Jelang Pemilu, ICIR Rumah Bersama Gelar Konferensi Internasional Ke-5

Digelar di PUI Javanologi UNS

Surakarta, IDN Times - Intersectoral Collaboration for Indigenous Religions (ICIR) “Rumah Bersama” kembali menyelenggarakan The 5th International Conference on Indigenous Religions, yang dilaksanakan di PUI Javanologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Rabu-Kamis (22-23/11/2023).

Tema yang diangkat pada tahun ini adalah “Democracy of the Vulnerable”. Tema tersebut merupakan kelanjutan dari tema-tema ICIR sebelumnya yang berupaya untuk terus mendiskursuskan demokrasi secara kritis dan berkelanjutan.

Baca Juga: Prestasi Baru Kota Solo Masuk 55 Kota Kreatif Dunia Versi UNESCO 

1. Suarakan kelompok rentan

Jelang Pemilu, ICIR Rumah Bersama Gelar Konferensi Internasional Ke-5(Ilustrasi) ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Ketua Program Studi Agama dan Lintas Budaya atau Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Samsul Maarif, mengatakan sebagai kelanjutan dari ICIR sebelumnya yang mengusung Demokrasi Inklusif, ICIR ke-5 berfokus pada suara-suara kelompok-kelompok rentan yang hak, kepentingan, dan aspirasi kewargaannya jarang dibicarakan, apalagi diperhitungkan.

“ICIR ke-5 bermaksud untuk membuka ruang bagi penghayat kepercayaan, komunitas adat, penganut agama leluhur, minoritas agama dan gender, kelompok disabilitas, dan kelompok muda dan anak, agar ide tentang dan pengalaman mereka terkait demokrasi terwacanakan,” kata dia, Selasa (21/11/2023).

Demokrasi Inklusif dikembangkan untuk lebih praktis menfasilitasi proposal gagasan kelompok rentan tentang demokrasi.

“Menyelisik demokrasi dan berbagai kerentanannya dari perspektif kelompok rentan adalah kerangka berpikir utama dari ICIR ke-5,” ucap Anchu, sapaan akrab Samsul Maarif.

Kerangka ini, sambungnya, selain menegaskan bahwa perspektif kelompok rentan signifikan dalam demokrasi substantif, mengedepankan pergulatan keseharian warga dalam menghadapi dan menjalani kehidupan kewargaan sebagai isu utama demokrasi.

Hal itu seturut dengan pernyataan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menyebut kelompok rentan di Indonesia yang menjadi prioritas adalah kelompok orientasi seksual dan identitas gender, minoritas ras, minoritas etnis, minoritas orang dengan disabilitas, serta minoritas agama, dan keyakinan.

2. Digelar selama dua hari.

Jelang Pemilu, ICIR Rumah Bersama Gelar Konferensi Internasional Ke-5Kegiatan Intersectoral Collaboration for Indigenous Religions (ICIR) di Solo. (Dok/Istimewa)

Selama dua hari, The 5th ICIR bakal menggelar sesi plenary dan sesi paralel yang menghadirkan tokoh-tokoh yang concern pada perjuangan kelompok rentan serta narasumber yang relevan dengan tema konferensi.

Seluruh sesi plenary menyoroti disahkannya KUHP baru (UU No. 1/2023) yang di dalamnya terdapat bab baru yang memuat enam pasal tentang “Pelanggaran Terhadap Agama, Keyakinan, dan Keagamaan Kehidupan atau Keyakinan”, serta beberapa pasal lain yang secara tidak langsung berkaitan dengan agama atau kepercayaan.

“Meskipun ada perbaikan, para akademisi dan aktivis masih memperdebatkan pasal-pasal tertentu yang dianggap bermasalah dari sudut pandang kebebasan beragama atau berkeyakinan. Selain itu, ada pula persoalan interpretasi dan implementasi KUHP baru itu,” ucap Anchu.

Lebih lanjut dijelaskan tujuan kegiatan ini untuk membangun pemahaman dan pengetahuan tentang kerentanan praktik demokrasi dan gagasan kelompok rentan, khususnya penghayat kepercayaan dan masyarakat adat tentang demokrasi. Selain itu, membangun gerakan advokasi lintas sektor berbasis perspektif kelompok rentan khususnya penghayat kepercayaan dan masyarakat adat.

3. Bicara soal demokrasi Indonesia.

Jelang Pemilu, ICIR Rumah Bersama Gelar Konferensi Internasional Ke-5Kompasiana

Sulistyowati, professor antropologi UI, dalam jumpa pers di sela-sela Konferensi Internasional, The 5th International Conference and Consolidation on Indigenous Religions (ICIR), di PUI Javanologi Universitas Sebelas Maret Solo, Rabu (22/11/2023). Konferensi ini mengambil tema Democracy of the Vulnerable atau demokrasi kelompok rentan.

Sementara itu, Dewi Kanti, komisioner Komnas Perempuan, mengangkat pentingnya elemen masyarakat adat dalam menyelamatkan demokrasi di Indonesia. “Kita tidak bisa meninggalkan nilai-nilai, pengetahuan, dan kearifan yang ada di masyarakat,” ucap Dewi.

Senada dengan itu, Gress Raja, penghayat kepercayaan Salika Suku Lio dan Presidium MLKI Kota Surakarta, menyampaikan bahwa komunitasnya berharap agar demokrasi Indonesia bisa benar-benar menempatkan kembali adat sebagai tatanan hidup bersama. “Saat ini adat hanya direduksi sebagai tatanan budaya kuno, padahal eksistensinya sudah teruji oleh zaman,” tambahnya.

Baca Juga: Seri Terakhir Pelatihan Cek Fakta di Solo, AMSI Total Latih 150 Media

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya