Riset soal GEDSI Sedikit, Ini Rekomendasi KIE untuk Periset Difabel

- Pelibatan difabel dalam riset krusial untuk penelitian inklusif
- Empat prinsip riset inklusif: rekognisi, partisipasi, akomodasi, redistribusi
- Pelibatan periset difabel penting untuk keakuratan data dan analisis yang lebih sensitif
Semarang, IDN Times - Pelibatan kelompok rentan, termasuk difabel dalam riset menjadi krusial untuk mendukung penelitian yang inklusif. Hal tersebut dibahas dalam Knowledge and Innovation Exchange (KIE) Yogyakarta yang diselenggarakan oleh KONEKSI, platform kemitraan pengetahuan Australia-Indonesia.
1. Empat prinsip riset inklusif

Keterlibatan kelompok rentan dalam riset perlu dimulai dari proses persiapan hingga diseminasi hasil riset kepada pemangku kepentingan. Dalam acara tersebut, empat periset difabel membagikan pengalaman mereka, khususnya terkait tantangan dan harapan untuk implementasi penelitian yang fokus pada topik kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial (GEDSI).
Dalam sesi GEDSI in Research Practice: Addressing Climate Change Without Leaving Anyone Behind, empat prinsip riset inklusif menjadi materi pembahasan:
1. Rekognisi - Terkait keberadaan data yang menunjukkan pengakuan atas keberadaan kelompok rentan
2. Partisipasi - Keterlibatan sebagai periset maupun objek penelitian
3. Akomodasi - Untuk mendengarkan masukan semua pihak, termasuk kelompok rentan
4. Redistribusi - Menyangkut terjadinya perubahan sebagai dampak dari hasil riset yang inklusif untuk semua pihak
2. Pentingnya pelibatan periset difabel

Perwakilan Forum Inklusi Disabilitas (Fidakama) Kabupaten Magelang, Edi Susanto membagikan pengalaman organisasinya dalam melibatkan difabel sebagai enumerator.
"Dari pengalaman kami saat melakukan kaderisasi enumerator di desa, ada sekitar 60 difabel yang potensial dilibatkan. Kami memberikan dukungan dan semangat agar mereka nyaman bersosialisasi di masyarakat. Pasalnya, sampai hari ini, masih ada beberapa pandangan negatif yang mengira bahwa difabel tidak bisa apa-apa," kata Edi.
Ia menambahkan, pembentukan organisasi difabel yang dikukuhkan dengan surat keputusan (SK) Kepala Desa menjadi langkah penting untuk keberlanjutan, karena dana desa dapat dialokasikan untuk mendukung perkembangan mereka.
Perwakilan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Jakarta, Mahretta Maha menekankan pentingnya pelibatan periset difabel untuk mengakomodasi masukan yang lebih inklusif terkait kebutuhan kelompok rentan.
"Tanpa pelibatan teman difabel, desain penelitian yang sebelumnya dibuat mungkin belum mengakomodasi kebutuhan rentan. Dampaknya, baik metode penelitian maupun masukannya menjadi tidak relevan," ujar Mahretta.
Ia menjelaskan, riset dengan partisipan penelitian dari kelompok difabel akan lebih nyaman memberikan jawaban ketika penanya juga sama-sama difabel.
"Di samping itu, pelibatan teman difabel juga dapat membantu untuk analisis data riset yang lebih sensitif dan mendalam," tambahnya.
3. Mengenali ragam disabilitas

Perwakilan LIRA Disability Care, Mira Aulia menegaskan, ada hal utama yang tidak bisa digantikan ketika riset yang dilakukan menyangkut kelompok difabel, yaitu terkait ikatan, kepercayaan, dan relasi yang setara antara responden dan periset, termasuk ketika memberikan pertanyaan.
Menurutnya, data-data inklusif yang didapat hanya akan muncul bila proses penelitiannya dilakukan secara inklusif, lewat pelibatan penuh periset difabel, mulai dari perencanaan hingga implementasinya.
Perwakilan Australia-Indonesia Disability Research and Advocacy Network (AIDRAN), Elo Kusuma Alfred Mandeville menyampaikan, pelibatan periset difabel juga membantu peneliti nondifabel dalam memperkenalkan ragam klasifikasi difabel, termasuk bentuk difabel yang tidak terlihat secara kasat mata.
"Misalnya difabel berupa low vision, berupa gangguan mata permanen yang membuat individu hanya bisa melihat dengan sebagian penglihatannya," jelas Elo.
4. Riset GEDSI masih sedikit

Berbagai tantangan dan harapan yang disampaikan oleh periset difabel ditanggapi oleh Direktur Pendanaan Riset dan Inovasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Raden Arthur Ario Lelono.
Ia menyebut, selama ini BRIN tidak melakukan pembedaan dalam memberikan pendanaan riset bagi difabel, karena yang terpenting adalah rekam jejak peneliti itu sendiri.
"Di BRIN, riset-riset terkait topik GEDSI yang dilakukan oleh teman-teman difabel jumlahnya masih sangat sedikit. Dari 1.600 judul penelitian, hanya 25 di antaranya yang berfokus pada isu GEDSI," ungkap Arthur.
Menurutnya, melihat peran KONEKSI yang cukup komprehensif dalam melibatkan difabel, BRIN terdorong untuk menginisiasi kolaborasi pendanaan (co-funding) dengan KONEKSI.
"Kami juga terdorong menginisiasi kolaborasi pendanaan (co-funding) dengan KONEKSI untuk memberikan kesempatan riset yang lebih besar, dengan skema GEDSI," kata Arthur.

















