangan pribadi dalam jangka panjang.

Anggaran yang terencana dengan baik memberikan rasa aman dan mengurangi stres yang ditimbulkan oleh pengeluaran tidak terkontrol. Setiap transaksi menjadi lebih terukur dan dipertimbangkan secara matang. Apabila terdapat keinginan untuk membeli sesuatu di luar anggaran, beri waktu selama beberapa hari untuk menilai kembali apakah barang tersebut benar-benar diperlukan atau hanya sekadar dorongan emosional sesaat.

4. Mengalihkan energi pada aktivitas positif

ilustrasi pria melakukan retail therapy (freepik.com/senivpetro)
ilustrasi pria melakukan retail therapy (freepik.com/senivpetro)

Mengalihkan perhatian dari kebiasaan belanja menuju aktivitas yang lebih positif merupakan langkah efektif untuk mengatasi retail therapy. Ketika muncul keinginan untuk membeli barang sebagai bentuk pelampiasan emosi, cobalah mengganti aktivitas tersebut dengan hal yang lebih sehat, seperti olahraga, membaca, menulis jurnal, atau melakukan kegiatan seni. Aktivitas tersebut tidak hanya membantu memperbaiki suasana hati, tetapi juga memberikan nilai tambah dalam kehidupan pribadi.

Aktivitas positif dapat memberikan kepuasan emosional yang lebih tahan lama dibandingkan kesenangan semu dari belanja impulsif. Misalnya, dengan berjalan kaki di alam terbuka, tubuh dan pikiran menjadi lebih segar. Atau dengan menulis perasaan dalam jurnal harian, seseorang bisa mendapatkan pemahaman lebih dalam terhadap emosi yang sedang dirasakan. Kegiatan semacam ini memperkaya pengalaman pribadi tanpa harus menguras kantong, sekaligus memperkuat ketahanan emosional dalam menghadapi tekanan sehari-hari.

5. Menunda keputusan pembelian

ilustrasi pria melakukan retail therapy (freepik.com/senivpetro)
ilustrasi pria melakukan retail therapy (freepik.com/senivpetro)

Salah satu cara efektif untuk menghindari keputusan impulsif dalam berbelanja adalah dengan menunda pembelian selama beberapa waktu. Penundaan ini memberi ruang untuk berpikir jernih dan menilai kembali apakah barang tersebut benar-benar dibutuhkan atau hanya hasil dorongan emosional sesaat. Kebiasaan menunda juga mengurangi kemungkinan terjebak dalam promosi yang bersifat sementara dan menyesatkan.

Menunda pembelian melatih kemampuan mengontrol keinginan dan membentuk sikap disiplin dalam mengelola konsumsi. Cobalah menerapkan aturan 24 jam atau bahkan 7 hari sebelum melakukan pembelian untuk barang yang tidak termasuk kebutuhan pokok. Dalam banyak kasus, setelah waktu berlalu, keinginan untuk memiliki barang tersebut biasanya mereda dengan sendirinya. Pendekatan ini sangat membantu untuk membedakan antara kebutuhan sejati dan godaan sesaat yang tidak mendatangkan manfaat jangka panjang.

6. Menghindari paparan iklan berlebihan

ilustrasi pria melakukan retail therapy (freepik.com/freepik)
ilustrasi pria melakukan retail therapy (freepik.com/freepik)

Salah satu penyebab utama terjadinya retail therapy adalah paparan iklan yang berlebihan, baik melalui media sosial, televisi, maupun email marketing. Iklan-iklan tersebut dirancang secara psikologis untuk memicu respons emosional dan mendorong keputusan pembelian tanpa banyak pertimbangan. Mengurangi paparan ini dapat membantu menekan keinginan untuk belanja impulsif dan memperkuat kesadaran terhadap manipulasi pemasaran.

Selain itu, menggunakan fitur pemblokir iklan atau mematikan notifikasi dari aplikasi belanja daring juga dapat membantu menghindari godaan yang tidak perlu. Membatasi waktu layar dan memperbanyak interaksi langsung dengan lingkungan sekitar akan mengembalikan fokus pada hal-hal yang lebih bermakna. Dengan cara ini, dorongan untuk berbelanja karena pengaruh luar dapat dikurangi secara signifikan, dan kebiasaan konsumsi menjadi lebih terkendali serta berdasarkan pertimbangan logis.

7. Membangun mindset keuangan yang sehat

ilustrasi pria melakukan retail therapy (freepik.com/freepik)
ilustrasi pria melakukan retail therapy (freepik.com/freepik)

Langkah terakhir yang paling penting adalah membangun pola pikir keuangan yang sehat dan berkelanjutan. Hal ini mencakup pemahaman terhadap nilai uang, pentingnya menabung, serta tujuan jangka panjang dalam kehidupan finansial. Ketika seseorang memiliki kesadaran terhadap pentingnya kestabilan keuangan, maka ia akan lebih selektif dalam melakukan pengeluaran. Uang tidak lagi dipandang sebagai alat untuk memuaskan hasrat sesaat, tetapi sebagai sumber daya yang harus dikelola dengan bijaksana.

Pola pikir ini juga menciptakan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan masa depan. Membentuk kebiasaan menabung, berinvestasi, serta membuat perencanaan keuangan akan memberikan rasa aman dan kendali dalam menjalani hidup. Sikap tersebut membantu menjaga keseimbangan antara kebutuhan pribadi dan kewajiban finansial, serta memperkuat integritas dalam membuat keputusan ekonomi.

Ketika seseorang mampu menahan godaan sesaat demi kestabilan jangka panjang, di situlah letak kekuatan pengendalian diri yang sesungguhnya. Hidup yang lebih seimbang dapat tercipta ketika keputusan konsumsi dilandaskan pada kebutuhan, bukan pelarian dari tekanan batin.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us