TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kapolda Jateng Perintahkan Taruna PIP Semarang Hilangkan Aksi Kekerasan

Kapolda akan lakukan penindakan hukum

Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi memberikan pengarahan ke taruna PIP Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Semarang, IDN Times - Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Ahmad Luthfi menegaskan para taruna Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang harus menghilangkan tradisi kekerasan di kampusnya. Aksi kekerasan yang kerap dilakukan para senior PIP kepada juniornya perlu diputus agar tidak menimbulkan tindak pidana hukum. 

"Saya minta seluruh pihak bersama sama menghilangkan budaya kekerasan dengan memutus mata rantai sub kultur kekerasan sedini mungkin," kata Luthfi, Jumat (17/5/2024). Hal itu ditegaskannya saat memberi pengarahan di Gedung Serba Guna Balai Mas Pardi PIP Semarang. 

Baca Juga: Baliho Dukungan Kapolda Ahmad Luthfi Maju Pilgub Jateng Bertebaran

1. Jiwa korsa musti sesuai sikap gotong royong

Lebih lanjut, semestinya yang dinamakan jiwa korsa perlu ditanamkan sesuai sikap gotong royong. Bahkan harus mengutamakan sense of belonging, saling melindungi dan saling menjaga. "Itulah penjabaran dari jiwa korsa yang sebenarnya," tuturnya. 

2. Tradisi kekerasan sulit dihilangkan di sekolah kedinasan

Kendati demikan, diakuinya tindakan kekerasan di sekolah kedinasan memang sudah sangat mengakar. Ia mensinyalir tindak kekerasan di sekolah kedinasan sulit dihilangkan begitu saja karena sudah terbentuk rasa senioritas kepada taruna juniornya. 

Tak cuma itu saja, tindak kekerasan yang terjadi juga dipengaruhi perilaku yang telah terinternalisasi sebagai bagian dari proses inisiasi yang selalu berulang-ulang dari waktu ke waktu yang menjadi kultur kekerasan. "Adik-adik boleh tegas tapi tidak boleh Keras, saya ulangi anda boleh tegas tapi tidak boleh keras," ujar Luthfi. 

Oleh karenanya, pihaknya melarang para taruna PIP Semarang untuk menyalahgunakan sikap jiwa korsa dengan dalih senioritas. 


"Jangan jiwa korsa dimanfaatkan senioritas untuk memperoleh kehormatan atau butuh pengakuan atau fanatisme. Ini adalah sebuah budaya yang salah," tegasnya. 

Berita Terkini Lainnya