Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Peneliti Awal di bidang Fisika Nuklir yang Meraih Penghargaan Nobel

foto ilmuwan nuklir di sebuah laboratorium (picryl.com/U.S. Department of Energy)
Intinya sih...
  • Henri Becquerel menemukan kemampuan fosforesensi uranium tanpa sinar matahari, mengantarkan pada penemuan sinar X dan penghargaan Nobel tahun 1903.
  • Charles T. R. Wilson menemukan cloud chamber yang berguna dalam riset fisika nuklir, memperoleh penghargaan Nobel pada tahun 1927.
  • James Chadwick menemukan neutron dan positron, serta meraih penghargaan Nobel pada tahun 1935 dan 1936.

Penelitian awal mengenai nuklir kebanyakan bermula dari sudut pandang ilmu kimia yang berfokus pada material radioaktif serta reaksi kimia yang menyertainya. Marie Curie, Ernest Rutherford, juga Frederick Soddy merupakan beberapa nama ilmuwan sekaligus peraih Nobel paling awal di bidang kimia nuklir.

Selain ilmu kimia, penelitian mengenai nuklir juga bisa ditinjau dari sisi ilmu fisika. Berbeda dengan kimia nuklir, fisika nuklir menekankan pada studi tentang struktur inti atom serta interaksi fisik antar partikelnya seperti reaksi fisi dan fusi.

Salah satu topik bahasan lain dari fisika nuklir adalah pembentukan elemen radioaktif baru yang bersumber dari reaksi suatu partikel di dalam inti atom. Artikel ini akan membahas beberapa peneliti awal di bidang fisika nuklir yang sekaligus mendapat penghargaan Nobel.

1. Henri Becquerel

Henri Becquerel (youtube.com/@Ecole Polytechnique)

Sebagai ahli fisika terapan di National Museum of Natural History, Paris, Henri Becquerel memiliki ketertarikan untuk melakukan studi tentang fosforesensi pada uranium. Fosforesensi terjadi ketika energi yang diserap oleh suatu material dilepaskan kembali secara bertahap dalam bentuk cahaya. Berbeda dengan fluoresensi yang terjadi secara simultan dengan keberadaan sumber cahaya, fosforesensi akan tetap berlangsung hingga beberapa waktu meskipun sumber cahaya dihilangkan.

Penemuan sinar X oleh Wilhem Roentgen pada 1896 menginspirasi Becquerel untuk melakukan uji coba penemuan sinar X pada material uranium yang telah menjadi objek penelitiannya. Menurut Becquerel, uranium juga bisa memancarkan sinar X jika berada di bawah paparan sinar matahari.

Untuk membuktikannya, Becquerel menempatkan uranium di atas pelat foto yang sudah dibungkus kertas hitam. Setelah berada di luar ruangan dan terkena sinar matahari, garis-garis bayangan kristal uranium mulai tampak di atas pelat foto.

Sayangnya, cuaca Paris kala itu mulai mendung sehingga Becquerel tidak bisa melanjutkan risetnya lebih lanjut. Becquerel lantas menyimpan uranium beserta pelat fotonya di dalam laci kerjanya.

Betapa terkejutnya Becquerel saat kemudian menemukan garis-garis yang jelas di atas pelat foto. Sampai di sini Becquerel berkesimpulan bahwa uranium memiliki kemampuan fosforesensi dengan sendirinya tanpa memerlukan sinar matahari.

Penelitiannya lebih lanjut juga menemukan fakta penting terkait garis-garis sinar dari uranium. Sinar yang dipancarkan uranium ternyata dapat berubah arah jika berada di bawah pengaruh medan listrik ataupun medan magnet, tidak seperti sinar X yang sama sekali tak terpengaruh.

Penemuan Becquerel menarik minat pasangan Pierre dan Marie Curie untuk meneliti lebih lanjut tentang pancaran sinar uranium dan mengantarkan keduannya pada studi kimia nuklir terkait senyawa radioaktif. Pada tahun 1903, Becquerel bersama Pierre dan Marie Curie meraih penghargaan Nobel terkait penemuan fenomena radioaktif, dikutip dari American Physical Society.

2. Charles T. R. Wilson

Charles Thomson Rees Wilson (youtube.com/@Rational Thinker)

Charles Thomson Rees Wilson mungkin tidak menyangka bahwa profesinya sebagai ahli meteorologi kelak membuatnya terlibat dalam penelitian fisika nuklir. Sempat bekerja di sebuah observatorium, Wilson selalu tertarik setiap mengamati pemandangan sinar matahari yang mengenai awan di atas puncak gunung.

Saat dirinya kembali ke laboratorium kampusnya di Cambridge, Wilson membuat simulasi pemandangan tersebut dengan cara memerangkap udara lembab di wadah kaca yang tertutup rapat. Ketika udara tersebut menyebar ke seluruh kaca, suhunya akan turun secara perlahan sehingga menyebabkan kondensasi dan muncullah tetesan uap air. Set peralatan percobaannya ini kelak dikenal dengan sebutan cloud chamber.

Wilson melanjutkan penelitiannya dengan memaparkan udara tersebut ke medan listrik. Karena terhubung dengan medan listrik, tidak ada partikel ion yang tertinggal di dalam cloud chamber sehingga awan tidak dapat terbentuk.

Setelah menunda penelitiannya karena tengah berkutat dengan pekerjaannya sebagai pengajar, Wilson kembali melanjutkan risetnya untuk melacak pergerakan partikel ion di dalam cloud chamber. Wilson mencoba menggunakan sinar X yang diketahui memiliki kemampuan ionisasi gas.

Mengetahui percobaannya dengan sinar X yang ternyata berhasil memperlihatkan pergerakan elektron, Wilson lantas bereksperimen dengan senyawa radioaktif. Hasilnya, Wilson berhasil menemukan pola pergerakan sinar alfa dan beta dari radiasi senyawa radioaktif yang digunakannya.

Wilson meraih penghargaan Nobel pada 1927 untuk penemuan cloud chamber-nya. Meski Wilson tetap lebih banyak melakukan studi terkait ilmu meteorologi, cloud chamber yang ditemukannya sangat berguna dalam perkembangan riset fisika nuklir, dikutip dari New World Encyclopedia.

3. James Chadwick

ujung kiri : James Chadwick (picryl.com/Atomic Heritage)

James Chadwick memulai karir penelitiannya sebagai bagian dari tim peneliti Ernest Rutherford. Bersama Rutherford, Chadwick banyak melakukan studi terkait subpartikel inti atom seperti proton dan karakteristik inti atom hidrogen.

Pada saat itu, dunia penelitian fisika nuklir tengah berkutat untuk mencari jawaban atas perbedaan antara massa atom dan nomor atom. Nomor atom merupakan representasi dari jumlah proton dalam suatu inti atom, tetapi unsur-unsur lain selain Hidrogen memiliki nilai massa atom yang lebih besar dibandingkan nomor atom. Artinya, setiap inti atom memiliki subpartikel lain selain proton.

Chadwick melakukan eksperimen dengan unsur Berillium dan partikel alfa untuk mengungkap komponen lain dari inti atom tersebut. Setelah Berillium ditembakkan partikel alfa berkali-kali, muncullah sinar radiasi yang tersusun dari partikel bermassa sama dengan massa proton. Akan tetapi, partikel ini diketahui tidak memiliki muatan listrik seperti proton dan elektron, sehingga disebut dengan neutron.

Penemuan neutron oleh Chadwick memunculkan model inti atom baru yang tersusun atas proton dan neutron. Selain meraih penghargaan Nobel pada 1935, beberapa tahun setelahnya Chadwick ditunjuk sebagai delegasi Inggris untuk Manhattan Project, dikutip dari Britannica.

4. Carl David Anderson

kedua dari kanan : Carl David Anderson (Wikimedia Commons)

Carl David Anderson merupakan salah satu ahli fisika berkebangsaan Amerika Serikat yang sudah lama melakukan studi mengenai interaksi elektron dan foton berenergi tinggi seperti sinar X. Tak berhenti pada sinar X, Anderson juga melakukan riset mengenai sinar gamma dan sinar kosmik pada 1930.

Saat tengah melakukan studi sinar kosmik dengan cloud chamber, Anderson menemukan pola pergerakan suatu partikel yang belum pernah dilihatnya sebelumnya. Menurut Anderson, pola unik ini disebabkan oleh partikel dengan ukuran lebih kecil dari proton tetapi memiliki muatan positif.

Subpartikel inti atom tersebut kelak dikenal dengan nama positron. Positron memiliki karakteristik stabil dalam keadaan vakum serta dapat dihasilkan dari peluruhan beta positif inti atom yang kaya proton.

Dikutip dari Britannica, atas penemuan positron, Anderson meraih penghargaan Nobel pada 1936 di usianya yang masih 31 tahun. Salah satu pemanfaatan positron, positron emission tomography (PET), digunakan dalam bidang kedokteran untuk radiotracing berbagai jenis gangguan otak dan jantung.

5. Enrico Fermi

Enrico Fermi dan istrinya (picryl.com/Wikimedia Commons)

Sebagian dari kamu mungkin pernah mendengar nama Enrico Fermi saat menonton film Oppenheimer (2023). Jauh sebelum terlibat dalam Manhattan Project, Fermi memulai karirnya sebagai peneliti fisika nuklir di University of Rome, Italia.

Penemuan neutron oleh James Chadwick di tahun 1932 membuat riset mengenai struktur inti atom semakin mendapat perhatian. Dua tahun setelahnya, Fermi melakukan penelitian seputar inti atom dengan cara menembakkan neutron ke inti atom suatu unsur.

Penelitian yang dilakukan Fermi berhasil menciptakan berbagai isotop untuk setiap unsur yang digunakan. Bukan itu saja, Fermi juga merekayasa kecepatan tembakan setiap neutron dan menemukan bahwa efek yang terjadi di setiap inti atom dipengaruhi pula dengan kecepatan neutron.

Atas kedua penemuan tersebut, Fermi meraih penghargaan Nobel di tahun 1938, tepat sebelum dirinya migrasi ke Amerika Serikat karena Perang Dunia II. Fermi melanjutkan karir penelitiannya di Columbia University dan mulai melakukan risetnya mengenai reaksi berantai nuklir. Dari sinilah keterlibatannya dengan Manhattan Project dimulai, dikutip dari Thoughtco.

Riset mengenai fisika nuklir sudah dimulai sejak akhir abad 19 dan terus berkembang hingga jaman sekarang. Walaupun kita lebih banyak mendengar nuklir dalam pemberitaan peperangan, ilmu fisika nuklir dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti produksi sumber energi, diagnosa penyakit, hingga penentuan usia artefak dan fosil untuk penelitian arkeologi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us