Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Merajut Masa Depan yang Seimbang: Sehat, Aman, dan Finansial Tangguh untuk Generasi Muda

ilustrasi generasi muda (pexels.com/Sewupari studio)
ilustrasi generasi muda (pexels.com/Sewupari studio)
Intinya sih...
  • Anak muda Indonesia mengalami masalah kesehatan, seperti dislipidemia dan kadar kolesterol tinggi, yang mengancam produktivitas dan kualitas hidup.
  • Gaya hidup konsumtif dan impulsif masih mendominasi perilaku generasi muda, terutama dengan fenomena YOLO dan FOMO yang mendorong pengambilan keputusan finansial jangka pendek.
  • Keseimbangan antara gaya hidup sehat, kekuatan finansial, dan literasi asuransi yang tepat dapat membantu anak muda membangun masa depan yang kokoh.

Senja mulai meredup di cakrawala Ibu Kota Jakarta, menelan hiruk-pikuk kawasan Sudirman, Jumat (21/2/2025). Di tengah keramaian kantor yang perlahan memudar, langkah kaki Nanik, seorang profesional muda berusia 32 tahun, terasa berat. Bukan karena lelah bekerja, melainkan beban pikiran yang tidak kunjung reda. 

Hasil pemeriksaan kesehatannya (medical check-up) baru saja keluar: kolesterolnya tinggi, tekanan darah naik, dan tingkat stresnya yang memuncak. Di sisi lain, tabungan minim membuat pikirannya makin cemas.

Perempuan bernama lengkap Nanik Wijaya itu merupakan potret nyata dari jutaan anak muda Indonesia yang berada dalam dilema besar zaman ini: mengejar kesuksesan finansial sambil mengabaikan kesehatan, atau sebaliknya. Tapi benarkah keduanya tidak bisa berjalan beriringan? Apakah generasi muda harus memilih salah satu?

Ilustrasi Sakit (unsplash.com/Alexander Grey)
Ilustrasi Sakit (unsplash.com/Alexander Grey)

Ya, masalah kesehatan pada anak muda bukan lagi mitos. Analisis Riskesdas 2018 oleh Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat (Pusinfokesmas) FKMUI terhadap 28.007 responden berusia 15–64 tahun mengungkap fakta mencengangkan: 61,6 persen mengalami dislipidemia—gangguan kadar lipid dalam tubuh yang bisa memicu penyakit kronis.

Masih dari laporan itu, Lebih dari separuh penduduk usia di atas 15 tahun atau sekitar 54,4 persen, memiliki kadar kolesterol abnormal, dan wanita berisiko lebih tinggi dibanding pria. Masalah kolesterol tinggi (dengan total di atas 200 mg/dL) ditemukan pada 28,8 persen populasi, terutama di kawasan perkotaan. 

Kondisi tersebut mengancam produktivitas dan kualitas hidup dalam jangka panjang. Sayangnya, banyak anak muda yang merasa terlalu dini untuk memikirkan risiko kesehatan. Kesadaran mereka tidak selalu diiringi tindakan, hingga penyesalan datang ketika semuanya sudah terlambat.

Di bagian lain, tantangan finansial juga menjerat. Meski indeks literasi keuangan nasional meningkat menjadi 66,46 persen berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2025, gaya hidup konsumtif dan impulsif masih mendominasi perilaku generasi muda.

Fenomena You Only Live Once (YOLO) dan Fear of Missing Out (FOMO) mendorong mereka mengambil keputusan finansial jangka pendek demi mengejar gaya hidup. Keputusan itu diperparah oleh godaan utang instan seperti layanan buy now pay later (BNPL) dan pinjaman online (pinjol) yang tampak praktis namun berisiko tinggi.

"Anak muda ini FOMO. Kalau gak ikut (tren atau gaya hidup), khawatir dan takut dibilang ketinggalan zaman. Paling gawat (kalau) belanjanya pakai uang utangan (pay later atau pinjol), bukan uang sendiri," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen (PEPK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Friderica Widyasari Dewi, dalam acara Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (Like It), yang dilansir dari YouTube OJK, Senin (16/6/2025). 

Kiki, sapaan akrab Friderica, juga mencatat bahwa sebagian besar pengguna layanan pay later didominasi oleh anak muda, dengan rentang usia rata-rata 26–35 tahun. Alhasil, kemudahan akses pinjaman online dan pay later memang memikat, tapi juga menjerat. Alih-alih membangun aset, banyak anak muda justru menumpuk utang konsumtif yang akhirnya mengganggu kestabilan mental dan emosional mereka.

Membangun Pilar Keseimbangan

ilustrasi olahraga lari (pexels.com/Tirachard Kumtanom)

Solusi dari lingkaran kusut tersebut bukanlah memilih salah satu antara kesehatan atau keuangan. Justru, keduanya bisa saling melengkapi jika dibangun di atas tiga pilar utama: gaya hidup sehat, kekuatan finansial, dan literasi asuransi yang tepat.

Benjamin Franklin pernah berkata, "An ounce of prevention is worth a pound of cure”—mencegah selalu lebih baik dan murah daripada mengobati. 

Data dari American Heart Association mendukung pernyataan tersebut di mana setiap US$1 yang diinvestasikan ke dalam intervensi gaya hidup (olahraga, diet sehat, berhenti merokok) dapat menghemat US$3–5 biaya pengobatan kardiovaskular di masa depan.

Senada dengan itu, tokoh kebugaran nasional, I Gusti Agung Kusuma Yudha Rai atau akrab dengan nama Ade Rai menekankan pentingnya menjaga kesehatan sebagai bentuk investasi jangka panjang, yang memberikan manfaat positif baik untuk fisik, mental, maupun finansial.

"Sehat bersahabat dengan pertemanan hati, sedangkan sakit bersahabat dengan perlawanan hati. Tiada kata terlambat untuk memulai hidup sehat," ujarnya usai menjadi pembicara seminar di bilangan Kuningan Jakarta, awal Februari 2025.

Konsep yang disampaikan Ade Rai bukan sekadar slogan atau lip service, melainkan realitas yang didukung data konkret. Kementerian Kesehatan RI bahkan mencatat, biaya pengobatan penyakit tidak menular (PTM) seperti diabetes, hipertensi, dan jantung bisa menembus ratusan juta rupiah per tahun. Itu adalah angka yang fantastis, yang bisa menguras seluruh tabungan seseorang dan bahkan menjerumuskan keluarga ke dalam kesulitan finansial. 

Bandingkan dengan investasi gaya hidup sehat: makanan bergizi, olahraga rutin, dan check-up hanya membutuhkan ratusan ribu per bulan. Perbandingan tersebut sangat mencolok, menunjukkan jika biaya pencegahan jauh lebih efisien dan berkelanjutan. Jelas, memilih hidup sehat adalah langkah cerdas. 

Jika tubuh adalah aset utama, maka perencanaan keuangan adalah penjaganya. Robert Kiyosaki, penulis buku Rich Dad Poor Dad menekankan, kemampuan mengelola keuangan jauh lebih penting daripada sekadar besar gaji. Menurutnya, literasi keuangan, investasi, dan membangun aset menjadi kunci kebebasan finansial.

Di era digital, anak muda sebenarnya mempunyai lebih banyak alat untuk mengelola uang. Sebut saja aplikasi budgeting, platform investasi, hingga edukasi daring soal keuangan. Tapi sayang, kemudahan itu belum dibarengi literasi yang cukup. Banyak yang masih salah paham antara "mampu membeli" dan "mampu membayar".

Seseorang dengan penghasilan Rp5 juta per bulan bisa lebih sejahtera daripada yang bergaji Rp20 juta, jika mampu mengelola uangnya dengan bijak. Prinsipnya sederhana: hidup di bawah kemampuan, sisihkan untuk masa depan, dan hindari utang konsumtif.

PertaLife Insurance: Proteksi Modern untuk Generasi Masa Kini

Tampilan aplikasi Pertalife Care/PLife dari Pertalife Insurance. (Dok. Plife.Pertalife.com)
Tampilan aplikasi Pertalife Care/PLife dari Pertalife Insurance. (Dok. Plife.Pertalife.com)

Dalam ekosistem hidup sehat dan finansial yang kuat, ada satu elemen penting yang kerap terlupakan: proteksi. Asuransi adalah jaring pengaman ketika hal tidak terduga terjadi. Namun, penetrasi asuransi di Indonesia masih sangat rendah. Menurut OJK, per Februari 2025 hanya 2,72 persen. Artinya, jutaan orang hidup tanpa perlindungan asuransi jika risiko datang, seperti musibah atau kejadian tak terduga

PT PertaLife Insurance (Pertalife Insurance) hadir untuk menjawab kebutuhan itu. Berdiri sejak 28 Juni 1985, perusahaan tersebut tidak hanya menawarkan produk asuransi, tetapi menjadi mitra strategis bagi generasi muda yang hidup di era serba digital. 

Melalui aplikasi PertaLife Care/PLife yang bisa diunduh dan diinstal pada perangkat Android dan iOS, mereka mempermudah akses: dari monitoring polis, klaim online, cek rumah sakit rekanan, hingga simulasi premi yang fleksibel.

PertaLife juga aktif melakukan edukasi publik lewat seminar, kampanye digital, dan literasi finansial dengan semangat Care, Commit, dan Agile—sebuah pendekatan untuk membentuk persepsi baru bahwa asuransi adalah sahabat, bukan beban.

Lihat saja Andi (24), freelance designer asal Semarang. Dulu, ia stres karena terjebak utang BNPL dan tidak mempunyai proteksi apa pun. Setelah mengikuti seminar Pertalife Insurance bertemakan Inklusi dan Literasi Keuangan di Universitas Negeri Semarang (Unnes) pertengahan tahun 2023, Andi mulai berubah.

"Awalnya saya skeptis (dengan asuransi jiwa). Tapi setelah tahu preminya bisa disesuaikan, saya jadi berani. Sekarang saya punya jaminan kesehatan dasar dan mulai investasi pelan-pelan. Secara tidak langsung (seminar PertaLife) bermanfaat, kita bisa memahami juga bagaimana perencanaan dan pengelolaan keuangan, bisa tahu prioritas ke mana, termasuk soal dana pensiun,”ceritanya.

Kesehatan, keamanan finansial, dan proteksi bukan pilihan eksklusif yang saling meniadakan. Ketiganya justru saling menopang dan membentuk masa depan yang kokoh. Kisah Nanik dan Andi menunjukkan bahwa perubahan dimulai dari satu langkah kecil, yaitu kesadaran.

Dengan dukungan teknologi, edukasi publik, dan pendekatan personal, perusahaan seperti PertaLife memberi akses bagi generasi muda untuk memulai hidup sehat dan aman secara finansial. 

Masa depan tidak selalu bisa ditebak, tetapi selalu bisa dipersiapkan. Karena sejatinya, masa depan cerah dimulai dari keputusan sadar hari ini: menjaga tubuh, mengatur keuangan, dan melindungi yang paling berharga dalam hidup. Dan perubahan itu, tidak harus drastis—yang penting dimulai.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us