Kampanye Pemilu 2024 Disorot, Banyak Gimmick, Gen Z Cuma Buat Label
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Semarang, IDN Times - Masa kampanye Pemilu 2024 yang dilakukan ketiga capres terlalu banyak gimmick. Dalam diskusi yang digelar Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Jawa Tengah, sejumlah mahasiswa juga mempersoalkan banyaknya gimmick yang dimunculkan para capres.
Yang paling kentara dibahas oleh PMKRI ialah sering munculnya perbincangan di medsos yang menyebutkan salah satu capres suka kucing dan gemoy.
"Memang betul pemilu tahun ini terlalu banyak gimmick. Satu mungkin dari paslon dua dari anak muda dibilang gemoy, suka kucing. Tapi apakah pemimpin dilihat dari gemoy-nya doang, kan gak bisa begitu. Terus yang paslon satu sering bermain politik identitas dan paslon satunya, beliau banyak masalah. Dan untuk kalangan anak muda kayak kami, jujur kami menolak," ujar Christoporus Wicaksono, Ketua Bidang Hubungan Perguruan Tinggi, PMKRI Kota Semarang di sela diskusi penguatan kelembagaan partisipasi masyarakat wujudkan pemilu berintegritas di lingkungan Gereja Paroki Admidirono Semarang, Sabtu (9/12/2023).
Baca Juga: PSI Gambarkan Politik Santuy dan Menyenangkan Dengan Joget-joget di Jatidiri Semarang
1. Gimmick gemoy kurang cocok buat pemimpin Indonesia di masa depan
Ia menyebutkan jalannya masa kampanye tahun ini belum sepenuhnya mencerminkan pola demokrasi yang ada di Indonesia. Musababnya, ia menilai gimmick yang ditunjukan kurang pas untuk menggambarkan sosok pemimpin bangsa Indonesia di masa depan.
"Jadi untuk tahapan kampanye Pemilu tahun ini belum berjalan sepenuhnya sesuai dengan demokrasi yang seharusnya ada. Kita lihatnya (gimmick) yang muncul kurang pas. Mungkin untuk gaet suara anak muda yang gak ngerti politik dengan menyebut yang gemoy santun itu bisa-bisa aja. Tetapi kalau buat kami yang paham politik ya itu tentu saja kurang cocok untuk sosok pemimpin Indonesia di masa depan," cetusnya.
2. Covernya anak muda, tapi dalamnya masih kolot
Di samping itu, beragam tahapan kampanye yang bergulir sekarang juga tidak pernah sama sekali mewakili identitas anak muda. Chris menyoroti pola kampanye yang ditunjukkan ketiga capres belum menunjukkan jiwa dan semangat anak muda.
Editor’s picks
Ia menyindir bahwa kampanye yang kerap disebut-sebut menonjolkan pemilih anak muda, yang terjadi di lapangan malah cenderung sebatas label semata.
"Mungkin belum mewakili anak muda karena belum ada semangatnya, belum ada gerr-nya menggaet anak muda. Hanya covernya pakai anak muda, tapi dalam-dalamnya masih kolot," ungkapnya.
3. Mahasiswa Katolik didorong belajar berpolitik
Oleh karenanya, ia mendorong seluruh mahasiswa Katolik di Semarang meningkatkan pengetahuan politiknya. Caranya dengan memperdalam ilmu-ilmu politik nasional.
PMKRI Kota Semarang, katanya juga rutin menggelar seminar kebangsaan di masing-masing lingkungan paroki. Ini dimaksudkan untuk menambah pemahaman masyarakat akan pentingnya terlibat aktif di dunia politik.
"Kita dorong anak muda coba pahami politik karena tahun ini masanya mereka. Coba kalian belajar karena nasib kalian ditentukan oleh beliau beliau. Kami berikan kecerdasan bagi anak-anak muda. Soalnya kita kan yang mewakili pemilih muda," terangnya.
4. PMKRI undang pengurus lima cabang untuk berdiskusi
PMKRI Semarang kini punya 130 anggota dan pengurus. Untuk acara diskusi di Gereja Admidirono dihadiri perwakilan anggota PMKRI dari lima karesidenan.
Masing-masing PMKRI Cabang Semarang, PMKRI Cabang Surakarta, PMKRI Cabang Purwokerto dan PMKRI Cabang Yogyakarta.
Baca Juga: Prabowo Klaim Gagasannya Paling Paten: Yang Terbaik dari Pak Jokowi Diteruskan