4 Alasan Mengapa Tak Seharusnya Menyelesaikan Konflik Melalui Chat

- Komunikasi daring dapat menimbulkan kesalahpahaman karena keterbatasan dalam mendengar suara, intonasi, dan melihat ekspresi lawan bicara.
- Konflik yang diselesaikan lewat chat memunculkan asumsi dan emosi yang tidak sesuai dengan kenyataan, menciptakan jarak dalam hubungan.
- Chatting bisa disabotase atau dimanipulasi, sehingga bertemu langsung adalah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah serius dan menghindari kesalahpahaman.
Di era digital seperti sekarang, mudah untuk terjebak selisih paham dalam komunikasi daring. Entah dengan keluarga, rekan kerja, atau bahkan pasangan. Justru semakin sering berkomunikasi, semakin besar pula peluang untuk terlibat argumen dengan orang itu.
Saat konflik terjadi, kamu pasti ingin menyelesaikannya sesegera mungkin. Ketika terhalang waktu dan akses bertemu, kebanyakan orang memutuskan untuk menyelesaikan lewat chat. Padahal, hal itu tidak direkomendasikan. Mengapa demikian? Simak lima alasan di bawah.
1. Kemungkinan besar terjebak kesalahpahaman

Komunikasi melalui chat sangatlah terbatas. Kamu tidak bisa mendengar suara dan intonasi lawan bicara, sama halnya kamu tidak bisa melihat ekspresi mereka. Akhirnya, hal kecil jadi besar. Yang menurut doi tidak menyinggung malah sebaliknya ketika kamu baca dengan asumsimu sendiri.
Belum lagi bila ada kendala di luar kendali seperti koneksi yang buruk. Daripada pusing-pusing, lebih baik cari waktu untuk bertemu dan menyelesaikan dengan tatap mata. Walau harus "menunda", setidaknya kamu dan lawan bicara bisa menyelesaikan dengan benar tanpa salah paham.
2. Memberi ruang untuk asumsi menguasai

Hayo ngaku, saat terlibat konflik dalam dunia online, kamu pasti lebih sering berasumsi alih-alih komunikasi, kan? Memang terlihat seolah-olah kamu membicarakan masalah itu saat bertukar pesan, tapi pikiranmu berkelana. Setiap kata yang ia tulis, mulai dari huruf besar-kecil, frekuensi huruf, bahkan sampai tanda baca kamu analisa.
Hal ini memberi ruang untuk asumsi dan perasaan sendiri mengambil alih. Kamu jadi mudah emosi dan terbawa perasaan, padahal sebenarnya yang terjadi tidaklah seperti yang kamu pikirkan. Semua hanya pikiranmu semata.
3. Menciptakan jarak dalam hubungan

Coba pikirkan, ketika banyak konflik diselesaikan melalui chatting, kamu dan doi jadi canggung ketika bertemu. Hal ini juga berlaku dalam komunikasi sehari-hari. Kamu hanya berani di dunia maya, tapi saat konfrontasi langsung dengan orangnya, langsung ciut duluan.
Tanpa disadari, hal ini menciptakan jarak dalam hubungan. Kamu jadi terbiasa untuk ngobrol hanya dalam dunia maya saja, yang jelas menciptakan gap dalam relasimu dengan doi. Padahal, hubungan autentik dibentuk ketika kalian bertemu, bukan hanya saat chatting saja.
4. Kemungkinan besar dimanipulasi

Saat mendiskusikan hal-hal berat dengan seseorang melalui chat, ada kemungkinan chat tersebut disabotase atau dimanipulasi. Contoh sederhana, dari mana kamu tahu itu ia yang membalas? Bagaimana kalau di-hack orang lain?
Bila diteruskan, maka akan menciptakan salah paham dan jarak yang semakin lebar. Inilah mengapa, bertemu jauh lebih baik untuk menyelesaikan masalah. Setidaknya dengan bertemu, kamu bisa ngobrol tatap muka dan mendengar pendapat doi secara langsung. Bukannya melalui perantara.
Texting bisa menjadi cara praktis untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Namun bila sudah tentang hal-hal serius, jauh lebih baik untuk menunggu waktu bertemu demi menghindari kesalahpahaman. Bukankah sayang, bila hubungan yang sudah kalian bangun susah-payah malah berakhir karena asumsi pribadi?