Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Alasan Kenapa Gen Z Sulit Beradaptasi di Lingkungan Kerja

ilustrasi Gen Z (freepik.com/freepik)
ilustrasi Gen Z (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Gen Z menginginkan fleksibilitas, work-life balance, dan pekerjaan yang sesuai dengan nilai pribadi mereka.
  • Mereka kurang siap menghadapi tekanan dunia kerja yang penuh tuntutan dan belum terbiasa dengan ritme kerja cepat dan dinamis.
  • Gen Z kesulitan menyesuaikan diri dengan gaya komunikasi tradisional, kurang pengalaman dunia nyata, dan lebih cepat merasa bosan serta tidak segan berpindah pekerjaan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Mereka yang lahir sekitar tahun 1997 hingga awal 2010-an atau lebih dikenal dengan Gen Z mulai mendominasi angkatan kerja saat ini. Mereka dikenal cerdas digital, cepat belajar, dan memiliki pandangan kerja yang lebih progresif. Namun, tidak sedikit perusahaan atau karyawan senior yang merasa bahwa Gen Z sering kali kesulitan beradaptasi di lingkungan kerja konvensional.

Perbedaan cara berpikir, ekspektasi terhadap pekerjaan, hingga budaya kerja yang sangat berbeda menjadi tantangan tersendiri bagi generasi ini. Berikut ini lima alasan kenapa Gen Z sulit beradaptasi di lingkungan kerja. Let's check it out!

1. Perbedaan nilai dan ekspektasi terhadap dunia kerja

ilustrasi wanita yang stres bekerja(freepik.com/jcomp)
ilustrasi wanita yang stres bekerja(freepik.com/jcomp)

Gen Z tumbuh di era yang sangat berbeda dibanding generasi sebelumnya. Mereka cenderung menginginkan fleksibilitas, work-life balance, dan pekerjaan yang sesuai dengan nilai pribadi yang dipegang. Ketika masuk ke lingkungan kerja yang kaku, hierarkis, atau terlalu formal, mereka bisa merasa tertekan dan tidak cocok.

Sementara banyak perusahaan masih mempertahankan sistem kerja tradisional, Gen Z ingin merasa dihargai, didengar, dan punya ruang untuk berkembang. Jika ekspektasi ini tidak terpenuhi, mereka bisa cepat merasa kehilangan semangat dan kurang termotivasi untuk beradaptasi.

2. Kurangnya ketahanan terhadap tekanan

ilustrasi bekerja keras (freepik.com/freepik)
ilustrasi bekerja keras (freepik.com/freepik)

Meski Gen Z sangat adaptif secara teknologi, mereka kadang kurang siap menghadapi tekanan dunia kerja yang penuh tuntutan. Tantangan seperti deadline ketat, konflik antar rekan kerja, atau kritik dari atasan bisa menjadi beban berat jika mereka tidak memiliki mental tangguh.

Banyak dari mereka juga belum terbiasa dengan ritme kerja cepat dan dinamis, terutama jika sebelumnya hanya memiliki pengalaman kerja magang atau freelance. Hal ini membuat mereka rentan merasa overwhelmed dan lebih sulit bertahan dalam tekanan jangka panjang.

3. Ketergantungan pada teknologi dan komunikasi digital

ilustrasi bermain game (freepik.com/stockking)
ilustrasi bermain game (freepik.com/stockking)

Sebagai digital native, Gen Z sangat terbiasa dengan komunikasi serba cepat lewat media sosial, chat, dan platform digital. Namun, tidak semua lingkungan kerja mendukung pola komunikasi seperti ini. Di banyak kantor, komunikasi tatap muka, rapat formal, dan etika profesional masih menjadi standar.

Ketika Gen Z kesulitan menyesuaikan diri dengan gaya komunikasi yang lebih tradisional, bisa timbul miskomunikasi atau kesan bahwa mereka kurang sopan atau tidak profesional. Ini menjadi tantangan besar dalam proses adaptasi sosial dan budaya kerja. Dibutuhkan pengertian yang tinggi untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan kerja konvensional.

4. Kurangnya pengalaman dunia nyata

ilustrasi meeting di kantor. (pexels.com/senivpetro)
ilustrasi meeting di kantor. (pexels.com/senivpetro)

Banyak Gen Z yang memasuki dunia kerja di usia muda, kadang langsung setelah kuliah atau bahkan sambil kuliah. Meski mereka mungkin punya skill teknis mumpuni, pengalaman menghadapi dinamika dunia kerja nyata masih terbatas.

Kekurangan pengalaman ini membuat mereka lebih sering mengalami culture shock. Mereka kaget menghadapi aturan kantor yang ketat, dinamika tim, serta proses birokrasi yang tidak secepat dunia digital yang mereka kenal. Hal ini dapat memperlambat proses adaptasi dan meningkatkan risiko turnover.

5. Tingkat turnover tinggi dan gampang bosan

ilustrasi seorang pegawai yang bosan bekerja. (Pexels.com/nakaridore)
ilustrasi seorang pegawai yang bosan bekerja. (Pexels.com/nakaridore)

Gen Z dikenal lebih cepat merasa bosan dan tidak segan berpindah pekerjaan jika merasa tidak cocok. Mereka tidak terlalu percaya pada loyalitas jangka panjang terhadap satu perusahaan seperti generasi sebelumnya. Bagi mereka, pekerjaan harus memberi makna, bukan sekadar rutinitas.

Namun, sikap ini sering kali membuat mereka terlihat kurang sabar atau tidak punya daya juang. Alih-alih beradaptasi, banyak dari mereka memilih untuk resign lebih awal. Ini membuat proses adaptasi mereka di tempat kerja tidak sempat matang, dan menjadi tantangan bagi perusahaan untuk mempertahankan talenta muda.

Gen Z memang membawa semangat baru, inovasi, dan sudut pandang segar ke dalam dunia kerja. Namun, perbedaan budaya dan cara berkomunikasi dengan generasi sebelumnya membuat proses adaptasi jadi tantangan tersendiri. Perusahaan perlu lebih terbuka dan fleksibel dalam menyambut generasi ini, sambil tetap membimbing mereka untuk menyesuaikan diri dengan realita dunia kerja.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us