CEK FAKTA: Pertamax Green pakai Etanol, Aman atau Berbahaya?

- Penjualan Pertamax Green lampaui target
- Etanol aman dan umum dipakai
- Alat uji oktan portabel tidak valid
Semarang, IDN Times – Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah (RJBT) menepis isu menyesatkan soal kandungan etanol dalam bahan bakar Pertamax Green, yang sempat beredar di media sosial dan menimbulkan keraguan publik. Pertamina memastikan bahan bakar tersebut aman digunakan, berstandar internasional, dan ramah lingkungan karena mengandung energi nabati hasil fermentasi alami.
1. Penjualan Pertamax Green lampaui target

Area Manager Communication, Relations and CSR Pertamina Patra Niaga RJBT, Taufiq Kurniawan menyebutkan, antusiasme masyarakat terhadap Pertamax Green tinggi.
“Total realisasi penjualan mencapai 348 kiloliter atau 228 persen dari target tahun 2025. Target awal kami hanya delapan outlet, tapi penjualannya luar biasa,” ungkapnya.
Saat ini, outlet Pertamax Green sudah tersedia di sejumlah wilayah seperti di Kota Semarang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Batang, dan Kabupaten Brebes, dengan area Semarang mencatat penjualan tertinggi.
“Di Semarang, penjualan hariannya mencapai 7.000--8.000 liter per hari, sementara di Tegal sekitar 1.000 liter per hari. Ini menunjukkan masyarakat mulai menerima bahan bakar ramah lingkungan,” katanya di Semarang, Selasa (7/10/2025).
Pertamina berencana menambah outlet dan memperluas distribusi Pertamax Green untuk menjangkau lebih banyak konsumen, terutama di wilayah Jawa Tengah bagian utara.
2. Etanol aman dan umum dipakai

Menanggapi isu negatif soal etanol, Taufiq menegaskan, kandungan etanol dalam Pertamax Green bukan hal baru dalam industri bahan bakar.
“Etanol itu umum digunakan, bahkan sudah dipakai di Brasil, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Tujuannya menekan emisi gas buang agar pembakaran lebih bersih dan ramah lingkungan,” tegasnya.
Etanol yang digunakan dalam bahan bakar dengan Research Octane Number (RON) 98 itu merupakan hasil fermentasi bahan nabati seperti tebu, jagung, atau singkong yang diolah menjadi molase, lalu dicampurkan ke bahan bakar.
“Dalam Pertamax Green, kadar etanol hanya 5 persen. Selain menekan emisi karbon, etanol juga tidak merusak logam maupun karet pada mesin kendaraan,” jelasnya.
Menurutnya, masyarakat tidak perlu khawatir karena campuran etanol pada bahan bakar sudah memenuhi standar keamanan dan mutu internasional.
3. Alat uji oktan portabel tidak valid

Pertamina juga mengingatkan masyarakat agar tidak mudah percaya hasil uji oktan dari alat portabel yang beredar di media sosial.
“Alat uji oktan portable itu tidak valid karena tidak memiliki kalibrasi resmi. Nilai yang muncul bukan menunjukkan angka oktan sebenarnya, tapi hanya reaksi elektrolit dari cairan,” kata Taufiq.
Untuk pengujian resmi, Pertamina menggunakan Cooperative Fuel Research (CFR) Engine yang mengikuti standar ASTM 2699—standar internasional untuk mengukur ketahanan bahan bakar terhadap knocking.
“Kami pernah mengundang rekan media ke laboratorium di Cepu. Sampel dari SPBU diuji langsung dan hasilnya sesuai spesifikasi: Pertamax 92 dan Pertalite 90,” ujarnya menegaskan.
Di Jawa Tengah, fasilitas pengujian CFR Engine hanya terdapat di Cilacap dan Cepu, sehingga masyarakat diimbau tidak mengambil kesimpulan dari hasil alat tidak terverifikasi yang beredar secara bebas di media sosial.
4. Etanol langkah menuju energi hijau

Penggunaan etanol pada Pertamax Green menjadi bagian dari strategi transisi energi nasional menuju energi rendah karbon.
“Kami ingin sektor bensin juga mengikuti jejak sektor solar yang sudah memakai 30 persen bahan bakar nabati (B30). Pertamax Green adalah langkah awal untuk menuju bahan bakar yang lebih hijau,” tutur Taufiq.
Ia menambahkan, Pertamina terus melakukan sosialisasi agar masyarakat memahami manfaat energi bersih.
“Kami berharap masyarakat tidak termakan isu yang tidak berdasar. Pertamax Green adalah produk resmi Pertamina yang sudah teruji dan berstandar internasional,” kata Taufiq.