Semarang, IDN Times - Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menyarankan kepada para kepala daerah tiap kabupaten/kota guna menggunakan tempat-tempat yang manusiawi sebagai lokasi hukuman pidana kerja sosial. Seperti diberitakan sebelumnya, penerapan hukuman kerja sosial ini mulai diberlakukan per 2 Januari 2026 mendatang.
"Kepala daerah harus memastikan tempat kerja sosial itu bermanfaat, tidak merendahkan martabat, dan tidak dikomersialkan. Pengawasan melekat ada di daerah, dan pelaksanaannya wajib dilaporkan ke kejaksaan,” tegasnya seusai acara penandatanganan kesepakatan dengan Kejagung di Gradhika Bakti Praja Jalan Pahlawan Semarang, Senin (1/12/2025).
Adapun penandatanganan tersebut berkaitan dengan implementasi Undang-Undang No 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Penandatanganan juga dilakukan antara para Kajari dengan Bupati/Wali Kota se-Jawa Tengah sebagai langkah persiapan menjelang pemberlakuan penuh KUHP pada 2026.
Luthfi menyatakan, pidana kerja sosial merupakan bagian penting dari konsep restorative justice. Menurutnya, pidana kerja sosial adalah bagian dari reformasi hukum yang lebih humanis.
“Ini bukan sekadar hukuman, tetapi cara agar pelaku memahami kesalahannya dan memperbaiki diri melalui kontribusi kepada masyarakat,” ujar Luthfi
Luthfi menekankan, yurisdiksi kerja sosial berada pada kewenangan bupati dan wali kota, sehingga koordinasi dan pengawasan harus diperketat.
Ia menambahkan, pemerintah daerah tidak boleh membiarkan lokasi kerja sosial digunakan secara transaksional atau menyimpang.
“Ini penting karena menyangkut asas keadilan bagi terpidana dan kepercayaan publik terhadap sistem hukum,” lanjutnya.
Sebagai informasi, MoU tersebut mengatur koordinasi teknis, penyediaan lokasi kerja sosial, pengawasan, pembinaan, penyediaan data, hingga sosialisasi kepada masyarakat.
