Mengenal Kopi Gumuk, Kopi Arabika Khas Lereng Gunung Merapi 

Menambah penghasilan dan membuka mata pencaharian baru.

Boyolali, IDN Times - Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah dikenal sebagai sentra pertanian tembakau dan bunga mawar.

Wilayah yang berada di lereng Gunung Merapi tersebut juga dikenal dengan penghasil kopi gumuknya yang memiliki bercita rasa khas.

Baca Juga: 8 Cafe di Boyolali dengan Konsep Makan With A View Merapi dan Merbabu

1. Miliki tiga varian aroma yang unik.

Mengenal Kopi Gumuk, Kopi Arabika Khas Lereng Gunung Merapi biji kopi utuh (vecteezy.com/maxskyohm27626627)

Ketua komunitas petani Dukuh Gumuk Joko Susanto mengatakan Desa Mriyan terletak berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Merapi sangat dikenal dengan kopi gumuknya yang bercita rasa khas dengan 3 varian rasa berbeda.

Sesuai dengan proses pemanggangannya yaitu Natural, Honey dan Wine. Kopi jenis arabika asli lereng Merapi tersebut memiliki karakteristik unik yakni rasa yang sedikit fruity, bercampur dengan sedikit rasa nutty serta sugar cane yang halus.

"Setiap minggu banyak pesepeda yang mampir menikmati kopi di kedai yang diberi nama “Gumuk Coffee” yang dikelola oleh Kelompok Karya Muda Komunitas Petani Konservasi Dukuh Gumuk," ujar Joko Selasa (3/10/2023).

“Kopi Gumuk baru mulai bisa dirasakan hasilnya beberapa tahun belakangan ini, sejak dikembangkan tahun 2017 dibawah program CSR nya AQUA. Dengan hasil yang mulai nyata, kami berharap akan semakin banyak penduduk yang ikut menanam kopi”, imbuhnya.

2. Warga mulai berwirausaha.

Mengenal Kopi Gumuk, Kopi Arabika Khas Lereng Gunung Merapi Kopi Gumuk (Dok/@suluh_rimbaraya)

Secara Geografis Dukuh Gumuk, Desa Mriyan menyimpan potensi alam yang luar biasa. Saat ini terdapat 40 petani kopi yang ikut dalam program pemberdayaan yang sejak awal ikut menanam bibit tanaman kopi. Budidaya kopi bagi Masyarakat Mriyan pertama kali diinisiasi pada tahun 2017.

Kopi yang dihasilkan dijual di kedai yang juga menjadi tempat komunitas berkumpul seminggu sekali untuk membahas persoalan persoalan di desa.

“Minimal sekarang kita bisa minum kopi gratis dari kebun sendiri, tidak perlu membeli lagi. Selain itu tiap akhir minggu banyak juga pesepeda yang mampir ke kedai ini”, kata Joko.

Selain bantuan pembibitan kopi, pemuda setempat juga diberi pelatihan barista bagi dan juga perlengkapan barista. "Jadi tidak heran bila di kedai ini, pengunjung bisa menikmati kopi layaknya kedai kopi di perkotaan, karena kedai telah dilengkapi dengan roastery, penggiling biji kopi dan mesin membuat aneka jenis kopi," katanya.

3. Ada konservasi tanaman anggrek juga.

Mengenal Kopi Gumuk, Kopi Arabika Khas Lereng Gunung Merapi Tanaman anggrek yang dibudidayakan di lereng Gunung Merapi. (Dok/Istimewa)

Lebih lanjut joko menjelaskan bahwa tanaman kopi yang dibudidaya penduduk juga berfungsi sebagai penahan longsor yang kerap terjadi di desa yang berada pada ketinggian 1000-meter diatas permukaan laut (mdpl). Budidaya kopi juga bertujuan untuk menjaga kontur tanah agar tetap kuat menghindari dari longsor dan supaya lahan yang ada menjadi lebih produktif.

“Dulu kami selalu kuatir bisa musim hujan tiba karena kerap terjadi longsor, kini dengan adanya tanaman kopi longsor bisa dicegah”, tambah Joko.

Joko mengatakan Desa Mriyan ini masuk Kecamatan Tamansari yang dikukuhkan sebagai Kecamatan Konservasi karena sebagian besar areanya adalah daerah recharge yang mana demografisnya memiliki karakteristik untuk menggerakan aliran air tanah secara vertikal ke daerah yang lebih rendah.

Sementara itu, salah satu barista dan pengelola Kedai Kopi, Parli, mengaku kedai kopi miliknya membawa banyak keberkahan. Selain dapat memberikan keterampilan baru untuk para warga yang kini menjadi barista kedai kopi, juga sebagai pintu baru untuk komuitas dan orang luar agar berdatangan untuk mengenal Desa Mriyan.“Ya saya kalau merasakan gini pak, dulunya itu kan dari kelompok kami dan orang-orang sini aja sekarang banyak orang yang mau datang kesini” kata Parli.

Meski dari segi ekonomi penghasilan dari Kopi belum sebesar komoditi lain di Desa Mriyan tapi menurut Parli, kedepannya kopi memiliki potensi yang besar untuk menopang kemajuan Masyarakat Desa. “Memang untuk saat ini, penghasilan dari kopi ini belum sebesar yang didapat masyarakat dari tembakau dan mawar. Tapi, kedepannya penghasilan dari kopi ini mungkin bisa sama. Yang penting, kita konsisten karena memang masih dalam tahap belajar bagaimana nanti bisa mengembangkan yang lebih baik lagi,” ujar Parli.

Selain kopi, terdapat juga konservasi dan budidaya tanaman anggrek Merapi. Saat ini sudah ada puluhan pohon anggrek Merapi yang dipelihara dan dikembangkan. Anggrek yang dibudidayakan hingga saat ini sudah terdapat 23 varian, salah satunya adalah varian anggrek langka yaitu Vanda Tricolor.

Konservasi anggrek dilakukan dengan membuat greenhouse berukuran 4-meter x 6 meters. Mereka merawat anggrek di tempat tersebut selama 1,5 hingga 2 tahun sebelum dilepasliarkan ke area Gunung Merapi.

Baca Juga: Kampung Wisata Dangean Boyolali Lokasi, Harga Tiket, dan Tips

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya