Rahasia Keluarga Ong Ing Hwat Jaga Kualitas 5 Rasa Kue Keranjang

Sudah 60 tahun membuat kue keranjang khas imlek

Lengket dan manis. Dua kata yang tepat menggambarkan tekstur kue keranjang. Panganan khas Thionghoa ini selalu menjadi buruan utama jika perayaan Imlek digelar saban tahun.

Namun rupanya tak banyak orang yang mau mengadu nasib dengan memproduksi kue keranjang. Di Semarang, keluarga Ong Ing Hwat merupakan segelintir orang yang masih eksis memproduksi makanan tersebut.

Bertempat di rumahnya, Kampung Kentangan Tengah Nomor 67, Jagalan, Pecinan Semarang, semerbak aroma campuran tepung dan vanili begitu terasa saat menjejakkan kaki di depan garasinya.

Indriyanti, istri Ong menyambut ramah pada Selasa (14/1). Sembari mempersilahkan masuk, Indriyanti bilang dirinya saat ini sangat sibuk mengerjakan pesanan kue keranjang.

Dalam sehari ia dapat memasak 90 kilogram adonan kue keranjang. "Sembilan puluh kilo itu kalau dipotong-potong bisa jadi puluhan buah," kata generasi ketiga perajin kue keranjang ini kepada IDN Times.

1. Keluarga Ong sering membuat lima rasa kue keranjang

Rahasia Keluarga Ong Ing Hwat Jaga Kualitas 5 Rasa Kue KeranjangSeorang perajin menunjukan kue keranjang yang siap dijual menjelang perayaan Imlek. IDN Times/Fariz Fardianto

Setiap perayaan Imlek, rumahnya disulap jadi tempat produksi kue keranjang. Puluhan kue keranjang terhampar diatas meja dan sudah siap dijual.

Sejak 60 tahun lebih, keluarganya masih mempertahankan kualitas rasa kue keranjang mulai dari cokelat, vanila, prambors. Yang terbaru ia menambah rasa pandan dan kacang.

"Rasanya tetap gak berubah sejak Opa pertama kali bikin kue keranjang 60 tahun yang lalu. Makanya banyak orang kangen, kalau mau nyari kue keranjang pasti datangnya kemari," akunya.

Baca Juga: Nyaris Punah, Wayang Potehi Bakal Digelar di Pasar Imlek Semawis 2020

2. Memasak adonan kue keranjang butuh waktu delapan jam

Rahasia Keluarga Ong Ing Hwat Jaga Kualitas 5 Rasa Kue KeranjangKue keranjang di Semarang tetap mempertahankan bungkus daun pisang agar aromanya tambah sedap. IDN Times/Fariz Fardianto

Untuk menjaga rasa, Indriyanti masih pede memakai tungku tua warisan leluhurnya. Tungku itu menyala sehari semalam untuk digunakan memasak kue keranjang lebih dari 8 jam.

"Kita pakenya tungku, gak mau pake oven karena rasanya bisa berubah," ujarnya.

Selain itu, agar rasanya tambah sedap, keluarganya sejak lama mempertahankan daun pisang sebagai pembungkus kue keranjang. Ukurannya lebih berat yakni setengah kilo daripada yang dibungkus plastik kaca.

"Kalau orang-orang tua, sukanya sama kue keranjang yang dibungkus daun pisang. Memang rasanya beda, lebih sedap aromanya ketimbang yang dibungkus pake plastik kaca," sambungnya.

Baca Juga: Jelang Imlek, Ini 5 Tempat Belanja Kue Keranjang Paling Legendaris! 

3. Kue keranjang identik dengan keakraban, persaudaraan dan harmonis

Rahasia Keluarga Ong Ing Hwat Jaga Kualitas 5 Rasa Kue KeranjangInstagram.com/kuekeranjang.solojogja

Kue keranjang yang dibuat dari ketan, gula, vanili, tepung, telur dan santan tersebut bisa diolah jadi ragam makanan saat Imlek.

Indrayanti menyarankan kue keranjang paling enak jika digoreng memakai telur lebih dulu. Lalu cara makannya dengan dicocol dengan parutan kelapa.

Ia mengaku perayaan Imlek terasa hambar bila tak ada kue keranjang. Sebab, kue keranjang identik dengan filosofi keakraban, harmonis dan persaudaraan. Tiga hal itu sesuai dengan rasa kue keranjang yang lengket, manis dan kenyal.

"Kalau pas Imlek itu tradisinya saling memberi kue keranjang ke sanak saudara. Itulah kenapa kue keranjang bisa bermakna menjalin keakraban di lingkungan keluarga,".

Ia menjual sebiji kue keranjang seharga Rp53 ribu. Pelanggan yang berdatangan berasal dari berbagai kalangan mulai pegawai kantoran, pengelola klenteng hingga ibu rumah tangga. "Pesanan saat ini sudah mulai meningkat. Kebanyakan pelanggannya dari lokalan Semarang, Bandung, Jakarta," bebernya.

Baca Juga: 5 Hal yang Bisa Dinikmati di Pasar Imlek Semawis 2020 Semarang

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya