Isu Ijazah Jokowi Tiap Tahun Mencuat, Gibran: Sampai Bosan Nanggapi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Surakarta, IDN Times - Keaslian ijazah SMA Presiden Joko (Jokowi) Widodo diragukan. Mantan Wali Kota Solo periode 2005-2012 tersebut digugat perkara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Gugatan tersebut terkait dugaan ijazah palsu yang digunakan dalam proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024.
Gugatan didaftarkan oleh Bambang Tri Mulyono (penulis buku Jokowi Under Cover) pada Senin (3/10/2022) dan telah terdaftar dengan nomor perkara:592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Klasifikasi perkara adalah perbuatan melawan hukum.
Baca Juga: Jokowi Digugat ke PN Jakpus soal Dugaan Ijazah Palsu untuk Nyapres
1. Gibran mengaku sudah bosan menanggapi
Menanggapi hal tersebut putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka mengaku tak habis pikir dan bosan terkait isu yang dirasa hampir setiap tahun selalu dipermasalahkan.
"Itu isunya muncul terus. Isu komunis, isu lainnya. Takono sing gawe isu, nganti bosen nanggepi (tanya yang buat isi, sampai bosan yang jawab)," ujar Gibran di Balai Kota Solo, Senin (10/10/2022).
2. Berkali-kali dibantah tak ada gunanya
Editor’s picks
Gibran mengaku enggan menanggapi maupun membantah isu ijazah palsu yang dimiliki ayahnya dari SMA Negeri 6 Solo. Menurutnya, berapa kali isu tersebut dibantah pun tidak akan ada gunanya.
"Bantah ping satus yo percuma nek ngomong karo wong ra waras. (dibantah 100 kali ya percuma kalau Ngomong sama orang nggak waras)," kesalnya.
3. Tegaskan tak ada pemalsuan ijazah.
Lebih lanjut, Gibran menegaskan jika tidak ada pemalsuan ijazah yang dilakukan ayahnya. Semua ijazah yang dimiliki Jokowi diperoleh secara legal.
"Ya sesuai itu. Sekarang daftar wali kota, gubernur gak pakai ijazah terus pakai apa ? Nganggo godong pisang piye (pakai daun pisang apa)," katanya.
"Mosok meh ngapusi (masak membohongi). Pendaftaran Presiden dan lainnya mosok meh ngapusi," tegasnya.
Gibran menegaskan, dirinya tidak memaksa masyarakat untuk mempercayai. "Tiap tahun kok diramaikan terus. Nek ra percoyo yawis (kalau nggak percaya ya sudah)," pungkasnya.