Indonesia Resmikan Pabrik Katoda LFP di Kendal, Saingi China untuk Rantai Pasok Global

- Menteri Luhut resmikan pabrik katoda LFP di Kendal Industrial Park
- Pabrik diharapkan menjadi produsen terbesar di luar China, dengan investasi tahap pertama senilai $200 juta
- Pabrik akan memasok baterai untuk lebih dari 3 juta kendaraan listrik di seluruh dunia
Kendal, IDN Times – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, meresmikan pabrik katoda Lithium Iron Phosphate (LFP) di Kendal Industrial Park, Jawa Tengah, Selasa (8/10/2024). Pabrik tersebut merupakan bagian dari langkah strategis Indonesia untuk menjadi pemain utama dalam industri baterai Global dan ekosistem kendaraan listrik (EV).
1. Bagian dari komitmen Indonesia

Fasilitas produksi yang dikelola oleh PT LBM Energi Baru Indonesia tersebut diharapkan menjadi produsen katoda LFP terbesar di luar China. Proyek itu merupakan hasil kolaborasi antara Indonesia Investment Authority (INA) dan Changzhou Liyuan New Energy Technology Co. Ltd., salah satu produsen LFP terbesar dunia.
Dengan investasi tahap pertama senilai $200 juta, pabrik tersebut akan meningkatkan kapasitas produksi dari 30 ribu ton menjadi 90 ribu ton pada fase kedua di tahun 2025.
Dalam peresmian tersebut, Luhut menekankan bahwa pembangunan pabrik LFP menjadi bagian dari komitmen Indonesia untuk tidak lagi hanya mengekspor bahan mentah, tetapi menciptakan nilai tambah melalui hilirisasi industri.
"Hilirisasi adalah langkah strategis untuk mempercepat kemajuan Indonesia, terutama di sektor kendaraan listrik yang akan mendominasi masa depan," ujar Luhut.
2. Memperkuat posisi di rantai pasok Global

Pabrik katoda LFP di Kendal bukan sekadar fasilitas produksi, tetapi pondasi ekosistem EV Indonesia. Luhut menjelaskan, produk dari pabrik tersebut akan memasok baterai untuk lebih dari 3 juta kendaraan listrik di seluruh dunia.
"Melalui penyempurnaan rantai produksi baterai lithium, Indonesia dapat memenuhi kebutuhan Global dan memperkuat posisi kita dalam rantai pasok energi baru," jelasnya.
Lebih dari itu, pabrik tersebut sejalan dengan visi Presiden Joko "Jokowi" Widodo untuk membangun industri hilir di dalam negeri dan tidak bergantung pada ekspor bahan mentah.
"Indonesia harus menciptakan nilai tambah di negeri sendiri, terutama di sektor-sektor yang memiliki prospek besar seperti kendaraan listrik," tegas Luhut.
Seiring dengan percepatan pengembangan sektor kendaraan listrik, proyek itu juga menunjukkan daya tarik Indonesia sebagai pusat hilirisasi baterai dan memperkuat posisinya dalam rantai pasok global.
"Indonesia berada di jalur yang tepat untuk mendukung transisi energi global, dengan rantai pasok yang terintegrasi mulai dari pemurnian hingga produksi kendaraan listrik," kata Luhut.
3. Memenuhi permintaan baterai Global yang meningkat

Seperti diketahui, permintaan baterai LFP terus meningkat seiring dengan adopsi kendaraan listrik di seluruh dunia. Berdasarkan laporan Bain, permintaan Global untuk baterai akan tumbuh empat kali lipat pada 2023 hingga 2030, dengan LFP diharapkan berkontribusi sebesar 35 persen dari total permintaan tersebut.
Pasalnya, pada tahun 2030, pasar bahan aktif katoda LFP di Indonesia diperkirakan bernilai sekitar $10 miliar. Kondisi itu bakal menjadikan Indonesia sebagai salah satu pemain kunci dalam industri baterai Global.
Fasilitas tersebut akan mendukung Indonesia dalam memenuhi permintaan pasar Global yang makin meningkat.
Ketua Dewan Direktur INA, Ridha Wirakusumah optimistis pabrik akan memperkuat posisi Indonesia di pasar global.
"Dengan kemampuan produksi yang kuat, Indonesia siap untuk memenuhi permintaan LFP yang terus meningkat," kata Ridha.
Ia menambahkan, industri tersebut akan memberikan kontribusi besar dalam transisi energi bersih global, serta memperkuat daya saing Indonesia di sektor hilirisasi baterai.
4. Ekspor ke Amerika, Eropa, dan Asia

Sebagai informasi, investasi di pabrik tersebut secara keseluruhan diproyeksikan mencapai $350 juta, dengan potensi pendapatan sekitar $1,2 miliar per tahun setelah kapasitas produksinya mencapai 120 ribu ton pada akhir tahun 2025. Produk dari pabrik itu akan diekspor ke pasar utama seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan Korea.
Selain manfaat ekonomi, pabrik diklaim juga memberikan dampak sosial yang signifikan, dengan penciptaan lebih dari 2.000 lapangan kerja. Sebanyak 92 persen dari posisi tersebut akan diisi oleh tenaga kerja lokal, memberikan kontribusi langsung pada ekonomi daerah.
CEO Changzhou Liyuan, Shi Junfeng menegaskan mengenai pentingnya kemitraan strategis bagi kedua negara.
"Pabrik ini akan memperkuat keamanan rantai pasok energi baru global dan menjadi tonggak penting dalam kerja sama jangka panjang antara Indonesia dan China di sektor energi baru," ujarnya.
Ia menguraikan, dengan pertumbuhan sektor kendaraan listrik di Indonesia yang diperkirakan mencapai 50 persen per tahun hingga 2030, fasilitas produksi menjadi bagian penting dalam transisi menuju energi bersih.