TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Waduh! 45 ABK Kapal Ikan Jateng Tewas, Beberapa Mayatnya Dilarung ke Laut

SBMI temukan 11 perbudakan kru kapal ikan

Hariyanto Suwarno, Ketua Umum SBMI bersama jajaran Greenpeace Indonesia usai sosialisasi program Modul Pathway. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Intinya Sih...

  • SBMI temukan 45 kru kapal ikan meninggal, beberapa jenazah dilarung ilegal
  • 11 kasus perbudakan dialami kru kapal ikan, termasuk pemotongan gaji dan kekerasan di atas kapal
  • Kasus perbudakan mengalami peningkatan signifikan, para kru mulai sadar dan melaporkan pelanggaran

Semarang, IDN Times - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mencatat sebanyak 45 anak buah kapal (ABK) perikanan yang ditemukan meninggal dunia saat sedang bekerja. Mirisnya lagi, berdasar data kolaboratif SBMI dan Greenpeace, terdapat sejumlah jenazah kru kapal ikan yang kedapatan sengaja dilarung ke laut secara ilegal. 

Hariyanto Suwarno, Ketua Umum SBMI mengatakan temuan tersebut berhasil ia himpun dalam jangka waktu 2022 silam setelah mendapatkan laporan banyaknya kru kapal ikan yang meninggal dunia. 

"Dari data yang kami himpun bersama Greenpeace, di Jateng saja ada 45 awak kapal ikan yang meninggal. Dan ada beberapa dilarung yang tanpa seizin keluarga. Data itu kami himpun tahun 2022 dan kemungkinan bertambah tahun ini," kata Hariyanto, di sela sosialisasi penerapan Modul Pathway to Justice di Hotel Grandhika Jalan Pemuda, Kota Semarang, Rabu (18/9/2024). 

Baca Juga: Diduga Sakit, ABK Meninggal di Atas Kapal Pelabuhan BBJ Bakauheni

1. Melarung jenazah kru kapal ikan sebuah tindakan pelanggaran

Lebih jauh, Hariyanto berkata bahwa kegiatan melarung jenazah kru kapal ikan merupakan tindakan pelanggaran hak asasi manusia. Sebab, melarung jenazah kru kapal ikan merupakan aksi ilegal dan secara peraturan tidak diperbolehkan.

"Itu yang tidak diperbolehkan dan sangat melanggar HAM," tegasnya. 

2. Kru kapal ikan alami 11 perbudakan

Pelanggaran lainnya yang dilakukan para perusahaan perikanan ialah munculnya 11 kasus perbudakan yang dialami kru kapal ikan. Dari catatan akhir tahun Pengurus Pusat SBMI, hampir semua kru kapal ikan mengalami perbudakan sejak berangkat bekerja maupun saat kembali ke daratan. 

Temuan yang paling banyak diperoleh SBMI yaitu sejumlah kru kapal ikan mengalami pemotongan gaji dan terbentur persoalan kekerasan di atas kapal, masalah jam kerja dan konsumsi. 

Kasus yang muncul juga mengenai pemberian gaji yang bertahun-tahun tidak dibayarkan oleh perusahaan perikanan melalui manning agency.

"Kalau laporan dari SBMI dari catatan akhir tahun yang kami buat hampir seluruh awak kapal perikanan mengalami 11 perbudakan. Mulai sebelum berangkat sampai kembali ke daratan. Paling banyak mereka ternyata membayar dengan biaya mahal tapi mereka tidak tahu. Misalnya mereka kerja enam bulan tapi gajinya dipotong. Ada juga kasus awak kapal bertahun-tahun tidak digaji. Yang infonya sudah ditransfer ke manning agency. Kedua soal jam kerja, kekerasan di atas kapal, konsumsi dan sebagainya," terangnya. 

3. Kasus perbudakan kru kapal ikan melonjak

Secara kumulatif, katanya kasus perbudakan yang dialami kru kapal ikan mengalami tren peningkatan signifikan. Apabila tahun 2022 muncul 574 kasus, tahun 2023 muncul 774 kasus, maka pada tahun 2024 potensi peningkatan kasusnya lebih banyak lagi. 

"Trennya sangat meningkat. Kalau 2023 774 kasus paling banyak di Pemalang Tegal, kemudian tahun 2022 ada 574 dan seterusnya. Secara kualitatif meningkat. Mirisnya tahun ini ada pemalsuan ijazah, ada kru yang pakai ijazah SMP, pemalsuan SKCK dan sudah terang-terangan. Dan perusahaan sudah tidak takut soal ancaman pidana," ungkapnya. 

4. Kru kapal ikan mulai berani wadul ke SBMI

Naiknya tren kasus perbudakan juga selaras dengan pemahaman para kru kapal ikan yang mulai sadar dengan melaporkan tindakan pelanggaran yang dilakukan setiap perusahaan perikanan. 

Para kru kapal ikan kerap mengadukan kasus yang menimpanya melalui pusat pengaduan milik SBMI, dinas-dinas perikanan masing-masing kabupaten/kota maupun posko pengaduan nasional. 

"Memang baru 0,1 persen yang berani melapor. Cuman tren peningkatan kaasus ini karena teman-teman ABK sadar dimana mereka harus mengadu. Karena pusat pengaduan ada di SBMI, ada di Tegal, Pemalang, ada di nasional sering mereka tahu dari mulut ke mulut. Misal ada praktek di atas kapal mereka bilang ke temannya kalau ada masalah melapor ke sini," kata Hariyanto. 

Berita Terkini Lainnya