Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Sawah Rendah Emisi di Boyolali: Hemat Biaya, Kualitas Padi Unggul

IMG_2003.JPG
Efisiensi penggilingan padi dari diesel ke dinamo oleh petani di Boyolali. (Dok. Low Carbon Rice)
Intinya sih...
  • Sawah rendah emisi di Boyolali mengurangi emisi karbon hingga 50% dan meningkatkan kualitas padi, serta menekan biaya produksi petani.
  • Petani dibekali benih unggul, teknik tanam sistem jajar legowo 2:1, penggunaan pupuk sesuai kebutuhan lahan, dan pembatasan genangan air.
  • Transisi di penggilingan padi dari diesel ke dinamo listrik serta pendampingan langsung ke petani untuk perbaiki pola pupuk juga dilakukan.

Boyolali, IDN Times - Masa depan pertanian Indonesia mulai bergerak ke arah yang lebih ramah lingkungan. Dalam agenda Forum on Indonesia Sustainable Rice (FISR) 2025, para peserta diajak mengunjungi langsung sawah low carbon atau sawah rendah emisi di Desa Simo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, pada Rabu (30/7/2025).

Agenda tersebut menjadi bagian dari upaya mengenalkan pertanian rendah karbon sebagai solusi konkret menghadapi krisis iklim, sekaligus menciptakan sistem pangan nasional yang lebih efisien, tangguh, dan berkelanjutan.

1. Solusi untuk ramah lingkungan

IMG_2065.JPG
Forum on Indonesia Sustainable Rice (FISR) 2025. (Dok. Low Carbon Rice)

Acara tersebut menghadirkan beragam peserta, mulai dari petani, penggilingan padi, pelaku usaha, startup agritech, akademisi, pemerintah, hingga konsumen. Kunjungan lapangan ini sekaligus menjadi sesi lanjutan dari gelaran FISR 2025 yang sebelumnya digelar di Alila Hotel Surakarta pada Selasa (29/7/2025).

Menurut Lead Project Manager Proyek Low Carbon Rice, Angga Maulana, sistem sawah rendah karbon menawarkan banyak keunggulan. Selain mengurangi emisi karbon hingga 50%, metode ini juga meningkatkan kualitas padi dan menekan biaya produksi petani.

“Dengan pengelolaan air dan pemupukan yang sesuai kebutuhan, emisi gas metana bisa ditekan. Selain lingkungan selamat, produksi pangan pun lebih aman dan efisien,” katanya saat ditemui di sela kunjungan lapangan.

Dalam praktiknya, petani dibekali benih unggul, teknik tanam sistem jajar legowo 2:1, penggunaan pupuk sesuai kebutuhan lahan, serta pembatasan genangan air selama masa tanam. Semua ini dilakukan untuk mendorong efisiensi dan produktivitas secara bersamaan.

“Efisiensi biaya bisa sampai 15 persen. Tapi bukan berarti kualitas turun. Justru beras yang dihasilkan lebih bagus, tingkat pecahnya lebih rendah. Pertanian rendah karbon harus dimulai sekarang, bukan nanti. Ini untuk menyelamatkan bumi dan masa depan pangan kita,” aku Angga dilansir keterangan resminya.

2. Penggilingan diesel ke dinamo

ilustrasi petani menanam benih padi di sawah (pexels.com/Mikhail Nilov)
ilustrasi petani menanam benih padi di sawah (pexels.com/Mikhail Nilov)

Tidak hanya di sawah, efisiensi juga digalakkan di sektor penggilingan padi. Melalui proyek ini, sekitar 100 penggilingan padi di Solo Raya telah beralih dari penggerak diesel ke dinamo listrik. Dampaknya langsung terasa, baik secara kualitas beras maupun biaya operasional.

Salah satu pendamping petani, Nana Suharto mengungkapkan, selama ini banyak petani hanya fokus pada pupuk makro dan pertumbuhan batang, tanpa memperhatikan unsur mikro yang penting dalam fase generatif tanaman.

“Selama ini petani jarang menambahkan unsur seperti mangan, silika, atau mikronutrien lain yang bisa memperkuat batang dan akar,” ujarnya.

Pendampingan yang dilakukan bertujuan untuk mengubah pola pikir petani dan mengedukasi mereka agar memanfaatkan nutrisi tanaman secara lebih komprehensif. Hal ini terbukti dapat meningkatkan hasil panen dan kualitas gabah secara signifikan.

3. Kolaborasi multisektor untuk transformasi sistem pangan

ilustrasi hamparan sawah (pexels.com/Tom Fisk)
ilustrasi hamparan sawah (pexels.com/Tom Fisk)

Langkah-langkah yang diperlihatkan lewat FISR 2025 menunjukkan bahwa perubahan nyata dimulai dari desa dan petani. Jika didukung kebijakan yang tepat dan sinergi antarpihak, sistem produksi beras Indonesia dapat bertransformasi menjadi lebih efisien, rendah emisi, dan inklusif.

“Pertanian rendah karbon harus dimulai sekarang, bukan nanti. Ini untuk menyelamatkan bumi dan masa depan pangan kita,” tegas Angga Maulana.

Dengan sistem ini, tak hanya bumi yang diselamatkan, tetapi juga dompet petani, kualitas pangan masyarakat, dan ketahanan ekosistem lokal.

FISR 2025 bukan sekadar forum biasa. Kegiatan itu merupakan wadah konsolidasi nasional yang mempertemukan berbagai aktor di rantai pasok beras dari hulu ke hilir.

Acara diselenggarakan oleh konsorsium pelaksana Proyek Low Carbon Rice yang terdiri dari Preferred by Nature, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), dan PERPADI (Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia), dengan dukungan Uni Eropa melalui SWITCHAsia Grants Programme.

Selama diskusi panel di hari pertama, sejumlah topik strategis dibahas, antara lain:

  • Pembangunan pertanian berkelanjutan di negara berkembang

  • Praktik budidaya padi rendah emisi

  • Peran rantai pasok dalam kebijakan beras berkelanjutan

  • Kebijakan yang inklusif bagi petani dan pelaku usaha kecil

Tujuannya untuk mewujudkan sistem perberasan yang tangguh terhadap perubahan iklim, hemat sumber daya, dan adil bagi semua pihak.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us