5 Cara Menghadapi Toxic Positivity yang Justru Bikin Tertekan

Toxic positivity seringkali membuat seseorang merasa tidak boleh sedih, tidak boleh mengeluh, bahkan tidak boleh lelah. Padahal, emosi adalah sebuah perasaan yang penting untuk diakui. Perasaan sedih, kecewanya, marah merupakan bagian dari kehidupan. Justru ketika perasaan negatif ditekan terus-menerus dapat menyebabkan stres yang kemudian meledak di kemudian hari.
Sayangnya hal seperti ini lebih sering datang dari diri sendiri. Tanpa sadar kita selalu menuntut diri sendiri untuk selalu kuat dan terlihat baik-baik saja. Jika masih terjebak hal demikian, lima cara ini perlu dilakukan untuk menghadapi toxic positivity yang bikin justru bikin kamu tertekan.
1. Terapkan self talk yang jujur, bukan toxic

Membangun self talk yang jujur akan membantu menciptakan koneksi lebih sehat dengan dirimu sendiri. Cobalah untuk jujur pada perasaanmu, jangan menjadi orang pertama yang menghakimi diri sendiri saat terpuruk. Merasa tidak baik-baik saja bukan berarti lemah, tapi menandakan bahwa kamu juga manusia.
Melakukan self talk bukan berarti larut dalam kesedihan, tapi ini adalah bentuk mengakui kesedihan. Sebab, dengan jujur kamu bisa pulih perlahan. Jika biasanya kamu mengatakan "aku harus kuat, gak boleh nangis", maka kamu bisa ganti dengan "aku boleh bersedih, karena perasaan ini adalah wajar".
2. Istirahatlah dari motivasi palsu

Hidup ini tidak harus selalu kamu menangkan. Kamu juga tidak harus berpura-pura kuat di depan orang lain. Jangan memaksakan diri untuk selalu menjadi produktif hanya karena takut dianggap malas.
Terlalu sibuk dengan rutinitas terkadang membuat lupa terhadap apa yang kita rasakan. Istirahatlah sejenak dari standar sosial yang seringkali membuat tertekan. Tidak harus terlihat healing untuk istirahat, sesederhana tidur siang atau sekadar nangis tanpa alasan adalah bentuk dari merawat diri.
3. Pahami bahwa tidak semua hal harus disikapi positif

Beberapa kejadian memang terasa menyakitkan. Ada saatnya kamu memang harus menikmati tanpa buru-buru mencari hikmah dari semua hal. Biarkan semuanya mengalir perlahan, rasakan kekecewaannya tanpa harus pura-pura baik-baik saja.
Terkadang kita sering diajarkan dengan nasihat "sabar saja, nanti juga ada hikmahnya". Terdengar klise, namun pada kenyataannya tidak semua luka dapat dimengerti hari ini. Membiasakan tidak semua hal harus disikapi positif akan membantumu memberi ruang bagi rasa sedih untuk hadir tanpa memaksa diri tetap kuat.
4. Jangan bandingkan luka dengan orang lain

Membandingkan luka pribadi dan orang lain adalah salah satu toxic positivity yang seringkali terjadi di lingkungan sekitar. Meskipun kalimat seperti "aku gak boleh sedih, karena hidupku gak separah dia" terdengar seperti dorongan untuk membuatmu tetap kuat, namun kita harus paham bahwa tidak ada luka yang bisa dibandingkan.
Setiap orang tentu punya kapasitas masing-masing untung menampung rasa sakit. Tidak peduli luka sekecil apapun yang dirasakan, karena kamu selalu berhak untuk merasa sedih tanpa merasa bersalah atas luka orang lain yang lebih besar. Bukan seberapa besar luka yang menimpamu, namun tentang bagaimana kamu mampu memeluknya dengan penuh ketenangan.
5. Latih diri untuk duduk bersama emosi

Sebagian orang seringkali lebih fokus untuk menghindari luka dibandingkan menghadapinya. Terlalu sering menolak emosi negatif membuatmu sulit untuk menerima rasa sedih. Pelan-pelan latih dirimu untuk tenang dan rasakan apa yang sedang muncul.
Luka yang sering diabaikan, perlahan akan menumpuk dan suatu hari dapat menjadi sesuatu yang lebih menyakitkan. Duduk bersama emosi justru akan memberi rasa berani untuk merasakan yang benar-benar terjadi pada dirimu. Beri ruang secukupnya agar hatimu lebih lega.
Toxic positivity seringkali datang dengan kalimat manis dan justru membuatmu menolak realita luka yang terjadi. Dituntut untuk selalu kuat serta tidak boleh bersedih, padahal tidak semua kejadian bisa kita ambil hikmahnya hari ini. Oleh karena itu, jangan terburu-buru menyemangati dirimu untuk tetap baik-baik saja. Kamu boleh jujur dengan rasa bahagia, kecewa, marah, bahkan terluka karena ini adalah bagian dari menjadi manusia yang utuh.