Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

4 Tanda Kamu Kecanduan Validasi di Media Sosial, Waspadai!

ilustrasi like dan comment (pexels.com/Kaboompics)
ilustrasi like dan comment (pexels.com/Kaboompics)
Intinya sih...
  • Terobsesi memeriksa notifikasi, tanda kecanduan validasi di media sosial
  • Merasa gelisah saat postingan tidak mendapat respons, menunjukkan ketergantungan akan validasi digital
  • Menghapus postingan yang sepi interaksi dan terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain adalah tanda kecanduan validasi
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Media sosial kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari. Banyak orang menggunakannya untuk terhubung dengan teman, mencari informasi, atau sekadar mengisi waktu luang. Namun, bagi sebagian orang platform ini berubah menjadi sumber ketergantungan akan validasi.

Kecanduan validasi ditandai dengan kebutuhan berlebihan untuk mendapatkan pengakuan, likes, jumlah pengikut atau komentar positif dari orang lain. Banyak yang tidak menyadari bahwa pencarian validasi ini bisa memicu kecemasan, rasa tidak cukup, hingga mengganggu kesehatan mental. Berikut ini adalah empat tanda utama jika kamu mulai kecanduan validasi di media sosial.

1. Terobsesi memeriksa notifikasi

ilustrasi like (pexels.com/Pixabay)
ilustrasi like (pexels.com/Pixabay)

Salah satu indikator paling umum dari kecanduan validasi adalah kebiasaan memeriksa notifikasi secara berulang dalam waktu singkat. Bahkan tanpa ada bunyi atau getaran, muncul dorongan kuat untuk membuka aplikasi media sosial hanya untuk melihat apakah ada interaksi baru. Aktivitas ini sering dilakukan secara refleks, bahkan di tengah-tengah pekerjaan penting atau saat sedang bersama orang lain.

Kebiasaan ini bisa berdampak langsung pada fokus dan produktivitas. Ketika perhatian terus terbagi karena rasa penasaran terhadap respons orang lain, otak akan sulit untuk benar-benar berkonsentrasi. Selain itu, hal ini juga bisa menciptakan kecemasan saat tidak ada notifikasi yang muncul, seolah-olah ketenangan hanya bisa diraih melalui reaksi dari orang lain.

2. Merasa gelisah saat postingan tidak mendapat respons

ilustrasi media sosial (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi media sosial (pexels.com/cottonbro studio)

Perasaan kecewa atau cemas ketika sebuah unggahan tidak mendapatkan jumlah like atau komentar seperti yang diharapkan adalah tanda lain dari kecanduan validasi. Postingan yang tidak mendapatkan banyak engagement sering kali memicu perasaan kecewa, sedih, atau bahkan minder. Jika hal ini terjadi terus-menerus, artinya kebahagiaan dan kepercayaan diri telah bergantung sepenuhnya pada validasi digital.

Perasaan tidak berharga karena kurangnya respons di sosial media menunjukkan betapa rapuhnya konsep diri yang dibangun di atas penilaian orang lain. Padahal, tidak semua orang aktif sepanjang waktu dan tidak semua unggahan akan mendapat perhatian yang sama. Fokus berlebihan pada angka-angka seperti jumlah followers atau likes hanya akan menjauhkan seseorang dari penghargaan terhadap pencapaian pribadi yang sebenarnya.

3. Menghapus postingan yang sepi interaksi

ilustrasi media sosial (unsplash.com/Austin Distel)
ilustrasi media sosial (unsplash.com/Austin Distel)

Tidak sedikit yang merasa perlu menghapus foto atau video hanya karena tidak mendapatkan jumlah like atau komentar tertentu. Tindakan ini menandakan bahwa eksistensi di media sosial menjadi alat ukur penerimaan sosial. Semakin banyak reaksi yang diterima, semakin besar rasa percaya diri yang muncul. Sebaliknya, jika tidak memenuhi ekspektasi, postingan dianggap tidak layak untuk tetap ada.

Fenomena ini menunjukkan adanya tekanan untuk selalu tampil sempurna di dunia maya. Padahal, media sosial seharusnya menjadi tempat untuk berekspresi bebas, bukan ruang yang menuntut validasi. Menghapus unggahan karena alasan ini mencerminkan adanya rasa takut terhadap penilaian orang lain yang berlebihan dan bisa berdampak pada kesehatan emosional jangka panjang.

4. Membandingkan diri secara terus-menerus

ilustrasi bermain media sosial (pexels.com/mikoto.raw Photographer)
ilustrasi bermain media sosial (pexels.com/mikoto.raw Photographer)

Membuka media sosial dan langsung merasa kurang karena melihat pencapaian, gaya hidup, atau penampilan orang lain adalah hal yang cukup umum. Namun jika perasaan tersebut muncul terus-menerus dan menyebabkan iri hati, minder, atau bahkan rasa frustasi, maka ini bisa jadi tanda kecanduan validasi. Keinginan untuk mendapatkan pengakuan pun makin kuat karena merasa harus sama dengan standar orang lain.

Kondisi ini dapat merusak persepsi terhadap diri sendiri. Alih-alih merasa cukup dengan apa yang dimiliki, pikiran terus dipenuhi keinginan untuk tampil seperti orang lain demi mendapat validasi yang sama. Ini berpotensi menimbulkan tekanan yang tidak sehat dan membentuk identitas yang dibangun semata-mata untuk mendapat persetujuan dari lingkungan digital.

Validasi dari orang lain memang bisa memberi dorongan positif, namun jika menjadi satu-satunya sumber rasa percaya diri, ini bisa berdampak serius pada kesehatan mental. Menyadari adanya kecanduan validasi adalah langkah awal yang penting untuk kembali mengendalikan hubungan dengan media sosial. Dengan menumbuhkan kesadaran diri dan membangun kepercayaan diri, kehadiran di dunia digital bisa kembali menjadi sesuatu yang menyenangkan dan sehat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us