Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kepadatan lalu lintas terlihat saat jam pulang anak sekolah di Jalan Mugasari, Kelurahan Randusari, Kota Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Semarang, IDN Times - Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) Kota Semarang menyarankan agar Pemerintah Kota (Pemkot) membatasi kepemilikan kendaraan pribadi. Sebab, berdasarkan kajian survei kepadatan lalu lintas yang dilakukan Organda, tingkat kemacetan saat jam sibuk telah mencapai 75 persen. 

1. Angka kemacetan tembus 75 persen

Kawasan segitiga emas Jalan Pandanaran Kota Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Ketua Organda Kota Semarang, Bambang Pranoto mengatakan, kemacetan yang relatif tinggi terjadi sejumlah ruas jalan raya pusat kota dan telah menjalar ke kawasan pinggiran. 

Ia menyebut, ketika jam berangkat anak sekolah maupun jam kerja, kemacetan yang sering terjadi di perempatan Tlogosari, ruas Jalan Arteri Soekarno-Hatta, Jalan Pandanaran, Jalan Sampangan, Ngaliyan maupun Kalibanteng. 

"Angka kemacetan rata-rata saat jam sibuk di Semarang sudah sampai 75 persen. Terutama di Tlogosari, Sampangan, Arteri Soekarno-Hatta, Ngaliyan dan Jalan Pandanaran," kata Bambang saat dikonfirmasi IDN Times, Senin (13/2/2023). 

Ia menyebutkan, kemacetan parah di Semarang disebabkan masalah klasik yaitu tingginya jumlah pengguna kendaraan pribadi. Di semua jalan lalu lintas, ia mengaku modal transportasi umum seperti BRT Semarang selalu kalah saing dengan sepeda motor maupun pengguna mobil pribadi. 

2. Jumlah angkot tinggal 780 unit

Kertas pengumuman kenaikan tarif terpasang di sebuah angkot di Terminal Cicaheum, Bandung, Jawa Barat, Selasa (13/9/2022). (ANTARA FOTO/Raisin Al Farisi)

Bambang juga menyoroti perilaku anak sekolah yang kerap menggunakan sepeda motor saat berangkat setiap hari. Di sisi lain, katanya angka keterisian penumpang pada angkutan umum masih rendah. 

"Contohnya untuk angkot aja, jumlahnya sekarang juga sudah berkurang drastis. Tadinya pas sebelum pandemik, ada ribuan angkot (angkutan umum) di Semarang, tapi pas pandemik dengan aturan PPKM, orang jadi takut naik angkot. Akibatnya banyak armada yang berhenti beroperasi. Dari tahun ke tahun jumlahnya berkurang. Tahun kemarin masih ada 900 angkot. Kalau tahun ini tinggal 780 unit," ungkapnya. 

3. Aturan DP 30 persen masih longgar

Ilustrasi credit (IDN Times/Arief Rahmat)

Ia menjelaskan, minat masyarakat yang rendah untuk menggunakan angkutan umum dipengaruhi adanya aturan kepemilikan kendaraan yang sangat longgar. 

Lebih jauh, ia bilang ketika Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan aturan down payment (DP) kredit motor maupun mobil sebesar 30 persen, yang ada justru banyak lembaga leasing yang berlomba-lomba menawarkan DP 0 persen. 

4. Organda usul agar pemberlakukan tarif parkir tinggi untuk kurangi kendaraan pribadi

Ilustrasi - juru parkir TPE di Jalan Sabang sedang mengatur kendaraan. (IDN Times/Deti Mega Purnamasari)

Menurutnya sudah saatnya Pemkot Semarang memberlakukan aturan tegas guna mengurangi kepemiliian kendaraan pribadi. Bambang mengusulkan supaya Pemkot memberlakukan tarif parkir yang tinggi untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi di jalan raya. 

"Saran saya ke Pemkot mendingan tarif parkirnya dibuat tinggi sekalian supaya yang punya motor atau mobil jadi mikir dua kali. Terus aturan DP 30 persen mesti dipertegas lagi. Biar gak sembarang orang bisa kredit kendaraan. Kemudian kalau boleh dipertimbangkan, sebelum mencairkan kredit kendaraan, pihak leasing atau banknya membatasi dengan mewajibkan setiap rumah punya garasi. Dan ASN harus pakai transportasi umum setiap Rabu karena manfaatnya terasa, khususnya okupansinya bisa naik 15 persen," cetusnya. 

Editorial Team