Klarifikasi Bupati Pati Sudewo soal PBB: Sudah Sosialisasi, Demi Infrastruktur

- Kenaikan PBB 250 persen di Pati merupakan hasil proses panjang yang melibatkan berbagai pihak, demi penyesuaian yang seharusnya dilakukan sejak lama.
- Sudewo klaim sudah 50 persen warga membayar PBB dan mengimbau untuk menjaga kondusivitas agar tidak berdampak buruk pada iklim investasi dan stabilitas daerah.
- Alasan kenaikan PBB adalah karena kondisi keuangan daerah Kabupaten Pati sangat memprihatinkan, dengan PAD hanya menyumbang 14 persen dari total APBD.
Pati, IDN Times - Di tengah gelombang protes dan rencana demonstrasi yang terus bergulir, Bupati Pati, Sudewo, akhirnya angkat bicara terkait kebijakan kontroversial kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mencapai 250 persen.
Sudewo menjelaskan, kebijakan tersebut bukan keputusan mendadak, melainkan hasil proses panjang yang telah melibatkan berbagai pihak, termasuk kepala desa, tokoh masyarakat, dan tim teknis pemerintah daerah. Ia menekankan, kenaikan tersebut adalah penyesuaian yang sudah seharusnya dilakukan sejak lama, mengacu pada regulasi yang ada.
“Penetapan besaran pajak terakhir dilakukan tahun 2011. Artinya, sudah 14 tahun PBB di Pati tidak pernah disesuaikan. Padahal, sesuai undang-undang, penyesuaian NJOP seharusnya dilakukan maksimal setiap tiga tahun,” tegas Sudewo.
1. Alasan kenaikan PBB 250 persen

Sudewo mengaku, jika penyesuaian dilakukan secara maksimal sesuai, tarif PBB di Pati bisa saja naik hingga lebih dari 1.500 persen. Namun, pihaknya menilai angka tersebut tidak realistis dan memilih untuk menetapkan kenaikan sekitar 250 persen yang dianggap lebih proporsional.
“Kami bukan ambil angka sembarangan. Proses ini sudah kami musyawarahkan sejak Mei 2025 bicara dengan kepala desa dan tokoh masyarakat,” ujarnya.
Sudewo menyebutkan, alasan pihaknya menerapkan kenaikan tersebut lantaran kondisi keuangan daerah Kabupaten Pati sangat memprihatinkan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya menyumbang 14 persen dari total APBD, dan ruang fiskal yang terbatas itu menyebabkan banyak rencana pembangunan terbengkalai.
“Belanja modal hanya dapat sedikit. Sementara, kondisi infrastruktur jalan sangat parah, bahkan bisa membahayakan pengguna jalan. Kami harus menggali potensi PAD, termasuk lewat PBB, kalau tidak, kita dapat dana dari mana?” ungkapnya.
Ia menambahkan, banyak jalan di Pati rusak berat selama lebih dari 5–10 tahun. Bahkan ada kasus orang sakit yang keguguran di jalan atau kendaraan yang terguling karena kondisi jalan yang buruk.
2. Klaim sudah 50 persen warga bayar PBB

Menjawab kritik soal komunikasi publik, Sudewo memastikan bahwa sosialisasi telah dilakukan secara masif sejak awal tahun 2025 melalui pemerintah desa, perangkat desa, dan tokoh masyarakat.
Ia juga menekankan, warga yang tidak mampu dibebaskan dari kewajiban PBB, serta kenaikan di atas 250 persenyang dirasa memberatkan, akan diturunkan.
“Sampai saat ini, sudah hampir 50 persen warga yang membayar. Itu artinya sosialisasi berjalan dan masyarakat paham,” jelas Sudewo.
Terkait rencana aksi unjuk rasa pada 13 Agustus 2025, Sudewo menyatakan tidak mempermasalahkan masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi.
“Kami tidak pernah melarang demo. Kami justru terbuka untuk audiensi dan mediasi. Yang penting, jangan sampai menimbulkan kerusuhan. Semua bisa dibicarakan,” katanya.
Ia juga mengklarifikasi soal pemindahan posko donasi oleh massa pada Selasa (5/8/2025) yang sebelumnya menempatkan logistik di titik jalur kirab Hari Jadi Kabupaten Pati, Kamis (7/8/2025) Setelah negosiasi yang alot, pemindahan dilakukan secara damai dan tanpa kekerasan.
“Kami persuasif. Satpol PP tidak melakukan tindakan kasar. Semua kami lakukan demi keamanan dan kelancaran acara,” tegas Sudewo.
3. Imbauan untuk menjaga kondusivitas

Sudewo mengimbau seluruh elemen masyarakat Pati untuk menahan diri dan menjaga ketenangan. Ia khawatir jika situasi terus memanas, akan berdampak buruk pada iklim investasi dan stabilitas daerah.
“Rakyat Pati juga butuh pembangunan. Jangan sampai karena segelintir orang, seluruh proses yang sudah berjalan dengan baik jadi terganggu. Kalau ada yang belum puas, mari duduk bareng, diskusi terbuka,” pungkasnya.
Meski yakin bahwa kebijakan tersebut rasional dan penting bagi kemajuan daerah, Sudewo menyiratkan jika pihaknya tetap akan memonitor respons masyarakat ke depan. Apabila ada masukan yang konstruktif dan berbasis data, tidak menutup kemungkinan akan ada penyesuaian lebih lanjut.
“Kita lihat bagaimana perkembangan ke depan. Kalau memang ada ruang untuk perbaikan, tentu akan kita pertimbangkan. Tapi mari beri kesempatan juga kepada warga yang sudah membayar dengan kesadaran,” tutupnya dilansir saat sesi wawancara dalam siaran langsung dengan Kompas TV, Rabu (6/8/2025).