Dilarang Beroperasi Saat Mudik, Angkutan Barang di Semarang Mogok Jalan

Semarang, IDN Times - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Tanjung Emas resmi menghentikan operasi angkutan barang mulai hari ini, Kamis (20/3/2025). Aksi mogok jalan ini merupakan bentuk protes terhadap Surat Keputusan Bersama (SKB) yang melarang operasional angkutan barang sumbu tiga pada momen mudik Lebaran 2025.
1. Larangan angkutan barang operasional selama 16 hari

Dikutip dari SKB Nomor KP-DRJD 1099 Tahun 2025, Nomor HK.201/4/4/DJPL/2025, Nomor Kep/50/III/2025 dan Nomor 05/PKS/Db/2025 tentang Pengaturan Lalu Lintas serta Penyeberangan selama Masa Arus Mudik dan Arus Balik Angkutan Lebaran Tahun 2025/1446 Hijriah, pembatasan operasional angkutan barang saat Lebaran 2025 berlaku pada Senin (24/3/2025) pukul 00.00 WIB sampai Selasa (8/4/2025) pukul 24.00 waktu setempat. Ini berlaku untuk ruas jalan tol dan non tol pada kedua arah.
Larangan operasional selama 16 hari itu berlaku untuk sejumlah angkutan barang, salah satunya truk dengan sumbu 3 atau lebih. Merespons kebijakan tersebut, DPP Aptrindo mengeluarkan Surat Edaran Nomor 526/DPP APTRINDO/III/2025 yang memutuskan untuk menghentikan operasional truk angkutan barang sejak Kamis, 20 Maret 2025 sebagai aksi unjuk rasa.
Ketua DPC Aptrindo Tanjung Emas, Supriyono mengatakan, pihaknya memahami bahwa regulasi lalu lintas diperlukan, apalagi dalam menghadapi lonjakan arus mudik dan balik Lebaran. Namun, penghentian operasional selama 16 hari itu terlalu lama dan sangat merugikan dunia usaha, terutama sektor logistik yang berperan vital dalam perekonomian nasional.
‘’Larangan operasional ini menimbulkan dampak luas bagi sektor logistik, terutama bagi pengusaha truk dan pengemudi yang menggantungkan hidupnya dari pengiriman barang. Selain itu, penghentian angkutan barang ini juga berisiko menimbulkan masalah baru di pelabuhan, seperti penumpukan kontainer dan perlambatan distribusi yang dapat menghambat roda perekonomian nasional,’’ katanya saat dikonfirmasi, Kamis (20/3/2025).
2. Berdampak bagi pengusaha dan pengemudi truk

Kebijakan SKB itu berdampak besar, karena banyak pengusaha yang harus tetap membayar biaya operasional meskipun tidak ada pemasukan. Kemudian, tanpa aktivitas pengiriman, pengusaha tetap harus menanggung biaya tetap seperti sewa kendaraan, gaji karyawan, perawatan truk, dan cicilan kredit yang terus berjalan.
Kemudian, dari sisi pengemudi truk yang bekerja secara harian atau sistem borongan juga merasakan dampak secara langsung. Ribuan pengemudi truk terancam kehilangan pendapatan sementara, yang tentunya akan berdampak pada kesejahteraan keluarga mereka.
Seorang pengemudi truk, Rohmat mengungkapkan, bahwa kebijakan ini akan menghentikan sumber penghasilannya selama lebih dari dua minggu.
“Kalau truk tidak bisa jalan, kami tidak bisa bekerja dan mendapatkan uang. Kami ini pekerja harian, jadi kalau tidak ada pengiriman, kami kehilangan pemasukan untuk makan dan menghidupi keluarga,” katanya yang biasa mengemudi di rute Jawa Tengah-Jawa Timur.
3. Akan berpotensi pada kemacetan logistik di pelabuhan

Selanjutnya, penghentian operasional truk ini selama 16 hari itu akan berpotensi pada kemacetan logistik di Pelabuhan Tanjung Emas. Kontainer yang tidak dapat diangkut keluar dari pelabuhan akan menumpuk, sehingga menghambat aktivitas bongkar muat dan berisiko memperlambat rantai pasok nasional.
Dengan demikian, Supriyono mendesak pemerintah untuk segera meninjau ulang kebijakan larangan operasional truk sumbu 3 ini. Menurut dia, solusi yang lebih fleksibel perlu diterapkan agar tidak menghambat kegiatan ekonomi dan logistik.
“Kami mengusulkan agar larangan operasional ini tidak diberlakukan secara total, tetapi dibuat lebih fleksibel. Misalnya, dengan pembatasan di jam-jam tertentu atau hanya untuk rute-rute tertentu yang padat saat musim mudik,” terangnya.
4. Aptrindo ajak pemerintah buka ruang dialog

Kemudian, lanjut dia, ada pengecualian bagi angkutan barang yang membawa kebutuhan pokok, bahan baku industri, serta barang ekspor-impor yang memiliki urgensi tinggi. Sehingga, tidak ada gangguan besar pada distribusi barang di seluruh Indonesia.
Selain itu, DPC Aptrindo Tanjung Emas juga mengajak pemerintah untuk membuka ruang dialog dengan pengusaha angkutan barang. Sehingga, keputusan yang diambil tidak hanya mempertimbangkan aspek lalu lintas, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan bisnis logistik dan transportasi darat.
“Kami berharap ada solusi yang lebih baik dan kebijakan yang lebih adil. Jangan sampai kebijakan ini justru menghambat ekonomi dan merugikan ribuan pengusaha serta pekerja di sektor transportasi,” tandas Supriyono.



















